Kematian gajah sumatera berkaki buntung diduga akibat sakit
7 Oktober 2019 17:36 WIB
Bangkai gajah sumatera liar bernama Dita saat ditemukan mati di Balai Raja Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau, Senin (7/10/2019). (ANTARA/HO-RSF)
Pekanbaru (ANTARA) - Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan penyebab kematian Dita, seekor gajah sumatera liar yang berkaki buntung, adalah akibat sakit.
"Perkiraan sementara kemungkinan sakit karena badannya utuh. Dia gajah betina tak ada gading jadi kemungkinan juga bukan mati akibat perburuan," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono di Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan tim dari BBKSDA Riau langsung menuju ke lokasi kematian gajah Dita di Balai Raja Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, untuk melakukan nekropsi atau bedah bangkai. Hasil identifikasi awal, lanjutnya memang benar bahwa bangkai tersebut adalah gajah Dita yang berusia lebih dari 25 tahun.
Baca juga: Gajah sumatera berkaki buntung ditemukan mati di Riau
Hal tersebut diperkuat dengan tanda fisik pada kaki kiri gajah yang buntung sebagian akibat pernah terkena jerat pada tahun 2014.
"Perkiraan kematian, identifikasi diperkirakan sudah lima hari. Hasil lengkap nanti setelah tim medis melakukan nekropsi untuk memastikan penyebab kematiannya," ujar Suharyono.
Gajah malang tersebut selama ini menderita karena kaki kiri bagian depan tidak utuh lagi pada bagian tapaknya akibat terkena jerat pada sekitar tahun 2014. Pegiat lingkungan bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau berulangkali mengobati gajah betina tersebut dan akhirnya memberi nama Dita.
Baca juga: BKSDA Jambi kembalikan tiga gajah sumatera ke habitatnya
Suharyono menyatakan pengobatan pernah dilakukan pada 2014 hingga 2017. Namun, luka itu tidak kunjung sembuh dan menyebabkan kaki kiri Dita buntung.
Lokasi matinya gajah merupakan bagian dari Suaka Margasatwa Balai Raja yang kondisinya banyak beralih fungsi dari hutan menjadi permukiman warga, kantor pemerintahan dan kebun kelapa sawit. Habitat asli gajah sumatera sudah tidak lagi hutan, dan satwa bongsor tersebut kerap dianggap warga sebagai hama yang merusak kebun kelapa sawit.
Baca juga: BKSDA: Tiga ekor gajah Sumatera resahkan warga Batanghari
"Perkiraan sementara kemungkinan sakit karena badannya utuh. Dia gajah betina tak ada gading jadi kemungkinan juga bukan mati akibat perburuan," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono di Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan tim dari BBKSDA Riau langsung menuju ke lokasi kematian gajah Dita di Balai Raja Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, untuk melakukan nekropsi atau bedah bangkai. Hasil identifikasi awal, lanjutnya memang benar bahwa bangkai tersebut adalah gajah Dita yang berusia lebih dari 25 tahun.
Baca juga: Gajah sumatera berkaki buntung ditemukan mati di Riau
Hal tersebut diperkuat dengan tanda fisik pada kaki kiri gajah yang buntung sebagian akibat pernah terkena jerat pada tahun 2014.
"Perkiraan kematian, identifikasi diperkirakan sudah lima hari. Hasil lengkap nanti setelah tim medis melakukan nekropsi untuk memastikan penyebab kematiannya," ujar Suharyono.
Gajah malang tersebut selama ini menderita karena kaki kiri bagian depan tidak utuh lagi pada bagian tapaknya akibat terkena jerat pada sekitar tahun 2014. Pegiat lingkungan bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau berulangkali mengobati gajah betina tersebut dan akhirnya memberi nama Dita.
Baca juga: BKSDA Jambi kembalikan tiga gajah sumatera ke habitatnya
Suharyono menyatakan pengobatan pernah dilakukan pada 2014 hingga 2017. Namun, luka itu tidak kunjung sembuh dan menyebabkan kaki kiri Dita buntung.
Lokasi matinya gajah merupakan bagian dari Suaka Margasatwa Balai Raja yang kondisinya banyak beralih fungsi dari hutan menjadi permukiman warga, kantor pemerintahan dan kebun kelapa sawit. Habitat asli gajah sumatera sudah tidak lagi hutan, dan satwa bongsor tersebut kerap dianggap warga sebagai hama yang merusak kebun kelapa sawit.
Baca juga: BKSDA: Tiga ekor gajah Sumatera resahkan warga Batanghari
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: