Jakarta (ANTARA) - Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai Indonesia bisa memanfaatkan peluang dari resesi ekonomi global yakni dengan menarik jaringan produksi internasional untuk berinvestasi di Tanah Air.

"Itu bisa terjadi kalau kita terintegrasi dengan perekonomian dunia," kata Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri ketika dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi RI yang positif menjadi salah satu indikator bahwa resesi ekonomi global tidak memberikan dampak negatif bagi Indonesia.

Untuk itu, indikator yang harus dipastikan diantaranya stabilitas politik dan ekonomi Tanah Air yang stabil serta ekosistem investasi yang mendukung seperti aturan yang memudahkan pelaku usaha.

Baca juga: CSIS nilai demo buruh dapat turunkan kinerja industri

Ekosistem itu di antaranya kemudahan perizinan, pemenuhan tenaga kerja dan bahan baku untuk menarik investasi perusahaan luar negeri ke Indonesia.

Yose menilai peluang dan kesempatan itu harus digenjot meski Indonesia dianggap belum optimal terintegrasi dengan perekonomian dunia, dibandingkan negara tetangga Thailand dan Vietnam.

Integrasi dengan perekonomian dunia, kata dia, menghadirkan dua sisi, yakni menjadi tujuan investasi, tapi sisi lainnya berpotensi kena dampak negatif dari resesi ekonomi global.

Ia menjelaskan Vietnam dan Thailand bisa terintegrasi dengan perekonomian dunia karena negara itu memiliki tingkat impor yang tinggi, bahkan lebih dari 60 persen seperti di Vietnam.

Sedangkan, Indonesia, lanjut dia, tingkat impor mencapai 18 persen dari PDB.

"Investasi luar negeri di Indonesia itu hanya sekitar dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan Thailand sebesar 3,5 hingga 4 persen dan Vietnam 6,5 persen," ucapnya.

Yose menambahkan meski resesi ekonomi baru sebatas perkiraan, namun resesi itu ditandai dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam waktu dua kuartal secara terus menerus.

Perlambatan pertumbuahan ekonomi itu, lanjut dia, dipengaruhi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.

Akibat perang dagang itu, dunia usaha di China merelokasi atau reorganisasi produksinya ke negara tetangga Indonesia seperti Vietnam dan Thailand.

Berdasarkan laporan dari Bank Dunia pada September 2019 menyebutkan dunia usaha keluar dari China namun beralih ke negara tetangga Indonesia yang disebut lebih menarik.

Dalam laporan bertajuk Implikasi dan Risiko Global terhadap Indonesia itu disebutkan memindahkan pabrik dari China ke Indonesia berisiko, rumit, dan membutuhkan waktu setahun.

Sedangkan kawasan lain seperti Vietnam, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Singapura prosesnya lebih singkat.

Perusahaan mesin cuci asal Korea disebutkan memindahkan pabriknya dari China ke Vietnam dan Thailand dalam waktu 60 hari setelah Amerika Serikat menaikkan tarif tahun 2016.

Bank Dunia melanjutkan pada Juni dan Agustus 2019, 33 perusahaan China berencana mendirikan pabrik atau memperluas produksi di luar negeri, 23 di antaranya di Vietnam.

Sisanya, beralih ke Kamboja, India, Malaysia, Meksiko, Serbia dan Thailand.

Tahun 2017, sebanyak 73 perusahaan Jepang memindahkan operasi dari Jepang, China dan Singapura ke Vietnam, 43 lainnya ke Thailand, 11 ke Filipina dan hanya 10 perusahaan ke Indonesia.

Baca juga: CSIS: Penurunan BI rate tahan potensi perlambatan sektor konsumsi
Baca juga: CSIS optimistis unjuk rasa tidak pengaruhi ekonomi RI