Kupang (ANTARA) - Keinginan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat menutup Pulau Komodo pada 2020 akhirnya kandas.
Rapat kordinasi (Rakor) tingkat Menteri dan Gubernur NTT, di Jakarta, Senin (30/9) memutuskan Pulau Komodo tidak ditutup, namun dikelola secara bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, guna menuju kawasan wisata berkelas dunia.
Keputusan ini tentu menjadi kabar gembira bagi dunia pariwisata karena Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat batal ditutup dan penduduk yang bermukim di kawasan wisata tingkat dunia itu tidak direlokasi.
“Yang akan dilakukan ialah penataan dalam kewenangan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemda NTT. Tujuannya untuk kepastian usaha, kehidupan masyarakat, konservasi satwa komodo, wisata kelas dunia, serta investasi,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya usai Rakor) yang dipimpin Menko Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, akhir September.
Rakor yang juga dihadiri Menteri Pariwisata, Arief Yahya dan Gubernur NTT, Victor Buntilu Laiskodat itu
juga membahas berbagai kekurangan dalam hal sarana dan prasarana yang menjadi perhatian untuk pengembangan seperti kapasitas ranger, sarana patroli, pemandu wisata yang terlatih, fasilitas toilet, dermaga, dan lain-lain, demi menjadi wisata kelas dunia.
Menurut Siti Nurbaya, kewenangan bersama tersebut akan mencakup pada pembenahan spot-spot wisata, dukungan manajemen, promosi, pemandu wisata, ranger, patroli, dan floating ranger station serta pusat riset komodo.
Semua hal tersebut paralel dengan investasi di kawasan wisata yang sesuai aturan dalam kerja sama pengelola dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan swasta atau melalui perizinan swasta dan pengembangan wisata khusus konservasi dan petualangan di alam liar.
”Kawasan wisata Pulau Komodo lebih baik ditata bersama dalam kewenangan bersama dan tidak akan ada relokasi penduduk,” tegas Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya menegaskan segera menetapkan keputusan dan beberapa hal yang bisa dilaksanakan hingga akhir tahun 2019 dan tahun 2020 dalam rangka penataan Pulau Komodo sebagai kawasan konservasi.
Identifikasi Masalah
Menurut Siti Nurbaya, tim terpadu telah melakukan identifikasi terhadap kompleksitas permasalahan di wilayah Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site sejak 1991 yang sebelumnya ditetapkan sebagai cagar biosfir dunia pada 1977 silam.
Beberapa masalah tersebut meliputi persoalan distribusi pengembangan paket wisata dengan minat khusus, pariwisata publik, dan atraksi wisata yang bisa dieksplorasi seperti safari malam, satwa kakatua jambul kuning dan lain-lain.
Tidak sebatas itu, aktivitas menyelam, snorkeling, dan tracking yang marak terjadi di kawasan perairan Pulau Komodo juga menjadi perhatian serius pemerintah, termasuk regulasi tiket, pajak serta retribusi dan integrasi pembiayaan atau biaya-biaya yang dipungut dari wisatawan, agar menjadi terpadu dan jelas, baik di Labuan Bajo maupun di kawasan Taman Nasional Komodo.
Daya tarik Pulau Komodo telah memikat wisatawan mancanegara dari berbagai pelosok dunia untuk berkunjung ke Pulau Komodo guna melihat reptil raksasa yang ditemukan pada 1910 dengan ukuran yang beragam mulai berkuran 2,5 meter hingga 2,9 meter, bahkan memiliki ukuran 3,11 meter itu.
Saat ini populasi komodo kawasan Taman Nasional Komodo terdapat 2.897 ekor tersebar di Pulau Komodo 1.727 ekor dan di Pulau Rinca 1.049 ekor.
Tak hanya itu, Komodo juga ditemukan sekitar Pulau Gili Motang dan Pulau Nusa Kode dengan jumlah sekitar 50 hingga 60 ekor.
Kartu Anggota
Kawasan wisata Pulau Komodo memang tidak jadi ditutup, namun Pemerintah Pusat dan Pemprov NTT segera menerapkan pembatasan jumlah wisatawan lewat pemberlakuan kartu keanggotaan untuk mendukung penataan ulang dan konservasi Pulau Komodo.
"Pulau Komodo tidak ditutup, kita lakukan penataan bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (NTT) serta pihak terkait. Dibuat aturan pembatasan jumlah wisatawan ke Pulau Komodo dengan tiket kapasitas kunjungan wisatawan," kata Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia mengatakan,pengaturan tiket akan dilakukan dengan sistem kartu keanggotaan tahunan yang bersifat premium.
Untuk keanggotaan premium diarahkan ke Pulau Komodo langsung, tempat satwa komodo besar berada. Sementara wisatawan mancanegara yang tidak memiliki kartu premium diarahkan ke lokasi lain yang juga menjadi habitat Komodo.
"Nanti mereka (nonpremium) akan diarahkan ke komodo yang kecil seperti di Pulau Rinca. Jadi, mereka hanya bisa di sana, tidak bisa ke mana-mana lagi," jelasnya.
Deputi Bidang Infrastruktur Kemenko Kemaritiman, Ridwan Djamaluddin menambahkan dalam penataan Pulau Komodo akan dibangun Pusat Riset Komodo serta penataan kapal pesiar yang masuk ke wilayah Pulau Komodo dan Labuan Bajo.
Penataan itu menyangkut rute, logistik, dan penanganan sampah.
“Kita juga harus membangun sarana dan prasarana wisata alam berstandar internasional dan membangun sarana prasarana pendukung yang memadai di luar kawasan Pulau Komodo ini,” ujarnya.
Sejalan
Hasil kesepakatan dalam rakor itu sudah sejalan dengan program Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) serta impian Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menghendaki Kawasan Taman Nasional Komodo dikelola menjadi wisata eksklusif dan mahal bagi para wisatawan dari seluruh dunia.
Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat langsung memproklamirkan bahwa para pengunjung yang ingin menyaksikan komodo harus membayar biaya yang mahal.
“Sesuatu yang unik ini tidak lagi punya harga. Bagi wisatawan mancanegara yang masuk ke Pulau Komodo harus bayar 500 dolar Amerika," kata Viktor Bungtilu Laiskodat dalam berbagai kesempatan.
“Kita punya komodo, tapi kita tidak dapat apa-apa. Jika kapal yang masuk ke area Taman Nasional Komodo, maka harus membayar 50.000 dolar AS. Komodo itu hanya satu-satunya di dunia, itu berarti tidak semua orang datang. Siapa pun bisa datang ke Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo tetapi tidak berkesempatan bisa melihat komodo, karena kalau mau lihat harus bayar mahal,” tegasnya.
Presiden Jokowi pada kunjungannya ke Labuan Bajo pada Juli 2019 pun berjanji akan membuat desain besar, di mana area konservasi akan dipisahkan dengan area wisata, begitu juga dengan kuota turisnya.
"Kita ingin Pulau Komodo betul-betul lebih ditujukan untuk konservasi sehingga turis di situ dibatasi, ada kuota, bayarnya mahal. Apabila tidak mampu bayar tidak usah ke sana," kata Presiden Jokowi saat itu.
Artikel
Pulau Komodo menuju wisata mahal, berkelas dunia
Oleh Benediktus Sridin Sulu Jahang
7 Oktober 2019 11:55 WIB
Ilustrasi: Pulau Komodo (ANTARA Foto)
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: