Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM), Denny Indrayana berpendapat, fakta-fakta hukum yang ada di seputar kasus aliran dana BI ke DPR menunjukkan adanya keterlibatan seluruh anggota Dewan Gubernur (DG) BI. "Sudah jelas semuanya itu harus diperiksa," katanya di Jakarta, Jumat. Jika hal itu tidak dilakukan, ujarnya, jelas sekali KPK telah melakukan upaya penegakan hukum yang tebang pilih dalam menangani kasus itu. Kendati demikian, ia mengakui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih sulit untuk memasuki wilayah elite kekuasaan tersebut. "Sekarang ini beranikah KPK memasuki elite kekuasaan itu. Seharusnya semua mantan Deputi Gubernur BI itu juga kena," katanya. Senada dengan Deny, Wakil Ketua Komisi III (bidang hukum) DPR Aziz Syamsuddin menyatakan bahwa penuntasan kasus aliran dana BI ke DPR itu menjadi salah satu batu ujian bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberangus praktik korupsi dan menegakkan hukum secara adil dan transparan. "Kasus ini menjadi tantangan bagi KPK untuk membuktikan apakah KPK tebang pilih dalam penegakan hukum memberantas korupsi atau tidak," ujarnya saat berbicara dalam acara Dialog Publik terbuka bertema "Kontroversi Aliran Dana BI ke DPR" belum lama ini di Jakarta. Menurut politisi Golkar itu, seharusnya semua pihak yang ada di dalam Dewan Gubernur BI turut bertanggung jawab dan bukan hanya mantan Gubernur BI Burhanudin Abdullah saja yang diproses hukum. "Dewan Gubernur itu selalu mengambil keputusan atas dasar kolektif kolegial. Lalu mengapa saat diperiksa hanya segelintir orang saja yang harus bertanggung jawab," katanya. Kasus dana BI ini bermula ketika RDG BI mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp100 miliar. Kasus tersebut menyeret mantan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI, Oey Hoy Tiong dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simadjuntak, menjadi tersangka oleh KPK. Selain itu juga mantan anggota DPR, Antony Zeidra Abidin dan anggota DPR, Hamka Yamdu turut menjadi tersangka.(*)