Jakarta (ANTARA) - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai harus memperkuat budaya ramah (hospitable culture) dalam menjalankan roda bisnisnya, terlebih bagi BUMN yang bergerak di sektor pelayanan publik.

"Hospitable culture" yang dimaksud adalah kemampuan memberikan pelayanan dan ikatan yang optimal kepada setiap pemangku kepentingan sebagai orientasi ramah tamah yang strategis.

"Budaya ramah penting yang harus dimiliki perusahaan di tengah perubahan peta bisnis ke depan. Tanpa hospitable culture, BUMN dalam jangka panjang sulit menjalankan bisnis dan mempertahankan reputasi korporasi," kata Bambang Eka Staf Khusus II Menteri BUMN, usai ujian akhir disertasi pada Program Doktor Ilmu Administrasi di Universitas Brawijaya Malang, Kamis.

Di samping mengejar keuntungan, BUMN juga harus mengedepankan aspek ekonomi, sosial, politik negara dan lingkungan, yang melibatkan partisipasi masyarakat sebagai wujud pelayanan maksimal kepada publik.

Baca juga: Pegadaian gandeng 10 BUMN dorong penjualan produk

Disertasi Bambang Eka berjudul "Transformasi Organisasi Sebagai Determinan Corporate Hospitality dan Pengaruhnya terhadap Corporate Sustainability Melalui Reputasi Korporasi".

Merujuk pada sampel disertasinya pada BUMN bidang kepelabuhan, Bambang menyatakan bahwa diperlukan transformasi organisasi bagi sebuah perusahaan untuk mencapai hospitable culture yang optimal.

Dua faktor penting dalam transformasi BUMN, yaitu pertama, aspek kepemimpinan strategis yang harus mengadopsi prinsip ambidextrous leadership atau pemimpin yang mampu menyeimbangkan orientasi jangka pendek dengan orientasi jangka panjang. Kedua, tata kelola organisasi yang membuka ruang bagi partisipasi publik dalam penetapan kebijakan strategis.

"BUMN juga harus mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabel. Membuka partisipasi publik dalam tata kelola perusahaan, sehingga mempercepat transformasi organisasi pada aspek kepemimpinan strategis, tata kelola korporasi, perbaikan budaya korporasi, infrastuktur bisnis dan keselarasan korporasi," ujarnya.

Variabel yang diuji secara empiris yakni kepemimpinan strategis, budaya organisasi, tata kelola korporasi, infrastruktur bisnis, keselarasan korporasi sebagai "determinan corporate hospitality".

Penelitian yang dilakukan menghasilkan model corporate sustainability yang bersifat lebih terintegrasi dan simultan, di mana konsep transformasi organisasi diletakkan sebagai determinan corporate hospitality. Selain itu, kepemimpinan strategis juga menjadi pendorong terkuat pembentukan corporate hospitality.

"Disertasi ini diharapkan menjadi sumber informasi untuk merancang strategi dan kebijakan perusahaan dalam mendorong pertumbuhan bisnis dan terwujudnya corporate sustainability di BUMN. Sekaligus menjadi solusi konkrit dalam memastikan bahwa praktik bisnis perusahaan tidak memicu dampak negatif lingkungan, sosial dan ekonomi," tutup Bambang Eka.

Baca juga: Empat BUMN bersinergi bangun BUMN Center senilai Rp2 triliun
Baca juga: Menteri Rini apresiasi inovasi LinkAja menjadi pembayaran baru KRL