Jakarta (ANTARA) - Ketua dan pendiri Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) Marzuki Darusman mengingatkan pentingnya masyarakat mendapat akses informasi terhadap suatu produk untuk mendapatkan kesehatan yang lebih baik.
"Saat ini pelaku bisnis telah melakukan beberapa upaya mengurangi risiko kesehatan melalui inovasi. Karenanya diperlukan akses terhadap informasi tersebut, baik dari pemerintah maupun perusahaan," kata Marzuki di Jakarta, Kamis.
Sebagai tanggapan atas isu tersebut, pihaknya telah melakukan penelitian tentang hak atas informasi dan inovasi ilmiah di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan produk alternatif atau yang kurang berbahaya.
Hasil studi dan rekomendasi penelitian tersebut disampaikan oleh FIHRRST kepada berbagai pemangku kepentingan di sebuah hotel di Jakarta pada 3 Oktober 2019.
Dibuka oleh Mualimin Abdi, Dirjen Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, acara ini dilanjutkan dengan diskusi yang dihadiri oleh di antaranya perwakilan Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Komisi Informasi Pusat (KIP), Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, Lakpesdam PBNU, PT Garam, dan MoVI.
Walau menyadari perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, pihaknya menyajikan rekomendasi pada bagian akhir hasil studi tersebut. Hasil studi dan rekomendasi selanjutnya disampaikan oleh FIHRRST kepada berbagai pemangku seperti pemerintah, pelaku usaha dan organisasi kemasyarakatan.
Agar publik dapat memiliki peran aktif untuk melindungi kesehatannya, publik harus memiliki akses ke produk-produk kurang berbahaya dengan pengetahuan yang cukup. Di sini, pemerintah harus terlibat dari tahap penelitian hingga dalam mengomunikasikan ke masyarakat, kata Marzuki.
Prof.Dr.drg. Achmad Syawqie, M.Kes., Pendiri dan Ketua dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) mengatakan perlunya dibuat peraturan perundang-undangan yang mencerminkan pemahaman terkini tentang sains dan teknologi secara transparan dan objektif.
Apabila departemen atau kementerian terkait telah mengevaluasi produk-produk tersebut, negara dapat mengizinkan pelaku usaha yang menghasilkan produk-produk alternatif untuk menjual produk-produk tersebut kepada masyarakat dengan batasan-batasannya, jelas Achmad.
Selanjutnya, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberikan informasi tersebut dengan cara yang mudah dipahami oleh publik. Sehingga perlu diteliti bagaimana cara warga mengonsumsi informasi, khususnya informasi tentang kesehatan.
Baca juga: Senam sehat bugar peringati HKN ke-50
Terutama pada faktor-faktor yang dapat menghambat penyebaran informasi yang akurat seperti buta huruf dan penolakan-penolakan dari masyarakat.
“Masyarakat berhak untuk memperoleh informasi terbuka. Upaya pemerintah untuk menyampaikan informasi harus lebih ditingkatkan melalui berbagai aplikasi kemajuan teknologi dan media, konsisten, dan memperkuat sistem informasi kesehatan,” ucap Dr. Ardini Raksanagara, dr., MPH dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran.
Pelaku usaha
Achmad juga menyampaikan pelaku usaha dapat mengambil pendekatan proaktif untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh produk-produk mereka.
Baca juga: Gaya hidup sehat untuk jantung sehat
Pelaku usaha tidak bisa hanya menunggu pemerintah untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang dirancang untuk melindungi pelanggan, namun harus juga proaktif menginformasikan kepada publik tentang inovasi ilmiah yang mungkin kurang berbahaya bagi kesehatan mereka.
Selain itu, pelaku usaha perlu membuat penelitian-penelitian yang mereka lakukan agar tersedia bagi komunitas akademik, ilmiah, dan/atau medis untuk dapat ditinjau secara independen, ungkapnya
Masyarakat diingatkan pentingnya hak informasi produk kesehatan
3 Oktober 2019 19:30 WIB
Ketua dan pendiri Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) Marzuki Darusman (ANTARA/HO/ FIHRRST)
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: