Solo (ANTARA) - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) hingga saat ini sudah memfasilitasi program sertifikasi untuk 11.358 tenaga ekonomi kreatif di dalam negeri.

"Tepatnya ada 16 subsektor yang masuk dalam ekonomi kreatif, tetapi belum semua tenaga kerjanya bisa disertifikasi," kata Direktur Harmonisasi Regulasi dan Standardisasi Bekraf Sabartua Tampubolon di Solo, Jawa Tengah, Kamis.

Ia mengatakan salah satu alasannya adalah belum setiap subsektor dilengkapi dengan keberadaan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan asesor. Padahal, dikatakannya, keberadaan keduanya merupakan sebagian syarat pelaksanaan sertitikasi.

"Sampai saat ini khusus di Bekraf baru memfasilitasi sebagian dari total subsektor ini, di antaranya batik, barista, animasi, kriya kayu ukir, dan musik. Sebetulnya tahun lalu kami juga memfasilitasi sertifikasi untuk fotografi, tetapi saat ini LSP-nya mau dibenahi dulu. Jadi tahun ini belum ada program sertifikasi untuk subsektor tersebut," katanya.

Meski demikian, lanjut dia, hingga akhir tahun ini Bekraf sudah menjadwalkan akan melakukan sertifikasi kepada ribuan tenaga kerja. Sampai dengan akhir tahun 2019, pihaknya menargetkan ada sebanyak 19.658 tenaga kerja di bidang ekonomi kreatif yang tersertifikasi.

Berdasarkan data statistik, kata Sabartua, ekonomi kreatif yang paling dominan berkembang di Indonesia yaitu kuliner. "Baru kemudian diikuti subsektor kriya dan fesyen," katanya.

Untuk terus mengembangkan subsektor yang ada, Bekraf punya rencana menjadikan Indonesia sebagai pusat fesyen muslim dunia."Jika rencana tersebut terealisasi, diharapkan bisa berdampak positif bukan hanya pada subsektor fesyen, tetapi juga bagi subsektor lain," kata Sabartua.

Baca juga: Kepala Bekraf "curhat" sulitnya besarkan kuliner RI di luar negeri

Baca juga: Bekraf Festival 2019 bakal digelar di Solo pada Oktober