Batik Ciprat karya penyandang disabilitas Magetan laku di pasaran
2 Oktober 2019 22:02 WIB
Sejumlah penyandang disabilitas tuna grahita di Desa Gebyok, Kecamatan Karangrejo, Magetaan, Jatim didampingi oleh Sheltered Workshop" (SW) Peduli Baskara memproduksi batik Ciprat. (ANTARA/HO)
Magetan (ANTARA) - Batik motif Ciprat karya para penyandang disabilitas intelektual atau tuna grahita terlatih di Desa Gebyok, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, tergolong laku dan diminati pasar.
Di bawah binaan "Sheltered Workshop" (SW) Peduli Baskara bekerja sama dengan Kementerian Sosial, puluhan penyandang disabilitas intelektual (PDI) atau tuna grahita terlatih tersebut mampu menghasilkan karya batik yang bernilai ekonomis.
"Sejauh ini ada sekitar 20 penyandang tuna grahita yang kami dampingi. Kami sangat terbuka untuk mendampingi penyadang disabilitas lainnya yang ingin bergabung. Tidak hanya tuna grahita saja," ujar Koordinator SW Peduli Baskara, Ari Dwi Pramiantoro, kepada wartawan di Magetan, Rabu.
Motif ciprat dipilih karena tergolong mudah. Adapun motif "ciprat" adalah corak dominan titik-titik, semburan, maupun semburat seolah berupa percikan air. Tahap pewarnaan pada kain batik tersebut akan menguatkan kesan percikan itu.
"Motif Ciprat Gebyok muncul karena yang mudah dan paling mungkin dilakukan para penyandang ini untuk menciptakan karya," kata dia.
Baca juga: LKY minta penjual jelaskan keaslian batik kepada konsumen
Setiap sore hari, para penyadang disabilitas tersebut membuat batik dengan didampingi tim pendamping SW. Dalam sehari mereka bisa menghasilkan hingga lima lembar kain batik Ciprat.
Sejak dikembangkan pada Mei 2019, kini batik Ciprat karya penyandang disabilitas intelektual di Desa Gebyok dipasarkan di Magetan hingga luar kota melalui pasar daring.
"Untuk harga ditetapkan Rp140 ribu per potongnya. Batik-batik tersebut telah dipasarkan ke Magetan dan sekitarnya. Selain itu juga Sumenep, Probolinggo, dan bahkan Jambi," katanya.
Ari menjelaskan ide memberi pelatihan tersebut, agar para penyandang disabilitas tidak dipandang rendah oleh masyarakat umumnya. Melalui kegiatan tersebut, mereka memiliki pekerjaan dan hasilnya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ia menambahkan Sheltered Workshop (SW) Peduli merupakan salah satu upaya menciptakan wadah atau lembaga pendampingan, pelatihan, dan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas intelektual (PDI) dalam masyarakat.
Program PDI diarahkan untuk menciptakan kemandirian melalui berbagai bimbingan oleh kelompok swadaya masyarakat dengan sejumlah kegiatan yang bernilai ekonomis produktif agar mereka memiliki penghasilan.
Melalui program tersebut harapannya tidak ada lagi penyandang disabilitas yang hidup rentan, terabaikan, termarginalkan, serta tidak berdaya.
Baca juga: Aktor "Dua Garis Biru" semangat promosikan batik
Baca juga: Perajin batik pelajari relief Candi Borobudur
Di bawah binaan "Sheltered Workshop" (SW) Peduli Baskara bekerja sama dengan Kementerian Sosial, puluhan penyandang disabilitas intelektual (PDI) atau tuna grahita terlatih tersebut mampu menghasilkan karya batik yang bernilai ekonomis.
"Sejauh ini ada sekitar 20 penyandang tuna grahita yang kami dampingi. Kami sangat terbuka untuk mendampingi penyadang disabilitas lainnya yang ingin bergabung. Tidak hanya tuna grahita saja," ujar Koordinator SW Peduli Baskara, Ari Dwi Pramiantoro, kepada wartawan di Magetan, Rabu.
Motif ciprat dipilih karena tergolong mudah. Adapun motif "ciprat" adalah corak dominan titik-titik, semburan, maupun semburat seolah berupa percikan air. Tahap pewarnaan pada kain batik tersebut akan menguatkan kesan percikan itu.
"Motif Ciprat Gebyok muncul karena yang mudah dan paling mungkin dilakukan para penyandang ini untuk menciptakan karya," kata dia.
Baca juga: LKY minta penjual jelaskan keaslian batik kepada konsumen
Setiap sore hari, para penyadang disabilitas tersebut membuat batik dengan didampingi tim pendamping SW. Dalam sehari mereka bisa menghasilkan hingga lima lembar kain batik Ciprat.
Sejak dikembangkan pada Mei 2019, kini batik Ciprat karya penyandang disabilitas intelektual di Desa Gebyok dipasarkan di Magetan hingga luar kota melalui pasar daring.
"Untuk harga ditetapkan Rp140 ribu per potongnya. Batik-batik tersebut telah dipasarkan ke Magetan dan sekitarnya. Selain itu juga Sumenep, Probolinggo, dan bahkan Jambi," katanya.
Ari menjelaskan ide memberi pelatihan tersebut, agar para penyandang disabilitas tidak dipandang rendah oleh masyarakat umumnya. Melalui kegiatan tersebut, mereka memiliki pekerjaan dan hasilnya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ia menambahkan Sheltered Workshop (SW) Peduli merupakan salah satu upaya menciptakan wadah atau lembaga pendampingan, pelatihan, dan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas intelektual (PDI) dalam masyarakat.
Program PDI diarahkan untuk menciptakan kemandirian melalui berbagai bimbingan oleh kelompok swadaya masyarakat dengan sejumlah kegiatan yang bernilai ekonomis produktif agar mereka memiliki penghasilan.
Melalui program tersebut harapannya tidak ada lagi penyandang disabilitas yang hidup rentan, terabaikan, termarginalkan, serta tidak berdaya.
Baca juga: Aktor "Dua Garis Biru" semangat promosikan batik
Baca juga: Perajin batik pelajari relief Candi Borobudur
Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: