Kediri (ANTARA) - Kurang lebih 100-an pusaka dan kitab kuno dipamerkan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, sebagai upaya mengenalkan kebudayaan dan sejarah pada para santri.

"Agenda ini adalah pameran kesejarahan. Salah satu tujuan ini penguatan ke para santri bahwa pesantren memiliki sejarah panjang dalam ikut andil menjaga NKRI," kata Ketua Panitia Pameran Kesejaharan di Pesantren Lirboyo Kota Kediri Imam Mubarok di Kediri, Rabu.

Baca juga: Olimpiade "kitab kuning" se-Jatim diikuti 200 santri

Kegiatan tersebut bekerjasama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Pesantren Lirboyo Kediri serta Lembaga Seniman Kebudayaan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU Kediri. Acara ini digelar mulai 1-4 Oktober 2019.

Dalam acara ini, banyak foto, benda-benda peninggalan pendiri pondok, kitab hingga barang pusaka dipamerkan. Beberapa misalnya bedug pertama di Masjid Lawang Songo Pesantren Lirboyo, kursi roda romo KH Marzuqi Dahlan, dan beberapa peninggalan lainnya.

Baca juga: Menag ajak santri penuhi konten internet dengan ajaran kyai

"Lirboyo Kediri adalah salah satu bagian dari Resolusi Jihad. Pencetusnya adalah KH Hasyim Asyari, sedangkan penggerak salah satu di era kemerdekaan adalah KH Mahrus Ali, salah satu muasis Pesantren Lirboyo," ujar dia.

Ia menambahkan sebuah karya tidak hanya edukasi dalam bentuk audio visual tapi karya seperti kitab muasis seperti KH Abdul Karim, lalu pendiri Pesantren Al Falah, Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri KH Djazuli Utsman dan hal lain yang merupakan bagian dari pesantren.

Baca juga: 10 Ribu Kiai Hadiri Seabad Pesantren Lirboyo

Dengan kegiatan tersebut, kearifan lokal itu merupakan salah satu khasanah ke-Indonesiaan tetap terjaga dari dulu hingga sekarang ini. Salah satu caranya dengan melestarikan kebudayaan salah satunya keris yang juga telah diakui oleh Unesco.

Barok mencontohkan, dalam kegiatan ini juga dipamerkan keris tangguh kahuripan yang disebut dibuat di era Kahuripan sebelum Kerajaan Kadiri. Keris ini salah satu koleksi dari KH Imam Yahya Mahrus putra pertama KH Ali Mahrus.

"Ini salah satu koleksi. Beliau juga cinta kebudayaan. Bagian dari kebudayaan dan bukti konkret ikut melestarikan sejarah dan kebudayaan," kata dia.

Untuk santri, dirinya berharap mereka bisa berpikir lebih luas mengingat muasis pondok pesantren bukan hanya seorang alim ulama tapi juga pejuang yang istikomah dalam menjalankan tugasnya.

Sementara itu, Musafak, salah seorang santri mengaku senang bisa melihat pameran ini. Barang yang dipamerkan sangat luar biasa, karena peninggalan ini nilainya tidak terharga.

Infografis:
RUU Pesantren disahkan


"Ini sangat luar biasa, karena ini peninggalan. Saya juga baru pertama kali melihat, bahagia melihat peninggalan beliau, menambah rasa bangga pada pondok yang tercinta ini," kata Musafak.

Dalam kegiatan ini, selain terdapat pameran benda pusaka serta kitab, juga terdapat kegiatan halaqoh penguatan nilai kebangsaan di pesantren. Acara tersebut juga dihadiri budayawan KH D Zawawi Imron.