Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Perhubungan bersinergi guna meningkatkan perlindungan dan kompetensi dari awak kapal penangkapan ikan.

"Ini harus kita perhatikan, agar awak kapal penangkapan ikan bisa terhindar dari D3 (dirty, dangerous, difficult), diharapkan ke depannya menjadi C3 (clean, clear, competent)," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dalam acara Peluncuran Peraturan Presiden No 18/2019 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Awak Kapal Penangkapan Ikan di Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta, Rabu.

Menurut Luhut, peningkatan kompetensi serta sekaligus melindungi awak kapal penangkapan ikan merupakan hal yang penting guna menyelaraskan upaya pemerintah yang ingin membuat industri perikanan sebagai salah satu soko guru perekonomian nasional.

Menko Maritim juga menegaskan agar berbagai pilar perlindungan perlu dilengkapi dengan penguatan regulasi, seperti diberlakukannya Perpres No 18/2019 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Standar Pelatihan, Sertifikasi dan Dinas Jaga bagi Awak Kapal Penangkapan Ikan.


Baca juga: Sertifikasi HAM atasi eksploitasi pekerja bidang usaha perikanan
Baca juga: Pengamat dorong pengusaha perikanan tingkatkan perlindungan ABK

"Seluruh K/L (Kementerian/Lembaga) agar bisa menindaklanjuti implementasi amanat konvensi ini," katanya.

Menko Maritim juga menegaskan agar tidak hanya seremonial saja, tetapi berbagai pihak terkait juga mengecek pelaksanaan di lapangan.

Sebelumnya, pengamat sektor kelautan dan perikanan Moh Abdi Suhufan meminta berbagai institusi terkait agar menyelaraskan beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan ABK kapal ikan WNI yang bekerja di luar negeri.

Moh Abdi Suhufan menyatakan saat ini pemerintah perlu melakukan sinkronisasi aturan dan menetapkan kementerian mana yang menjadi leading sector dalam mengatur terkait penempatan ABK kapal ikan asal Indonesia di luar negeri.

"Saat ini ada tiga regulasi setingkat UU yang memungkinkan pengiriman ABK kapal ikan keluar negeri sesuai dengan kepentingan dan mekanismenya masing-masing," kata Abdi Suhufan.

Abdi yang juga menjabat sebagai Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) itu mengungkapkan tiga UU itu adalah UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Ia berpendapat bahwa keberadaan ketiga UU tersebut dan turunannya membuat kebingungan dan menjadi celah terjadinya pelanggaran. "Hal ini menyebabkan ketidaksatuan proses pelayanan dan belum adanya standar dokumen bagi pekerja tersebut," kata Abdi.

Baca juga: KKP-LSM kerja sama dukung penambahan peninjau kapal ikan
Baca juga: KKP Siapkan Pekerja Perikanan Terlatih