Kembalikan lahan gambut ke kodratnya, kata Kepala BNPB
1 Oktober 2019 16:09 WIB
Arsip Foto. Anggota Satuan Tugas Karhutla Riau berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (24/9/2019). (ANTARA/Rony M)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo menekankan pentingnya mengembalikan lahan gambut ke kodratnya guna mencegah bencana kebakaran hutan dan lahan berulang.
"Kembalikan gambut sebagaimana kodratnya, yaitu basah, berair, dan berawa," katanya dalam siaran pers BNPB pada Selasa, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.
Ia mengatakan bahwa gambut yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk merupakan batu bara muda. Jika mengering, maka gambut tersebut akan sangat mudah terbakar dan sulit dipadamkan.
Pemadaman kebakaran yang terjadi di lahan gambut yang kering dengan kedalaman beragam sampai 30 meter, menurut dia, sangat sulit. "Baik oleh personel darat, pengeboman air, bahkan dengan hujan buatan," katanya.
Cara yang paling baik untuk mencegah kebakaran lahan gambut berulang, menurut dia, adalah memulihkan ekosistem lahan gambut, termasuk mengembalikan lahan gambut menjadi lahan yang basah, berair, dan berawa.
Baca juga: BNPB minta daerah fokus cegah kebakaran lahan gambut
Menurut data BNPB, luas area hutan dan lahan yang terbakar dari awal tahun hingga Agustus 2019 total 328.724 hektare yang meliputi 239.161 hektare lahan mineral dan 89.563 hektare lahan gambut.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat area hutan dan lahan yang terbakar paling luas di Nusa Tenggara Timur.
Kebakaran hutan dan lahan di wilayah itu, menurut Doni, berbeda dengan yang terjadi di enam provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, yang utamanya terjadi di lahan gambut sehingga sulit dipadamkan dan memunculkan kabut asap.
Data citra satelit Lapan dalam 24 jam terakhir menunjukkan 697 titik panas indikasi awal kebakaran hutan dan lahan tersebar di wilayah Sumatera Selatan (106), Jambi (46), Kalimantan Selatan (148), dan Kalimantan Tengah (65). Titik panas tidak terdeteksi di wilayah Riau dan Kalimantan Barat.
Hingga saat ini, 29.039 personel telah diturunkan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan. Sebanyak 45 helikopter juga sudah dikerahkan untuk melakukan patroli dan pengeboman air.
Selain itu, BPPT dan TNI sudah menebar 228 ton garam untuk memicu hujan melalui penerapan teknologi modifikasi cuaca.
Doni mengapresiasi peran TNI, Polri, KLHK, BMKG, BPPT, Manggala Agni, BPBD, warga, dan sukarelawan yang terlibat dalam upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan.
"Mereka yang memadamkan api adalah para pejuang kemanusiaan," katanya.
Baca juga:
Pakar: Pengembalian fungsi gambut langkah nyata cegah karhutla
LIPI ungkap penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut
"Kembalikan gambut sebagaimana kodratnya, yaitu basah, berair, dan berawa," katanya dalam siaran pers BNPB pada Selasa, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.
Ia mengatakan bahwa gambut yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk merupakan batu bara muda. Jika mengering, maka gambut tersebut akan sangat mudah terbakar dan sulit dipadamkan.
Pemadaman kebakaran yang terjadi di lahan gambut yang kering dengan kedalaman beragam sampai 30 meter, menurut dia, sangat sulit. "Baik oleh personel darat, pengeboman air, bahkan dengan hujan buatan," katanya.
Cara yang paling baik untuk mencegah kebakaran lahan gambut berulang, menurut dia, adalah memulihkan ekosistem lahan gambut, termasuk mengembalikan lahan gambut menjadi lahan yang basah, berair, dan berawa.
Baca juga: BNPB minta daerah fokus cegah kebakaran lahan gambut
Menurut data BNPB, luas area hutan dan lahan yang terbakar dari awal tahun hingga Agustus 2019 total 328.724 hektare yang meliputi 239.161 hektare lahan mineral dan 89.563 hektare lahan gambut.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat area hutan dan lahan yang terbakar paling luas di Nusa Tenggara Timur.
Kebakaran hutan dan lahan di wilayah itu, menurut Doni, berbeda dengan yang terjadi di enam provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, yang utamanya terjadi di lahan gambut sehingga sulit dipadamkan dan memunculkan kabut asap.
Data citra satelit Lapan dalam 24 jam terakhir menunjukkan 697 titik panas indikasi awal kebakaran hutan dan lahan tersebar di wilayah Sumatera Selatan (106), Jambi (46), Kalimantan Selatan (148), dan Kalimantan Tengah (65). Titik panas tidak terdeteksi di wilayah Riau dan Kalimantan Barat.
Hingga saat ini, 29.039 personel telah diturunkan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan. Sebanyak 45 helikopter juga sudah dikerahkan untuk melakukan patroli dan pengeboman air.
Selain itu, BPPT dan TNI sudah menebar 228 ton garam untuk memicu hujan melalui penerapan teknologi modifikasi cuaca.
Doni mengapresiasi peran TNI, Polri, KLHK, BMKG, BPPT, Manggala Agni, BPBD, warga, dan sukarelawan yang terlibat dalam upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan.
"Mereka yang memadamkan api adalah para pejuang kemanusiaan," katanya.
Baca juga:
Pakar: Pengembalian fungsi gambut langkah nyata cegah karhutla
LIPI ungkap penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut
Pewarta: Katriana
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: