Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputra (DS) yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait dengan pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di PJT II pada tahun anggaran 2017.

"Ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, KPK pada hari Senin telah memeriksa Djoko dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

Baca juga: KPK kembali panggil mantan Dirut Jasa Tirta II

Usai diperiksa, Djoko memilih bungkam saat dikonfirmasi awak media seputar kasus yang menjeratnya tersebut.

Selain Djoko, KPK juga telah menetapkan Andririni Yaktiningsasi (AY) seorang psikolog sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

KPK telah menetapkan dua tersangka tersebut pada tanggal 7 Desember 2018. Namun, untuk tersangka Andririni belum ditahan oleh KPK sampai saat ini.

Djoko Saputra selaku Direktur Utama Perum Jasa Tirta ll saat itu diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

Diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta ll pada tahun 2017.

Pada tahun 2016, setelah diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputra diduga memerintahkan melakukan relokasi anggaran.

Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.

Baca juga: KPK panggil mantan Dirut PJT II Djoko Saputra

Perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3,82 miliar dan perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta ll sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan senilai Rp5,73 miliar.

Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Setelah revisi anggaran, Djoko kemudian diduga memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.

Dalam pelaksanaan kedua pekerjaan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT 2001 Pangripta.

Baca juga: Mantan Dirut: Tidak ada kerugian negara pengadaan konsultansi PJT II

Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp5.564.413.800,00.

Dengan perincian, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp3.360.258.000,00 dan perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sebesar Rp2.204.155.800,00.

Diduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

Diduga pelaksanaan lelang dilakukan rekayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara backdated.

Diduga kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.