Bangkok, Thailand (ANTARA News) - Jumlah orangutan turun tajam di hanya dua pulau tempat mereka hidup liar dan mereka akan menjadi spesies kera tak berekor pertama yang akan punah apabila tidak ada tindakan penyelamatan yang dilakukan, demikian sebuah penelitian baru mengatakan. Penurunan jumlah yang terjadi di Indonesia dan Malaysia sejak 2004 seringkali disebabkan oleh pembalakan liar dan perluasan perkebunan kelapa sawit, menurut Serge Wich, ilmuan di pusat penelitian Great Ape Trust di Iowa Sabtu lalu. Penelitian tersebut menemukan populasi orangutan di pulau Sumatra, Indonesia, turun hampir 14 persen sejak 2004. Itu juga menggambarkan populasi di pulau Kalimantan, yang terbagi menjadi wilayah antara Malaysia, Brunai dan Indonesia, turun sebesar 10 persen. Peneliti hanya melakukan survey di daerah Kalimantan yang masuk wilayah Indonesia dan Malaysia. Dalam penelitiannya, Wich dan 15 rekannya mengatakan, penurunan jumlah yang terjadi di Borneo dalam “kisaran yang menakutkan”, tetapi yang paling membuat mereka cemas adalah Sumatra, dimana jumlah populasi menunjukan “penurunan yang sangat cepat”. “Jika usaha keras tidak dilakukan secepatnya, ini akan menjadi sepesies gorilla pertama yang akan punah,” tulis para peneliti dikutip MSNBC. Jumlah orangutan di Sumatra telah turun dari 7.500 menjadi 6.600 ekor bersamaan dengan turunnya jumlah di Kalimantan dari 54.000 hingga menjadi sekitar 49.600, menurut survei terancamnya primata yang muncul bulan ini di jurnal ilmu pengetahuan Oryx. “Sangat mengecewakan bahwa disana masih terjadi penurunan jumlah walaupun terdapat banyak tempat konservasi yang berusia lebih dari 30 tahun” ujar Wich. Indonesia dan Malaysia adalah Negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar, yang secara agresif terus memperluas perkebunannya ditengah–tengah permintaan biofuel yang dianggap lebih bersih dan lebih murah dibanding bensin. Morotarium Wich dan rekan–rekannya mengatakan disana terdapat “Optimisme kewaspadaan” bahwa orangutan bisa diselamatkan, tidak ada inisiatif baru dari pemimpin Indonesia. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menghimbau untuk menyelamatkan populasi orangutan di konfrensi iklim PBB tahun lalu, dan gubernur Aceh menegaskan moratorium tentang penebangan. Sejalan dengan harapan itu Indonesia akan melindungi jutaan hektar hutan sebagai bagian dari perjanjian iklim PBB yang efeknya akan dapat dirasakan pada 2012. perjanjian tersebut diharapkan juga mencakup tindakan yang akan memberikan penghargaan kepada Negara tropis seperti Indonesia dalam menghentikan penebangan hutan. “Terdapat tanda – tanda yang baik dengan banyaknya kebijakan politik, terutamadi Aceh untuk menyelamatkan hutan” ujar Wich, menambahkan bagaimanapun masih banyak yang perlu dilakukan. Mengarah ke Kepunahan Michelle Desilets, Direktur pembangunan dari Yayasan penyelamatan orangutan Kalimantan – inggris, memuji penelitian terhadap sumbangan pertama yang meliputi populasi spesies. “Apa yang terjadi jika jumlah penurunan bertambah, dan jika tidak dilakukan sesuatu terhadap Orangutan secara cepat menuju kepunahan, apakah dua, lima atau 10 tahun,” menurut Desilets melalui e-mail. Di dalam laporan mereka, para peneliti merekomendasikan bahwa pelaksanaan hukum akan mendorong mengurangi perburuan terhadap orangutan untuk di konsumsi dan diperjualbelikan. Kesadaran lingkungan di level lokal juga harus ditingkatkan. “Adalah sangat penting untuk melakukan pembiayaan terhadap penelitian lingkungan dalam skala lokal dan juga pelaksanaan hukum yang kuat,” menurut penelitian. Mengembangkan mekanisme untuk memastikan yang terjadi adalah tantangan untuk konservasi orangutan”. Penelitian tersebut adalah yang terbaru setelah banyak riset memprediksi kepunahan orangutan. Pada bulan Mei, Pusat perlindungan orangutan mengatakan hanya 20.000 dari primate yang terancam tersisa di hutan tropis Kalimantan tengah, turun dari 31.300 di 2004. Berdasarkan perkiraan, disimpulkan bahwa orangutan mungkin dapat punah pada 2011. (*)