Mahasiswa IMM Surakarta gelar refleksi aksi diam
27 September 2019 21:16 WIB
Seratusan mahasiswa tergabung Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bersama Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) se-Surakarta saat refleksi aksi diam di depan Mapolresta Surakarta, Jumat malam. (ANTARA/Bambang Dwi Marwoto)
Solo (ANTARA) - Seratusan mahasiswa tergabung Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bersama Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) se-Surakarta melakukan refleksi aksi diam sebagai bentuk solidaritas atas meninggalnya dua demonstran, di depan Markas Polres Kota Surakarta, Jumat malam.
Ratusan mahasiswa tersebut gelar refleksi dengan duduk membentuk lingkaran di depan pintu masuk Mapolresta Surakarta, kemudian menghidupkan lilin, menaburkan bunga tabur, meghaphone di tengah-tengah, serta mengibarkan bendera merah putih setengah tiang sebagai tanda bentuk solidaritas atas wafatnya demonstran korban represifitas oknum aparat kepolisian.
Menurut Ketua Umum IMM Cabang Kota Surakarta Abdul Afif mencermati penanganan peserta aksi oleh Kepolisian Republik Indonesia sudah mengarah pada tindakan brutal dengan melakukan penembakan yang telah menelan korban jiwa dari mahasiswa Universitas Halu Oleo dan pelajar di Jakarta.
Tindakan represif aparat Kepolisian terhadap mahasiswa sangat bertentangan dengan Peraturan Kapolri, yaitu Nomor 8/ 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolsian RI, dan Perkapolri Nomor 16/ 2006 tentang Pengendalian Massa.
"Tindakan represif aparat diberbagai daerah telah melukai proses demokrasi di Indonesia dan tidak sesuai dengan amanah reformasi," kata Abdul Afif.
Menurut dia, semangat reformasi masih terus mengalir sampai saat ini, dengan dibuktikan mahasiswa kembali bersuara untuk menegakkan kembali amanah reformasi, tetapi pihaknya kecewa atas tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oknum tersebut.
Pada aksi refleksi yang dihadiri oleh ratusan peserta tersebut dimulai dengan Sholat Gaib, kemudian dilanjutkan dengan hening cipta, menyanyikan lagu gugur bunga, dan ibu pertiwi, dan diakhiri dengan aksi berdiam diri.
Massa aksi membentuk lingkaran dengan meghaphone, keranjang bunga, dan bendera yang dikibarkan setengah tiang berada di tengah lingkaran massa aksi. Meghaphone sebagai simbol alat perjuangan mahasiswa disandingkan dengan keranjang bunga untuk penghargaan atas perjuangan kawan yang telah gugur dalam medan perjuangan.
Menurut Faudin selaku koordinasi lapangan begitupun bendera yang dikibarkan setengah tiang sebagai penanda suasana duka mendalam bagi seluruh mahasiswa atas matinya keadilan di negeri ini.
"Kami mendesak pihak yang berwajib terutama Kapolri untuk mengusut tuntas pelaku penembakan dan segala bentuk represifitas aparat di berbagai daerah," katanya.
Pihaknya juga mendorong untuk seluruh elemen mahasiswa untuk tetap bersatu rapatkan barisan dalam melawan segala bentuk ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Massa melakukan gelar refleksi aksi diam yang dimulai sekitas pukul 19.00 WIB hingga berakhir pukul 21.00 WIB dan kemudian membubarkan diri.
Baca juga: Polisi kumpulkan bukti ungkap pelaku penembakan di Sultra
Baca juga: Kapolda Sultra: Ibu hamil ikut jadi korban penembakan
Baca juga: Polri: Penyebab mahasiswa Sultra tewas tunggu autopsi
Ratusan mahasiswa tersebut gelar refleksi dengan duduk membentuk lingkaran di depan pintu masuk Mapolresta Surakarta, kemudian menghidupkan lilin, menaburkan bunga tabur, meghaphone di tengah-tengah, serta mengibarkan bendera merah putih setengah tiang sebagai tanda bentuk solidaritas atas wafatnya demonstran korban represifitas oknum aparat kepolisian.
Menurut Ketua Umum IMM Cabang Kota Surakarta Abdul Afif mencermati penanganan peserta aksi oleh Kepolisian Republik Indonesia sudah mengarah pada tindakan brutal dengan melakukan penembakan yang telah menelan korban jiwa dari mahasiswa Universitas Halu Oleo dan pelajar di Jakarta.
Tindakan represif aparat Kepolisian terhadap mahasiswa sangat bertentangan dengan Peraturan Kapolri, yaitu Nomor 8/ 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolsian RI, dan Perkapolri Nomor 16/ 2006 tentang Pengendalian Massa.
"Tindakan represif aparat diberbagai daerah telah melukai proses demokrasi di Indonesia dan tidak sesuai dengan amanah reformasi," kata Abdul Afif.
Menurut dia, semangat reformasi masih terus mengalir sampai saat ini, dengan dibuktikan mahasiswa kembali bersuara untuk menegakkan kembali amanah reformasi, tetapi pihaknya kecewa atas tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oknum tersebut.
Pada aksi refleksi yang dihadiri oleh ratusan peserta tersebut dimulai dengan Sholat Gaib, kemudian dilanjutkan dengan hening cipta, menyanyikan lagu gugur bunga, dan ibu pertiwi, dan diakhiri dengan aksi berdiam diri.
Massa aksi membentuk lingkaran dengan meghaphone, keranjang bunga, dan bendera yang dikibarkan setengah tiang berada di tengah lingkaran massa aksi. Meghaphone sebagai simbol alat perjuangan mahasiswa disandingkan dengan keranjang bunga untuk penghargaan atas perjuangan kawan yang telah gugur dalam medan perjuangan.
Menurut Faudin selaku koordinasi lapangan begitupun bendera yang dikibarkan setengah tiang sebagai penanda suasana duka mendalam bagi seluruh mahasiswa atas matinya keadilan di negeri ini.
"Kami mendesak pihak yang berwajib terutama Kapolri untuk mengusut tuntas pelaku penembakan dan segala bentuk represifitas aparat di berbagai daerah," katanya.
Pihaknya juga mendorong untuk seluruh elemen mahasiswa untuk tetap bersatu rapatkan barisan dalam melawan segala bentuk ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Massa melakukan gelar refleksi aksi diam yang dimulai sekitas pukul 19.00 WIB hingga berakhir pukul 21.00 WIB dan kemudian membubarkan diri.
Baca juga: Polisi kumpulkan bukti ungkap pelaku penembakan di Sultra
Baca juga: Kapolda Sultra: Ibu hamil ikut jadi korban penembakan
Baca juga: Polri: Penyebab mahasiswa Sultra tewas tunggu autopsi
Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Tags: