Dipanggil Ombudsman, Apjatel siap jelaskan duduk perkara kabel udara
27 September 2019 20:48 WIB
Ilustrasi - Pekerja menarik kabel serat optik milik PT Telkom pada proyek pemeliharaan jaringan di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (20-3-2019). Pemeliharaan itu untuk menjamin kelancaran layanan jaringan telekomunikasi berbasis serat optik pascabencana. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/ama.
Jakarta (ANTARA) - Usai Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya memanggil Pemprov DKI Jakarta, Senin (23/9), untuk menyikapi perseteruan Pemprov DKI Jakarta dengan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) soal pemutusan kabel optik, mereka berencana akan memanggil Apjatel.
Ketua Umum Apjatel M. Arif Angga menyatakan kesiapannya dan mengapresiasi langkah cepat oleh Ombudsman untuk meminta keterangan Pemprov DKI Jakarta. Dia berharap dapat memberikan solusi yang terbaik bagi masalah kabel udara di Jakarta.
"Jika nanti Apjatel dipanggil oleh Ombdusman, kami siap hadir dan menjelaskan duduk perkaranya," kata Arif saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Ia menegaskan bahwa pihaknya bersedia untuk mendukung program penataan kabel udara seperti yang diinginkan Pemprov DKI dan Ombudsman.
"Kami berharap mediasi yang dilakukan dapat memberikan solusi yang saling menguntungkan sehingga konsumen telekomunikasi di Jakarta tidak dirugikan," tuturnya.
Baca juga: YLKI minta DKI stop pemotongan kabel serat optik
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Bina Marga, saat dipanggil Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, mengatakan bahwa dasar hukum pemotongan kabel adalah Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 yang intinya bahwa izin untuk kabel udara di Jakarta sudah tidak diperkenankan lagi.
Terkait dengan hal itu, Apjatel mengakui bahwa pihaknya, PLN, dan beberapa instansi pemerintah masih memasang kabel udara yang memang tidak sesuai dengan Perda No. 8/1999.
Akan tetapi, kata Arif, masih adanya pemasangan kabel udara di Jakarta juga dikarenakan Pemprov DKI tidak memberikan kemudahan kepada penyedia jasa infrastruktur telekomunikasi dan listrik untuk mengakses infrastruktur yang harusnya dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Pemasangan kabel udara oleh operator jaringan, PLN dan yang lainnya dikarenakan Pemda DKI tidak menyediakan sarana utilitas terpadu. Padahal, penyediaan sarana utilitas terpadu tersebut sudah diamanatkan dalam Perda No. 8 Tahun 1999. Jadi, kami bukan tak taat pada hukum dan tidak taat menjalankan peraturan daerah tersebut," ujar Arif.
Baca juga: Bina Marga akan penuhi panggilan Ombudsman Jakarta
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P. Nugroho mengatakan bahwa pihaknya yang telah memanggil Pemprov DKI yang diwakili Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan serta Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik, membutuhkan keterangan Apjatel sebagai prespektif lain.
"Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap pihak Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI sudah menyampaikan dasar hukum pemutusan kabel fiber optik tersebut kepada kami. Namun, Ombudsman masih memerlukan keterangan tambahan dari para pihak seperti Apjatel," kata Teguh saat dihubungi di lokasi lainnya.
Teguh melanjutkan prinsip penyelesaian yang akan dilakukan oleh Ombudsman dalam kasus ini adalah penegakan aturan sekaligus perlindungan pelayanan publik tanpa harus saling menegasikan satu dengan yang lainnya.
Rencana Ombudsman meminta keterangan Apjatel untuk melakukan konfirmasi informasi yang telah disampaikan oleh Pemprov DKI.
Tujuan Ombudsman semata-mata agar masalah kabel udara di Jakarta ini bisa menemukan soulsi terbaik, baik seluruh pihak maupun masyarakat.
Ombdusman mengatakan bahwa program Kegiatan Strategi Daerah (KSD) DKI Jakarta harus tetap berjalan dengan tepat waktu.
"Tampaknya Pemprov DKI Jakarta sepakat dengan Ombudsman untuk mencari titik temu permasalahan dengan Apjatel agar tidak mengorbankan konsumen telekomunikasi yang ada di Jakarta," ujar Teguh.
Keberadaan Kabel Udara
Selain dengan Apjatel, Ombudsman Jakarta Raya juga akan mengadakan konsiliasi para pihak, termasuk pemilik utilitas udara lainnya, seperti APJI, PLN, Telkom, Kemenhan, dan Korlantas dalam relokasi jaringan utilitas udara di Jakarta.
Terkait dengan keberadaan kabel udara tersebut, kata Arif, sebenarnya didorong oleh kebutuhan masyarakat dalam dunia telekomunikasi.
Di sisi lain, belum ada regulasi yang memadai dan utilitas terpadu sehingga muncul beberapa inisiatif untuk melakukan penggelaran kabel udara karena pertimbangan lebih cepat, mudah, murah, dan efiesien.
Baca juga: Ombudsman akan panggil Pemprov Jakarta terkait pemotongan kabel optik
Kalau berkaca lagi dan mungkin menghitung ulang, layanan fixed line atau broadband berkecapatan tinggi yang diterima oleh masyarakat pada saat ini berada di level harga yang sangat terjangkau dan cenderung tiap tahunnya lebih murah.
"Coba dibayangkan jika operator harus di bawah semua dengan biaya penggelaran yang bisa tiga kali lipat, masyarakat juga akan menerima harga di atas sekarang," ucapnya.
Kendati demikian, Arif menegaskan bahwa pihak Apjatel sejak awal mendukung program-program pemerintah untuk melayani kebutuhan masyarakat dan menjadikan kota Jakarta menjadi rapi.
"Kami ingin juga kemudahan dalam penggelaran jaringan serta kepastian regulasinya dari pemerintah, kami dapat duduk bersama. Ini goal-nya 'kan kita semua dapat melayani untuk kepentingan masyarakat yang lebih baik," ucapnya.
Baca juga: BAKTI gandeng asosiasi telekomunikasi untuk pakai Palapa Ring
Jika ditelusuri di lapangan saat ini, kata Arif, Apjatel sendiri sudah mengoordinasikan 12 kontraktor pelaksana untuk 54 ruas jalan dan akan terus bertambah.
Apjatel juga selalu menginformasikan semua pelaksanaan kepada pemda dan dinas terkait.
"Kami koperatif, lo, kita cari solusi bersama," ucap Arif.
Jika diminta oleh Ombudsman untuk membantu Pemprov DKI membangun sarana utilitas terpadu, anggota Apjatel bersedia untuk membantu Pemprov DKI. Tujuannya agar Jakarta bisa segera menjadi cyber city.
Namun, kata dia, kemampuan dalam membantu Pemprov DKI tersebut juga harus disesuaikan dengan kekuatan finansial yang dimiliki anggota Apjatel.
Ketua Umum Apjatel M. Arif Angga menyatakan kesiapannya dan mengapresiasi langkah cepat oleh Ombudsman untuk meminta keterangan Pemprov DKI Jakarta. Dia berharap dapat memberikan solusi yang terbaik bagi masalah kabel udara di Jakarta.
"Jika nanti Apjatel dipanggil oleh Ombdusman, kami siap hadir dan menjelaskan duduk perkaranya," kata Arif saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Ia menegaskan bahwa pihaknya bersedia untuk mendukung program penataan kabel udara seperti yang diinginkan Pemprov DKI dan Ombudsman.
"Kami berharap mediasi yang dilakukan dapat memberikan solusi yang saling menguntungkan sehingga konsumen telekomunikasi di Jakarta tidak dirugikan," tuturnya.
Baca juga: YLKI minta DKI stop pemotongan kabel serat optik
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Bina Marga, saat dipanggil Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, mengatakan bahwa dasar hukum pemotongan kabel adalah Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 yang intinya bahwa izin untuk kabel udara di Jakarta sudah tidak diperkenankan lagi.
Terkait dengan hal itu, Apjatel mengakui bahwa pihaknya, PLN, dan beberapa instansi pemerintah masih memasang kabel udara yang memang tidak sesuai dengan Perda No. 8/1999.
Akan tetapi, kata Arif, masih adanya pemasangan kabel udara di Jakarta juga dikarenakan Pemprov DKI tidak memberikan kemudahan kepada penyedia jasa infrastruktur telekomunikasi dan listrik untuk mengakses infrastruktur yang harusnya dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Pemasangan kabel udara oleh operator jaringan, PLN dan yang lainnya dikarenakan Pemda DKI tidak menyediakan sarana utilitas terpadu. Padahal, penyediaan sarana utilitas terpadu tersebut sudah diamanatkan dalam Perda No. 8 Tahun 1999. Jadi, kami bukan tak taat pada hukum dan tidak taat menjalankan peraturan daerah tersebut," ujar Arif.
Baca juga: Bina Marga akan penuhi panggilan Ombudsman Jakarta
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P. Nugroho mengatakan bahwa pihaknya yang telah memanggil Pemprov DKI yang diwakili Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan serta Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik, membutuhkan keterangan Apjatel sebagai prespektif lain.
"Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap pihak Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI sudah menyampaikan dasar hukum pemutusan kabel fiber optik tersebut kepada kami. Namun, Ombudsman masih memerlukan keterangan tambahan dari para pihak seperti Apjatel," kata Teguh saat dihubungi di lokasi lainnya.
Teguh melanjutkan prinsip penyelesaian yang akan dilakukan oleh Ombudsman dalam kasus ini adalah penegakan aturan sekaligus perlindungan pelayanan publik tanpa harus saling menegasikan satu dengan yang lainnya.
Rencana Ombudsman meminta keterangan Apjatel untuk melakukan konfirmasi informasi yang telah disampaikan oleh Pemprov DKI.
Tujuan Ombudsman semata-mata agar masalah kabel udara di Jakarta ini bisa menemukan soulsi terbaik, baik seluruh pihak maupun masyarakat.
Ombdusman mengatakan bahwa program Kegiatan Strategi Daerah (KSD) DKI Jakarta harus tetap berjalan dengan tepat waktu.
"Tampaknya Pemprov DKI Jakarta sepakat dengan Ombudsman untuk mencari titik temu permasalahan dengan Apjatel agar tidak mengorbankan konsumen telekomunikasi yang ada di Jakarta," ujar Teguh.
Keberadaan Kabel Udara
Selain dengan Apjatel, Ombudsman Jakarta Raya juga akan mengadakan konsiliasi para pihak, termasuk pemilik utilitas udara lainnya, seperti APJI, PLN, Telkom, Kemenhan, dan Korlantas dalam relokasi jaringan utilitas udara di Jakarta.
Terkait dengan keberadaan kabel udara tersebut, kata Arif, sebenarnya didorong oleh kebutuhan masyarakat dalam dunia telekomunikasi.
Di sisi lain, belum ada regulasi yang memadai dan utilitas terpadu sehingga muncul beberapa inisiatif untuk melakukan penggelaran kabel udara karena pertimbangan lebih cepat, mudah, murah, dan efiesien.
Baca juga: Ombudsman akan panggil Pemprov Jakarta terkait pemotongan kabel optik
Kalau berkaca lagi dan mungkin menghitung ulang, layanan fixed line atau broadband berkecapatan tinggi yang diterima oleh masyarakat pada saat ini berada di level harga yang sangat terjangkau dan cenderung tiap tahunnya lebih murah.
"Coba dibayangkan jika operator harus di bawah semua dengan biaya penggelaran yang bisa tiga kali lipat, masyarakat juga akan menerima harga di atas sekarang," ucapnya.
Kendati demikian, Arif menegaskan bahwa pihak Apjatel sejak awal mendukung program-program pemerintah untuk melayani kebutuhan masyarakat dan menjadikan kota Jakarta menjadi rapi.
"Kami ingin juga kemudahan dalam penggelaran jaringan serta kepastian regulasinya dari pemerintah, kami dapat duduk bersama. Ini goal-nya 'kan kita semua dapat melayani untuk kepentingan masyarakat yang lebih baik," ucapnya.
Baca juga: BAKTI gandeng asosiasi telekomunikasi untuk pakai Palapa Ring
Jika ditelusuri di lapangan saat ini, kata Arif, Apjatel sendiri sudah mengoordinasikan 12 kontraktor pelaksana untuk 54 ruas jalan dan akan terus bertambah.
Apjatel juga selalu menginformasikan semua pelaksanaan kepada pemda dan dinas terkait.
"Kami koperatif, lo, kita cari solusi bersama," ucap Arif.
Jika diminta oleh Ombudsman untuk membantu Pemprov DKI membangun sarana utilitas terpadu, anggota Apjatel bersedia untuk membantu Pemprov DKI. Tujuannya agar Jakarta bisa segera menjadi cyber city.
Namun, kata dia, kemampuan dalam membantu Pemprov DKI tersebut juga harus disesuaikan dengan kekuatan finansial yang dimiliki anggota Apjatel.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: