Amnesty International Indonesia minta hentikan penangkapan aktivis
27 September 2019 19:34 WIB
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid (kedua kiri), anggota Koalisi Masyarakat Sipil Bivitri Susanti (kiri), anggota Ombudsman Ninik Rahayu (kedua kanan), dan Koordinator KontraS Yati Andriyani (kanan) menjadi pembicara pada diskusi Hukum kasus Munir di Kantor YLBHI/LBH, Jakarta, Senin (23-9-2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Amnesty International Indonesia meminta pihak kepolisian untuk menghentikan penangkapan aktivis, kemudian menerbitkan SP3 untuk Dandhy Laksono dan membebaskan seluruh mahasiswa yang ditahan.
Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespons penangkapan Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu oleh Polda Metro Jaya.
"Penangkapan mereka berdua walau kemudian dilepas pada akhirnya, menunjukkan bahwa polisi justru menjauh dari nilai-nilai HAM yang harus mereka implementasikan dalam menjalankan tugas," kata Usman dalam siaran persnya, Jumat.
Menurut Usman, apa yang dilakukan kepolisian jelas merupakan bentuk pelanggaran HAM, khususnya atas jaminan kemerdekaan berpendapat.
Baca juga: Polisi sebut Dandhy diduga memprovokasi terkait isu Papua
"Mendukung aksi mahasiswa melalui daring crowd-funding bukanlah tindak pidana. Begitu pula, dengan menyatakan pendapat, mengekspos pelanggaran HAM di Papua, atau menggalang dukungan masyarakat dalam mengkritik kebijakan pemerintah melalui media sosial," katanya.
Secara spesifik, lanjut dia, polisi telah melakukan intimidasi terhadap Ananda Badudu dengan melakukan penangkapan walaupun setelah pemeriksaan polisi melepaskan dia dari semua sangkaan.
"Cara itu adalah intimidasi dengan menggunakan hukum. Pembebasan tersebut tidak menggugurkan pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh Polda Metro Jaya," katanya.
Untuk itu, pihaknya meminta Divisi Propam untuk memeriksa penyidik yang menangani dan menangkap Ananda Badudu.
"Penangkapan dan pemeriksaan atas Ananda tersebut tak seharusnya terjadi hanya karena dia melakukan aktivitas damai di media sosial. Itu adalah wujud partisipasi seorang warga negara yang ingin mengawal jalannya pemerintahan yang baik," jelasnya.
Baca juga: YLBHI: Dandhy dilepas tapi tetap tersangka
Usman juga menilai tindakan polisi melepaskan Dandhy tersebut tidaklah cukup tanpa diikuti dengan penghentian status hukum dari kasus yang diada-adakan tersebut.
"Polisi harus segera menghentikan kasus Dandhy dan mencabut status tersangkanya,” katanya.
Usman juga mengatakan bahwa pihaknya juga meminta Presiden Joko Widodo untuk konsisten atas pernyataannya yang menyatakan tetap akan menjaga demokrasi dengan memerintahkan Kapolri agar kepolisian membebaskan semua mahasiswa dan pelajar yang masih ditahan.
Pemerintah harus menghentikan cara-cara yang represif terhadap mahasiswa, pelajar, dan warga lainnya yang berdemonstrasi di sejumlah daerah belakangan ini.
Baca juga: Dandhy Laksono sudah diizinkan pulang
Usman mengatakan bahwa bentuk kriminalisasi, seperti yang terjadi pada Dandhy Dwi Laksono, Ananda Badudu, serta Veronica Koman harus segera diakhiri.
Jika tidak ada tindakan tegas dari Presiden Jokowi, menurut dia, dapat diartikan masyarakat bahwa Presiden ikut membiarkan terjadinya pelanggaran HAM.
"Komnas HAM dan Ombudsman RI juga harus proaktif untuk memeriksa penyidik Polda Metro Jaya guna menelusuri dugaan terjadinya pelanggaran HAM dan menyimpulkan apakah telah ada kepatuhan untuk menghormati HAM dan kaidah-kaidah administrasi dalam kasus Ananda Badudu dan Dandhy Laksono," katanya.
Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespons penangkapan Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu oleh Polda Metro Jaya.
"Penangkapan mereka berdua walau kemudian dilepas pada akhirnya, menunjukkan bahwa polisi justru menjauh dari nilai-nilai HAM yang harus mereka implementasikan dalam menjalankan tugas," kata Usman dalam siaran persnya, Jumat.
Menurut Usman, apa yang dilakukan kepolisian jelas merupakan bentuk pelanggaran HAM, khususnya atas jaminan kemerdekaan berpendapat.
Baca juga: Polisi sebut Dandhy diduga memprovokasi terkait isu Papua
"Mendukung aksi mahasiswa melalui daring crowd-funding bukanlah tindak pidana. Begitu pula, dengan menyatakan pendapat, mengekspos pelanggaran HAM di Papua, atau menggalang dukungan masyarakat dalam mengkritik kebijakan pemerintah melalui media sosial," katanya.
Secara spesifik, lanjut dia, polisi telah melakukan intimidasi terhadap Ananda Badudu dengan melakukan penangkapan walaupun setelah pemeriksaan polisi melepaskan dia dari semua sangkaan.
"Cara itu adalah intimidasi dengan menggunakan hukum. Pembebasan tersebut tidak menggugurkan pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh Polda Metro Jaya," katanya.
Untuk itu, pihaknya meminta Divisi Propam untuk memeriksa penyidik yang menangani dan menangkap Ananda Badudu.
"Penangkapan dan pemeriksaan atas Ananda tersebut tak seharusnya terjadi hanya karena dia melakukan aktivitas damai di media sosial. Itu adalah wujud partisipasi seorang warga negara yang ingin mengawal jalannya pemerintahan yang baik," jelasnya.
Baca juga: YLBHI: Dandhy dilepas tapi tetap tersangka
Usman juga menilai tindakan polisi melepaskan Dandhy tersebut tidaklah cukup tanpa diikuti dengan penghentian status hukum dari kasus yang diada-adakan tersebut.
"Polisi harus segera menghentikan kasus Dandhy dan mencabut status tersangkanya,” katanya.
Usman juga mengatakan bahwa pihaknya juga meminta Presiden Joko Widodo untuk konsisten atas pernyataannya yang menyatakan tetap akan menjaga demokrasi dengan memerintahkan Kapolri agar kepolisian membebaskan semua mahasiswa dan pelajar yang masih ditahan.
Pemerintah harus menghentikan cara-cara yang represif terhadap mahasiswa, pelajar, dan warga lainnya yang berdemonstrasi di sejumlah daerah belakangan ini.
Baca juga: Dandhy Laksono sudah diizinkan pulang
Usman mengatakan bahwa bentuk kriminalisasi, seperti yang terjadi pada Dandhy Dwi Laksono, Ananda Badudu, serta Veronica Koman harus segera diakhiri.
Jika tidak ada tindakan tegas dari Presiden Jokowi, menurut dia, dapat diartikan masyarakat bahwa Presiden ikut membiarkan terjadinya pelanggaran HAM.
"Komnas HAM dan Ombudsman RI juga harus proaktif untuk memeriksa penyidik Polda Metro Jaya guna menelusuri dugaan terjadinya pelanggaran HAM dan menyimpulkan apakah telah ada kepatuhan untuk menghormati HAM dan kaidah-kaidah administrasi dalam kasus Ananda Badudu dan Dandhy Laksono," katanya.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: