Jakarta (ANTARA) - Pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta, meminta aparat penegak hukum harus mengusut tuntas kemungkinan adanya anggota yang tidak taat prosedur terkait peristiwa tertembaknya mahasiswa peserta unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Kamis (26/9).

Dalam peristiwa ini, penjelasan Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara menyebutkan bahwa sesuai SOP dan instruksi Kapolri bahwa petugas yang mengamankan unjuk rasa mahasiswa tidak menggunakan senjata dengan peluru tajam, peluru karet maupun peluru hampa.

Baca juga: Polri investigasi dugaan kesalahan prosedur pengamanan demo Kendari
Baca juga: Presiden Jokowi sampaikan duka cita bagi dua mahasiswa Kendari


Meskipun demikian aparat penegak hukum tetap harus mengusut tuntas aksi penembakan kepada mahasiswa tersebut, kata Riyanta, dalam keterangan tertulisnya, Jumat.

Meskipun sudah dipastikan bahwa tidak ada petugas Polri yang membawa peluru tajam, peluru karet maupun peluru hampa, kata Riyanta, namun kemungkinan adanya anggota yang tidak taat masih bisa terjadi.

Selain itu, lanjutnya, kemungkinan adanya pihak lain yang mencoba memperkeruh suasana dengan melakukan aksi penembakan patut diwaspadai.

Dia juga mengatakan bahwa wilayah Sultra yang dekat dengan basis kelompok teroris di Poso merupakan wilayah rawan penyusupan oleh kelompok yang tidak asing dengan penggunaan senjata.

Aksi-aksi kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan beberapa tempat lainnya cukup kompleks, jelasnya.

Selain melibatkan banyak pihak dan banyak kepentingan namun nampak jelas bahwa unjuk rasa mahasiswa yang murni untuk menentang beberapa UU/RUU, aksi mereka juga ditunggangi oleh pihak anti pemerintah.

Untuk itu, aparat penegak hukum harus mengusut tuntas kemungkinan adanya anggota yang tidak taat prosedur dan dugaan adanya penyusupan dan cipta kondisi, yang mengakibatkan cederanya gerakan mahasiswa dan potensi terganggunya agenda pemerintah.

Baca juga: Wakapolri bertolak ke Kendari terkait mahasiswa tewas saat demo
Baca juga: Kapolda Sultra: Ibu hamil ikut jadi korban penembakan