PDPI: Kabut asap sebabkan dampak kesehatan jangka pendek dan panjang
27 September 2019 00:36 WIB
Ketua Pengurus Harian PDPI Dr. Agus Dwi Susanto memberi penjelasan kepada media usai Konferensi Pers PDPI untuk memperingati Hari Paru Sedunia di Kantor PDPI di Jakarta Timur, Kamis (26/9/19). (ANTARA/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dapat menyebabkan ganguan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang bagi masyarakat yang terkena dampak.
"Jadi dampaknya bisa jangka pendek dan jangka panjang," kata Ketua Pengurus Harian PDPI Dr. Agus Dwi Susanto kepada media usai Konferensi Pers PDPI untuk memperingati Hari Paru Sedunia di Kantor PDPI di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan dampak akut atau dampak jangka pendek akibat kabut asap setelah beberapa pekan atau beberapa bulan terekspos muncul karena penderita menghirup komponen polusi asap kebakaran hutan, baik yang berbentuk partikel maupun berbentuk gas.
Dia mengemukakan sebagian sebagian besar komponen asap tersebut bersifat iritan sehingga menyebabkan iritasi, mulai dari iritasi mata, iritasi hidung, saluran tenggorokan hingga saluran napas dan paru-paru.
Baca juga: Tim Kesehatan patroli mobil oksigen di daerah terdampak asap karhutla
Iritasi tersebut menimbulkan keluhan yang segera muncul seperti mata merah, gatal-gatal di hidung, bersin-bersin, sakit tenggorokan, batuk berdahak bahkan sesak napas.
Keluhan tersebut, berdasarkan penelitian di luar negeri dan oleh PDPI sendiri, muncul pada sebagian besar populasi yang terekspos kebakaran hutan dan lahan, sebagai dampak jangka pendek yang bisa terjadi terhadap masyarakat.
Kabut asap tersebut, kata dia dapat meningkatkan risiko serangan pada kelompok sensitif seperti bayi, balita, perempuan hamil, orang tua berusia lanjut selain juga meningkatkan risiko serangan terhadap orang-orang yang sudah memiliki penyakit asma, paru kronis dan jantung.
"Pada orang-orang yang memiliki asma, maka serangan asmanya akan semakin meningkat," katanya.
Dampak selanjutnya yang dapat muncul adalah risiko terjadinya infeksi serangan pernapasan akut atau ISPA, karena partikel-partikel dan gas yang bersifat iritan itu mengganggu sistem pertahanan lokal saluran napas dan paru.
Baca juga: Kelompok cacat jantung-paru paling rentan terkena polutan
Jika sudah terganggu akibatnya virus bakteri akan masuk ke saluran napas sehingga terjadi infeksi. Jika infeksi tersebut berlanjut, hal itu dapat menyebabkan radang paru atau pneumonia.
"Akhirnya pasien harus dirawat dan bahkan berisiko terjadinya gangguan pernapasan berat selain juga meningkatkan risiko kematian karena infeksi ini," tambahnya.
Selanjutnya, kabut asap akibat karhutla itu juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang bagi terdampak.
"Jangka panjang ini muncul apabila seseorang terkena asap karhutla ini berbulan-bulan, (maka dampaknya) akan bertahun-tahun," lanjutnya.
Pada dampak jangka panjang, penyakit yang muncul akibat komponen iritan dari kabut asap adalah berupa penurunan fungsi paru yang bersifat kronik.
Hipersensitif saluran napas yang menginduksi terjadinya asma dikemudian hari, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) juga bisa muncul bahkan juga risiko terkena penyakit kardiovaskular.
"Jangka panjang bisa terjadi termasuk juga risiko terjadinya kanker. Itu bisa terjadi karena asap karhutla juga mengandung karsinogen atau bahan penyebab terjadinya kanker," ujarnya.
Baca juga: Ekspedisi Melawan Asap beri layanan kesehatan Satgas karhutla Riau
"Jadi dampaknya bisa jangka pendek dan jangka panjang," kata Ketua Pengurus Harian PDPI Dr. Agus Dwi Susanto kepada media usai Konferensi Pers PDPI untuk memperingati Hari Paru Sedunia di Kantor PDPI di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan dampak akut atau dampak jangka pendek akibat kabut asap setelah beberapa pekan atau beberapa bulan terekspos muncul karena penderita menghirup komponen polusi asap kebakaran hutan, baik yang berbentuk partikel maupun berbentuk gas.
Dia mengemukakan sebagian sebagian besar komponen asap tersebut bersifat iritan sehingga menyebabkan iritasi, mulai dari iritasi mata, iritasi hidung, saluran tenggorokan hingga saluran napas dan paru-paru.
Baca juga: Tim Kesehatan patroli mobil oksigen di daerah terdampak asap karhutla
Iritasi tersebut menimbulkan keluhan yang segera muncul seperti mata merah, gatal-gatal di hidung, bersin-bersin, sakit tenggorokan, batuk berdahak bahkan sesak napas.
Keluhan tersebut, berdasarkan penelitian di luar negeri dan oleh PDPI sendiri, muncul pada sebagian besar populasi yang terekspos kebakaran hutan dan lahan, sebagai dampak jangka pendek yang bisa terjadi terhadap masyarakat.
Kabut asap tersebut, kata dia dapat meningkatkan risiko serangan pada kelompok sensitif seperti bayi, balita, perempuan hamil, orang tua berusia lanjut selain juga meningkatkan risiko serangan terhadap orang-orang yang sudah memiliki penyakit asma, paru kronis dan jantung.
"Pada orang-orang yang memiliki asma, maka serangan asmanya akan semakin meningkat," katanya.
Dampak selanjutnya yang dapat muncul adalah risiko terjadinya infeksi serangan pernapasan akut atau ISPA, karena partikel-partikel dan gas yang bersifat iritan itu mengganggu sistem pertahanan lokal saluran napas dan paru.
Baca juga: Kelompok cacat jantung-paru paling rentan terkena polutan
Jika sudah terganggu akibatnya virus bakteri akan masuk ke saluran napas sehingga terjadi infeksi. Jika infeksi tersebut berlanjut, hal itu dapat menyebabkan radang paru atau pneumonia.
"Akhirnya pasien harus dirawat dan bahkan berisiko terjadinya gangguan pernapasan berat selain juga meningkatkan risiko kematian karena infeksi ini," tambahnya.
Selanjutnya, kabut asap akibat karhutla itu juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang bagi terdampak.
"Jangka panjang ini muncul apabila seseorang terkena asap karhutla ini berbulan-bulan, (maka dampaknya) akan bertahun-tahun," lanjutnya.
Pada dampak jangka panjang, penyakit yang muncul akibat komponen iritan dari kabut asap adalah berupa penurunan fungsi paru yang bersifat kronik.
Hipersensitif saluran napas yang menginduksi terjadinya asma dikemudian hari, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) juga bisa muncul bahkan juga risiko terkena penyakit kardiovaskular.
"Jangka panjang bisa terjadi termasuk juga risiko terjadinya kanker. Itu bisa terjadi karena asap karhutla juga mengandung karsinogen atau bahan penyebab terjadinya kanker," ujarnya.
Baca juga: Ekspedisi Melawan Asap beri layanan kesehatan Satgas karhutla Riau
Pewarta: Katriana
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: