Krisis pengungsi dapat jadi "a new normal" geopolitik dunia
27 September 2019 00:09 WIB
Gubernur Lemhanas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo (empat dari kanan) berbincang dengan pembicara Jakarta Geopolitics Forum saat sesi foto bersama di Jakarta, Kamis (26/6/2019). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)
Jakarta (ANTARA) - Krisis pengungsi yang dihadapi banyak negara pada beberapa tahun terakhir dapat jadi kondisi normal yang baru (a new normal) dalam memahami geopolitik dunia, kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat ditemui di Jakarta, Kamis.
"Kalau kita melihat fenomena yang terjadi sekarang, wajah populasi banyak berubah, misalnya di Jerman, Inggris. Jerman yang dulunya dominan ras kaukasian, sekarang telah beragam wajahnya karena ada imigran, kita pun bertanya-tanya apakah krisis migran ini dapat menjadi normal baru," kata Agus menjelaskan kembali pandangan ahli pada Jakarta Geopolitics Forum 2019.
Dalam konteks itu, ia menilai Indonesia cukup siap menghadapi wacana pengungsi sebagai tatanan normal geopolitik dunia.
Baca juga: Rusia tuding AS sebabkan krisis kemanusiaan di kamp pengungsian Suriah
"Kita memang punya kultur yang sulit keluar dari zona nyaman. Namun dengan pendidikan yang baik, kita dapat menyiapkan generasi di masa mendatang agar luwes menyesuaikan diri pada perubahan," ujar Agus menjelaskan kesiapan Indonesia menghadapi krisis pengungsi.
Krisis pengungsi merupakan salah satu topik yang dibahas dalam Jakarta Geopolitics Forum 2019 di Jakarta, Kamis. Acara itu merupakan program yang diselenggarakan Lemhannas RI tiap tahun sejak 2017.
Baca juga: Kesimpulan PBB: Myanmar tak serius dan tak siap pulangkan Rohingya
Dalam forum tahun ini, diskusi yang diisi oleh delapan pembicara dan dua moderator menyebut bahwa krisis pengungsi merupakan persoalan yang tak dapat lagi dihindari banyak negara. Pasalnya, jumlah pengungsi, menurut paparan dalam forum, diperkirakan mencapai sekitar 20,4 juta jiwa.
Jumlah itu, menurut pendapat ahli, kemungkinan akan terus bertambah sehingga strategi geopolitik dunia perlu mempertimbangkan krisis pengungsi sebagai kondisi normal yang baru.
Konsekuensinya, ahli menjelaskan, penutupan perbatasan bukan lagi cara ideal untuk mengatasi masalah pengungsi, karena cara itu justru memperparah krisis.
Penutupan perbatasan, ahli berpendapat dapat membuat suatu negara jadi incaran para mafia dan kelompok penyelundup yang menjadikan manusia/pengungsi sebagai komoditas dagang. Demi mencegah persoalan itu, negara-negara dunia perlu meningkatkan kerja sama memberikan ruang hidup bagi para pengungsi.
Baca juga: Pejabat PBB menyeru tindakan cegah krisis pangan Sudan Selatan
"Kalau kita melihat fenomena yang terjadi sekarang, wajah populasi banyak berubah, misalnya di Jerman, Inggris. Jerman yang dulunya dominan ras kaukasian, sekarang telah beragam wajahnya karena ada imigran, kita pun bertanya-tanya apakah krisis migran ini dapat menjadi normal baru," kata Agus menjelaskan kembali pandangan ahli pada Jakarta Geopolitics Forum 2019.
Dalam konteks itu, ia menilai Indonesia cukup siap menghadapi wacana pengungsi sebagai tatanan normal geopolitik dunia.
Baca juga: Rusia tuding AS sebabkan krisis kemanusiaan di kamp pengungsian Suriah
"Kita memang punya kultur yang sulit keluar dari zona nyaman. Namun dengan pendidikan yang baik, kita dapat menyiapkan generasi di masa mendatang agar luwes menyesuaikan diri pada perubahan," ujar Agus menjelaskan kesiapan Indonesia menghadapi krisis pengungsi.
Krisis pengungsi merupakan salah satu topik yang dibahas dalam Jakarta Geopolitics Forum 2019 di Jakarta, Kamis. Acara itu merupakan program yang diselenggarakan Lemhannas RI tiap tahun sejak 2017.
Baca juga: Kesimpulan PBB: Myanmar tak serius dan tak siap pulangkan Rohingya
Dalam forum tahun ini, diskusi yang diisi oleh delapan pembicara dan dua moderator menyebut bahwa krisis pengungsi merupakan persoalan yang tak dapat lagi dihindari banyak negara. Pasalnya, jumlah pengungsi, menurut paparan dalam forum, diperkirakan mencapai sekitar 20,4 juta jiwa.
Jumlah itu, menurut pendapat ahli, kemungkinan akan terus bertambah sehingga strategi geopolitik dunia perlu mempertimbangkan krisis pengungsi sebagai kondisi normal yang baru.
Konsekuensinya, ahli menjelaskan, penutupan perbatasan bukan lagi cara ideal untuk mengatasi masalah pengungsi, karena cara itu justru memperparah krisis.
Penutupan perbatasan, ahli berpendapat dapat membuat suatu negara jadi incaran para mafia dan kelompok penyelundup yang menjadikan manusia/pengungsi sebagai komoditas dagang. Demi mencegah persoalan itu, negara-negara dunia perlu meningkatkan kerja sama memberikan ruang hidup bagi para pengungsi.
Baca juga: Pejabat PBB menyeru tindakan cegah krisis pangan Sudan Selatan
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019
Tags: