Jakarta (ANTARA) - Perusahaan Umum Percetakan Uang RI (Perum Peruri) mengaku tengah menjajaki peluang kerja sama untuk mencetak cap cukai (tax stamp) produk rokok Pakistan.

Direktur Pengembangan Usaha Perum Peruri Fajar Rizky di Jakarta, Kamis, mengatakan akhir tahun ini perusahaan akan ikut prakualifikasi untuk ikut serta dalam lelang proyek tersebut.

“Ini masih penjajakan, tapi potensinya lumayan, sampai Rp20 miliar hingga Rp30 miliar kalau dikurskan,” katanya.

Fajar menjelaskan peluang tersebut didapatkan Perum Peruri langsung dari pihak Pakistan yang melihat kesuksesan BUMN itu mengerjakan pencetakan cap cukai produk minumal beralkohol di Nepal.

Peruri juga telah berhasil mengekspor produk cetakan satu juta paspor ke Sri Lanka pada 2019 ini.

“Makanya kami akan kirim orang untuk presentasi profil perusahaan kami. Mudah-mudahan bisa lolos prakualifikasi,” katanya.

Baca juga: Peruri ekspor satu juta buku paspor untuk Sri Lanka

Fajar menambahkan, pihaknya memang gencar melakukan penetrasi pasar ke kawasan Asia Selatan. Selain pasarnya yang cukup besar, pesaing juga disebutnya tidak banyak.

Pada 2020, Peruri juga berencana untuk masuk ke pasar Afrika. Meski belum mengetahui pasti potensi pasar di benua tersebut, Fajar menyebut sudah ada komunikasi dengan beberapa negara Afrika untuk menjajaki kerja sama, di antaranya Eswatini dan Madagaskar.

Raja Eswatini, yaitu Mswati III, yang rencananya akan hadir dalam pelantikan Presiden Jokowi Oktober mendatang, bakal datang ke pabrik Peruri di Karawang. Sementara itu, Menteri Keuangan Madagaskar juga telah meminta Peruri secara langsung untuk mempelajari mata uang mereka untuk bisa dicetak.

“Ini juga jadi tindak lanjut Indonesia-Africa Dialogue kemarin. Pasar di Afrika cukup besar. Kami menyasar pencetakan uang, e-paspor dan ‘tax stamp’ di sana,” katanya.

Baca juga: Perum Peruri luncurkan tiga produk dukung transformasi digital

Fajar menjelaskan, kemungkinan Afrika memilih Indonesia sebagai alternatif karena selama ini pengerjaan pencetakan uang atau paspor mereka masih dilakukan oleh Eropa.

Ia menambahkan, jika peluangnya besar, bukan tidak mungkin Peruri membangun fasilitas di Afrika.

“Selama ini mereka disuplai dari Eropa. Mungkin kalau dari Indoensia harganya bisa lebih bersaing. Kami juga sampaikan, kalau potensinya cukup besarbisa saja kami menaruh mesin di sana,” katanya.
​​
Baca juga: Peruri gandeng Dukcapil dukung penerbitan sertifikat elektronik