Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap dua penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia berulang setiap musim kemarau.

"Pertama, lahan gambut itu sudah sengaja dikeringkan, setidaknya pada bagian atasnya. Kedua, ada manusia yang memantik api di permukaan gambut kering ini," kata Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Kamis.

Ia menegaskan bahwa bencana kebakaran hutan dan lahangambut bukan terjadi karena faktor alam.

Dia mengumpamakan lahan gambut sebagai spons yang terbuat dari sisa-sisa tumbuhan yang menyimpan karbon alami sehingga tidak mudah lepas di udara dan menyerap banyak air. Secara alami lahan ini tidak pernah kering walaupun pada musim kemarau.

"Namun ketika air di permukaan gambut dikeluarkan, lahan akan sangat mudah terbakar," kata Eko.

Wilayah seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, serta Kalimantan memiliki area gambut luas dan umumnya bermasalah sehingga potensinya menghadapi kebakaran hutan dan lahan juga semakin besar. Dan api yang memantik terbakarnya ekosistem itu jelas bukan berasal dari api alam seperti gunung berapi dan petir menurut Eko.

"Sebagian besar lahan gambut di Indonesia jauh dari gunung berapi, sementara petir terjadi di musim hujan," ujar Eko.

Oleh karena itu, menurut Eko, pembinaan perilaku dan mental manusia mesti menjadi prioritas dalam upaya pengurangan risiko bencana kebakaran hutan dan lahan.

"Masyarakat perlu dilibatkan dengan cara memperbaiki sikap dan perilaku. Budaya tidak tertib harus dihilangkan. Dengan demikian, upaya utama pengurangan risiko bencana justru bukan pembangunan infrastruktur kebencanaan, tetapi segala upaya untuk membentuk karakter manusia Indonesia yang tertib," kata dia.

Baca juga: Greenpeace desak sanksi signifikan korporasi penyebab karhutla

Peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati juga menekankan pentingnya kebijakan pengurangan risiko bencana dan pelibatan warga dalam upaya pengurangan risiko bencana.
​​​​​​​​​​​​​​
Menurut dia, kesiapsiagaan warga yang tinggal di desa mesti ditingkatkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana.
​​​​​​​​​​​​​​
Berdasarkan penelitian Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang menghadapi berbagai risiko bencana seperti banjir, kebakaran hutan, puting beliung, longsor, dan letusan gunung api.

"Akan tetapi dua risiko bencana yang mempunyai intensitas dan besaran yang semakin tinggi adalah banjir dan kebakaran hutan," kata Deny Hidayati.

Baca juga:
Penyidikan dan penuntutan kasus karhutla dipercepat
Satu lagi korporasi ditetapkan tersangka karhutla, total jadi 15