Jakarta (ANTARA News) - Menjaga inflasi di tingkat yang rendah di tengah perekonomian global yang memburuk akibat meroketnya harga energi dan pangan, bukanlah hal mudah. Pengamat ekonomi, Iman Sugema memberikan peringatan bahwa negara-negara berkembang termasuk Indonesia akan menghadapi ancaman depresi global yang cukup berat yang kemungkinan berlangsung hingga 2010. "Spekulasi di bursa komoditi sudah sangat brutal dan itu berbahaya bagi negara-negara berkembang dan miskin karena berarti biaya hidup menjadi lebih berat," kata Direktur lembaga penelitian ekonomi International Centre for Applied Finance and Economic (InterCafe) itu. Kondisi itu selanjutnya akan memicu, terutama negara berkembang dan miskin, terjadinya krisis sosial, ekonomi, dan politik. "Tahun 2009, kelihatannya dunia akan memasuki global depresi, kita tidak bicara lagi soal resesi tetapi depresi, artinya resesi yang sangat dalam kemungkinan bisa berlangsung hingga 2010," katanya. Kebijakan negara-negara maju terkait dengan suku bunga beberapa waktu lalu, menurut dia, justru memicu lubernya likuiditas global sehingga juga memicu inflasi global yang melonjak. Khusus terhadap Indonesia, Iman mengingatkan agar pemerintah dan DPR tidak merencanakan APBN terlalu optimis seperti tahun 2008 ini, termasuk juga yang menyangkut asumsi laju inflasi. Selain itu juga harus ada program-program yang mampu menyerap tenaga kerja karena di masa depresi itu korban pertama adalah para pekerja yang tidak memiliki skills sehingga pemerintah harus menstimulus penciptaan lapangan kerja terutama program padat karya. "Itu bisa mulai dari proyek infrastruktur, rumah-rumah sederhana, pengembangan lahan untuk petani dan lainnya. Ini diharapkan bisa meredam sedikit dampak gejolak ekonomi global," katanya. Indonesia sudah merasakan dampak kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan terutama dari meroketnya harga minyak dan meningkatnya harga pangan dunia. Menyusul harga minyak dunia yang meroket, Indonesia telah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Kondisi itu telah mendorong meningkatnya laju inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bulanan pada Juni 2008 mencapai 2,46 persen akibat kenaikan harga BBM bersubsidi 28,7 persen pada akhir Mei 2008 lalu. Sementara inflasi tahun berjalan pada Juni 2008 (Januari-Juni 2008) mencapai 7,37 persen, dan inflasi "year on year" (Juni 2007-Juni 2008) mencapai 11,03 persen Dibanding dengan laju inflasi pada Mei 2008, terdapat kenaikan laju inflasi yang cukup tinggi pada Juni 2008. BPS mencatat inflasi bulanan pada Mei 2008 hanya sebesar 1,41 persen. Inflasi tahun kalender pada Mei 2008 mencapai 5,47 persen dan inflasi tahunan pada Mei 2008 sebesar 10,38 persen. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memberikan perhatian terhadap laju inflasi yang tinggi di samping masalah-masalah ekonomi lainnya. "Kalau ada indikator situasi perekonomian yang harus diwaspadai, ada potensi masalah, kami akan saling menginformasikan, contohnya sekarang inflasi yang tinggi," kata Menko Perekonomian, Sri Mulyani Indrawati. Menurut dia, BI dan pemerintah memiliki tujuan yang sama yaitu mengelola perekonomian yang sehat. Sehat artinya pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh, kesejahteraan rakyat makin baik dan itu dijaga dengan tingkat harga yang tidak melonjak terlalu tinggi. "Jadi inflasi akan dijaga pada level yang cukup rendah," katanya. Tujuan itu, lanjutnya, dapat dilakukan melalui usaha bersama dengan pmbagian tugas dan fungsi di antara keduanya yang berbeda. "Jadi kerjasama konkrit pertama yang sudah dilakukan Pak Boediono dengan Pak Burhanudin akan diteruskan, pertemuan rutin bulanan akan dilanjutkan. Kalau ada indikator dan situasi perekonomian, kalau ada potensi masalah, letak masalahnya di mana, dan bagaimana menyelesaikannya, kalo mau menyelesaikan masalah mgkn ada implikasinya, akan salin kami informasikan," tegasnya. Meskipun pemerintah dan BI berupaya menekan laju inflasi pada tingkat yang rendah namun pemerintah memperkirakan realisasi tingkat inflasi selama 2008 akan mencapai 10 hingga 11 persen. Padahal APBN 2008 menetapkan asumsi inflasi hanya sebesar 6,0 persen dan APBNP 2008 sebesar 6,5 persen. "Ekspektasi inflasi yang kita lihat sampai akhir tahun, ada di kisaran 10 sampai 11 persen. Namun Bank Indonesia (BI)B akan melihat responnya pada semester kedua ini," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Menurut Menkeu, kenaikan BBM yang dilakukan pada Mei 2008 berada di luar faktor musiman. Jika murni karena kenaikan harga BBM, maka seperti pola pada 2005 maka dampaknya ke inflasi akan mulai turun setelah dua bulan. "Apalagi pelaku industri menggunakan BBM non subsidi sehingga kenaikan inflasi lebih karena transport cost dan second round effect yang masuk pada komponen biaya," jelasnya. Perkiraan 2009 Panitia Anggaran DPR bersama pemerintah telah menyepakati berbagai asumsi awal untuk penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN 2009 termasuk di dalamnya asumsi laju inflasi selama 2009. Raker Panitia Anggaran DPR dengan pemerintah pada akhir Juni 2008 lalu menyepakati asumsi inflasi sebesar 5,8 hingga 6,5 persen, asumsi pertumbuhan ekonomi 6 hingga 6,4 persen, nilai tukar rupiah Rp9.000 - Rp9.200 per dolar AS, suku bunga SBI tiga bulan 7,5 - 8,5 persen, harga minyak 95 -120 dolar AS per barel, lifting 927 ribu hingga 950 ribu barel per hari, dan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp5.200 triliun hingga Rp5.300 triliun. Sementara untuk perhitungan defisit anggaran 2009, Panitia Anggaran menyepakati besarnya antara 1,5 hingga 2,0 persen. "Pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp1.070 triliun dan belanja negara Rp1.152,2 triliun sehingga terdapat defisit sekitar Rp82,1 triliun atau 1,6 persen dari PDB," kata Ketua Panitia Anggaran DPR, Emir Moeis. Tidak berbeda dengan kesepakatan di Panitia Anggaran DPR, BI juga menyatakan optimis bahwa tingkat inflasi akan kembali ke single digit pada tahun 2009 dibanding pada 2008 yang akan mencapai double digit. "Kami melihat bahwa inflasi saat ini lebih merupakan `spike` (pukulan) akibat beberapa hal seperti kenaikan harga BBM, pangan dan sebagainya," kata Deputi Gubernur Senior Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom. BI mengharapkan pada 2009 tekanan inflasi sudah mulai berkurang karena pengalaman tahun 2005 juga menunjukkan hal demikian. Menanggapi keputusan Panitia Anggaran DPR yang menetapkan asumsi inflasi 2009 sebesar 5,8 hingga 6,5 persen, Miranda mengatakan, angka itu masih dalam kisaran BI. "Range-nya tidak harus selalu sama dengan pemerintah. Keputusan saat ini kan juga masih akan di-exercise dalam nota keuangan 2009," katanya. Ia menyebutkan, pihaknya akan bekerja sama dengan pemerintah sebelum angka finalnya masuk ke dalam APBN 2009. Mengenai upaya pengetatan operasi moneter yang akan dilakukan BI untuk menekan inflasi saat ini, Miranda mengatakan, ekspektasi inflasi tidak selalu dijawab dengan pengetatan moneter. "Instrumennya ada bermacam-macam, ada suku bunga, kemudian seperti yang dilakukan China memakai instrumen giro wajib minimum (GWM), pengendalian nilai tukar, dan lainnya," katanya.(*)