Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum dari Universitas Indonesia Kris Wijoyo Soepandji mengatakan pengaduan konstitusional atau constitutional complaint diharapkan menjadi jembatan antara pemegang kekuasaan dengan rakyat.

"Rakyat membutuhkan suatu sarana untuk menyampaikan pengaduan terhadap hak-hak konstitusinya yang tidak terpenuhi," ujar Kris di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.

Kris menyampaikan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh pihak pemohon dalam uji materi UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Sudah 10 aduan konstitusi masuk Posko Mahfud

Kris menyampaikan bahwa pengaduan konstitusi perlu diberikan jalan dalam bentuk peraturan negara sebagai upaya menjaga dan menegakkan nilai-nilai keadilan serta keseimbangan dalam kehidupan bernegara di Indonesia.

"Tentunya Yang Mulia Hakim Konstitusi memiliki perspektif dan pandangan yang sangat komprehensif, sehingga keseimbangan di masyarakat tetap dapat terjaga sebagaimana sewaktu Prof. Soepomo dalam Sidang BPUPK menghendaki adanya harmoni antara yang memegang kekuasaan dengan rakyat," ujar Kris.

Kendati demikian, Kris mengatakan upaya memberikan jalan untuk pengaduan konstitusi harus mempertimbangkan mekanisme keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa yang dijamin konstitusi.

"Sehingga tidak hanya mempertimbangkan aspek geografis, demografi, sumber daya alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan," kata Kris.

Di samping itu, Kris pun memandang perlu bahwa peraturan perundang-undangan yang ada harus dipastikan dapat menjamin keadilan dan keseimbangan kehidupan masyarakat.

"Sehingga hubungan antara penyelenggara negara dalam pemegang kekuasaan negara dengan warga dapat berjalan dengan harmonis," tutur Kris.

Baca juga: MMD Initiative terima empat pengaduan konstitusi