Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia menyatakan dua perusahaan akan menerbitkan instrumen utang Surat Berharga Komersial pada 2019 ini, di antaranya BUMN PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) untuk pembiayaan sekunder ke sektor perumahan.

Di Bursa Efek Indonesia Jakarta, Rabu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti tidak menyebutkan entitas dua perusahaan tersebut. Namun dia menekankan penerbitan perdana Surat Berharga Komersial di era pengaturan baru akan terlaksana tahun ini.

"Sudah ada dua, dan diharapkan bisa 'pecah telur' tahun ini," ujar dia.

Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Persero Heliantopo mengkonfirmasi pihaknya memang berencana segera untuk menerbitkan SBK. Hal itu untuk membantu kecukupan dana jangka pendek SMF. Pendanaan jangka pendek ini dibutuhkan BUMN pembiayaan sekunder perumahan itu untuk melengkapi pendanaan jangka panjang.

Selain itu menurut dia, pendanaan melalui penerbitan SBK akan lebih murah dan cepat, apalagi didukung dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.

Baca juga: BI dorong penerbitan Surat Berharga Komersial pacu pendanaan korporasi
Baca juga: BI: penerbitan "commercial paper" minimal Rp10 miliar

"Sumber dana SMF yang utama adalah dana jangka panjang. Namun prosesnya perlu waktu yang tepat. Untuk itu kami butuh 'bridging' dana jangka pendek. Kami terbantu degan SBK ini," ujar dia.

Instrumen SBK sebenarnya bukan merupakan alat baru bagi pasar keuangan Indonesia. Jauh sebelumnya, instrumen serupa sudah banyak diterbitkan dengan nama "Commercial Paper".

Instrumen tersebut sebelumnya banyak dikeluarkan oleh perusahaan pada kurun 1997 hingga awal 2000. Namun, instrumen tersebut tak lagi banyak dipilih karena tata kelola penerbitan instrumen yang buruk sehingga berisiko tinggi bagi penerbit dan investor.

Risiko tersebut antara lain ketidaksesuaian perolehan pembiayaan, ketidaksesuaian kurs dan munculnya potensi pemalsuan karena diterbitkan dalam bentuk warkat.

Destry menegaskan penerbitan instrumen SBK tersebut saat ini sudah lebih baik dibandingkan instrumen yang sama pada masa lampau. BI telah menerbitkan aturan mengenai tata kelola yang lebih ketat dan hati-hati. Selain itu, waktu penerbitan juga bisa dilakukan menjadi lebih efisien atau dalam jangka waktu lebih cepat.

"Beberapa hal yang coba kita sempurnakan mengenai tata kelola kita perbaiki dimana awalnya bentuk skript, kemudian lembaga penata usaha, kemudian juga peraturan untuk mekanisme penerbitan SBK melalui bank," ujarnya.

Ke depan, Bank Sentral tidak hanya berhenti menerbitkan ketentuan dan koridor untuk penerbitan SBK untuk memperdalam investasi di pasar keuangan. Dengan munculnya berbagai jenis instrumen keuangan ini, diharapkan bisa ikut menjaga stabilitas sistem keuangan dan nilai tukar.

Baca juga: Gubernur BI: Perlu Kebijakan Tambahan Gerakan PT SMF
Baca juga: PT.SMF Terapkan Sistem "Reimburse" Biayai KPR