Wamenkeu beberkan pentingnya neraca sumber daya alam topang fiskal
25 September 2019 17:53 WIB
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo saat menjadi pembicara dalam seminar nasional penilaian sumber daya alam di Jakarta, Rabu (25/9/2019). (ANTARA News/Dewa Wiguna)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan neraca Sumber Daya Alam (SDA) berperan penting dalam menopang ketahanan fiskal dari sisi penerimaan negara bukan pajak, khususnya dari sektor selain migas dan mineral dan batu bara.
"Kalau sudah punya neraca, tahu isinya, kemudian bagaimana mengoptimalkannya sesuai undang-undang yaitu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," katanya dalam seminar nasional Penilaian Sumber Daya Alam di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, neraca sumber daya alam tersebut akan menginventarisasi potensi alam dari Sabang sampai Merauke termasuk dari sisi akuntansi dan legalitas hukum.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA selama ini lebih banyak dikontribusikan sektor minyak bumi, gas alam, dan pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Sedangkan sektor kehutanan, perikanan dan panas bumi, masih belum besar dibandingkan sektor migas.
"Oleh karena itu neraca sumber daya alam, migas, minerba, kehutanan, perikanan, panas bumi sangat penting untuk menopang agar fiskal kuat, negara pasti kuat," kata Mardiasmo.
Mardiasmo menyebut PNBP masih memiliki pola yang belum jelas dan berfluktuasi, padahal sektor ini menyumbang 23,13 persen dari total penerimaan negara. "Kalau dikembangkan bisa 30 persen, bisa sepertiga penerimaan negara," katanya.
Dalam penyusunan neraca sumber daya alam itu, ia meminta agar para akuntan dilibatkan untuk menjaga tata kelola yang baik sehingga para pengambil kebijakan dapat memutuskan dengan cermat.
Meski begitu, lanjut Mardiasmo, tantangan lain yang dihadapi yakni masih terbatasnya jumlah penilai sumber daya alam di Indonesia, yang aktif saat ini mencapai 1.171 orang.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu( mencatat realisasi PNBP hingga Agustus 2019 mencapai Rp268,2 triliun atau 70,8 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp378,2 triliun.
PNBP dari sektor migas mencapai Rp78,3 triliun atau 49 persen dari target APBN. Sedangkan sektor nonmigas terealisasi mencapai Rp21,4 triliun atau 69,2 persen dari target. Ada pun rinciannya berasal dari pertambangan minerba sebesar Rp17 triliun, kehutanan Rp3 triliun dan pendapatan pertambangan panas bumi Rp1 triliun.
Baca juga: Akademisi serukan Indonesia tiru China dan Jepang dongkrak PNBP
"Kalau sudah punya neraca, tahu isinya, kemudian bagaimana mengoptimalkannya sesuai undang-undang yaitu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," katanya dalam seminar nasional Penilaian Sumber Daya Alam di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, neraca sumber daya alam tersebut akan menginventarisasi potensi alam dari Sabang sampai Merauke termasuk dari sisi akuntansi dan legalitas hukum.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA selama ini lebih banyak dikontribusikan sektor minyak bumi, gas alam, dan pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Sedangkan sektor kehutanan, perikanan dan panas bumi, masih belum besar dibandingkan sektor migas.
"Oleh karena itu neraca sumber daya alam, migas, minerba, kehutanan, perikanan, panas bumi sangat penting untuk menopang agar fiskal kuat, negara pasti kuat," kata Mardiasmo.
Mardiasmo menyebut PNBP masih memiliki pola yang belum jelas dan berfluktuasi, padahal sektor ini menyumbang 23,13 persen dari total penerimaan negara. "Kalau dikembangkan bisa 30 persen, bisa sepertiga penerimaan negara," katanya.
Dalam penyusunan neraca sumber daya alam itu, ia meminta agar para akuntan dilibatkan untuk menjaga tata kelola yang baik sehingga para pengambil kebijakan dapat memutuskan dengan cermat.
Meski begitu, lanjut Mardiasmo, tantangan lain yang dihadapi yakni masih terbatasnya jumlah penilai sumber daya alam di Indonesia, yang aktif saat ini mencapai 1.171 orang.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu( mencatat realisasi PNBP hingga Agustus 2019 mencapai Rp268,2 triliun atau 70,8 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp378,2 triliun.
PNBP dari sektor migas mencapai Rp78,3 triliun atau 49 persen dari target APBN. Sedangkan sektor nonmigas terealisasi mencapai Rp21,4 triliun atau 69,2 persen dari target. Ada pun rinciannya berasal dari pertambangan minerba sebesar Rp17 triliun, kehutanan Rp3 triliun dan pendapatan pertambangan panas bumi Rp1 triliun.
Baca juga: Akademisi serukan Indonesia tiru China dan Jepang dongkrak PNBP
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: