Polresta Pontianak berpedoman pada SPPA tangani kasus perundungan
25 September 2019 09:17 WIB
Kapolresta Pontianak, AKBP Ade Ary Syam Indradi di Pontianak saat merilis pengungkapan kasus kekerasan anak di bawah umur dengan korban berinisial A. (Foto Slamet Ardiansyah)
Pontianak (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Pontianak menyatakan tetap berpedoman pada kaidah-kaidah UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan dan Perlindungan Anak dalam menangani kasus dugaan perundungan atau penganiayaan terhadap A (16) oleh lima temannya yang juga anak-anak.
"Kami telah berkoordinasi dengan pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan kejaksaan serta dibantu oleh Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar. Kami tangani kasus ini sesuai dengan legalitas formal yang berlaku," kata Kapolresta Pontianak, AKBP Ade Ary Syam Indradi di Pontianak, Rabu.
Langkah-langkah lain ujar Kapolresta, yaitu memproses kasus tersebut dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagaimana yang diatur di UU SPPA tersebut.
Baca juga: KPAI: Hari Anak Nasional perundungan di sekolah angkanya tinggi
"Jadi, kami mempedomani itu dan proses masih terus berlangsung. Kemudian korban sudah kami lakukan pemeriksaan dan dari Bapas juga sudah melakukan penelitian yang berkoordinasi bersama Dinsos," katanya.
Sementara langkah-langkah selanjutnya, kata dia, akan tunduk pada aturan yang ada sebagaimana tata cara menyidik di KUHP dan UU No. 11 2012 tentang SPPA tersebut.
Menurut Kapolresta Pontianak, kasus itu bermula adanya dugaan penganiayaan anak di bawah umur (ABH) pada hari Minggu (22/9) yang di lakukan oleh lima anak berinisial S (11), M (12), H (13) , dan D (15) dan K (11) terhadap korban berinisial A (16).
Kejadian penganiayaan tersebut sempat direkam oleh mereka dan viral di media sosial.
Kemudian berdasarkan laporan keluarga korban, Polsek Pontianak Timur berhasil mengamankan empat ABH, sedangkan seorang lagi berinisial K saat ini masih dalam pencarian.
Sementara itu, motif kejadian tersebut kata Kapolresta hingga saat ini masih didalami baik melalui keterangan korban maupun ABH yang sudah berhasil diamankan itu.
"Namun dari keterangan sementara dari mereka ini, kejadian dipicu karena korban menuduh salah satu dari lima orang ABH ini sebagai WTS (wanita tuna susila). Karena tidak terima dituduh seperti itu, kelimanya langsung menghampiri korban. Korban sempat terkejut dan membantah telah menuduh, namun kelima ABH itu tetap melakukan penganiayaan," katanya.
Ia menegaskan dalam kasus ini, tidak ada istilah tersangka untuk status ke lima pelaku penganiayaan ABH itu karena baik pelaku maupun korban masih sama-sama di bawah umur.
Baca juga: Kurang bisa berempati, salah satu ciri pelaku perundungan
"Kami berharap demi masa depan anak-anak ini, kedua belah pihak menyelesaikan dengan musyawarah dan upaya-upaya terbaik. Itu tergantung pihak korban, kami tidak bisa mengintervensi," katanya.
Ia menambahkan, hingga saat ini pihak keluarga korban belum mencabut laporannya.
"Kepada kelima ABH ini, kami jerat dengan pasal 80 ayat 1 UU No. 35/2004 huruf 14 tentang perubahan UU/2003 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal tiga tahun enam bulan," katanya.
"Kami telah berkoordinasi dengan pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan kejaksaan serta dibantu oleh Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar. Kami tangani kasus ini sesuai dengan legalitas formal yang berlaku," kata Kapolresta Pontianak, AKBP Ade Ary Syam Indradi di Pontianak, Rabu.
Langkah-langkah lain ujar Kapolresta, yaitu memproses kasus tersebut dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagaimana yang diatur di UU SPPA tersebut.
Baca juga: KPAI: Hari Anak Nasional perundungan di sekolah angkanya tinggi
"Jadi, kami mempedomani itu dan proses masih terus berlangsung. Kemudian korban sudah kami lakukan pemeriksaan dan dari Bapas juga sudah melakukan penelitian yang berkoordinasi bersama Dinsos," katanya.
Sementara langkah-langkah selanjutnya, kata dia, akan tunduk pada aturan yang ada sebagaimana tata cara menyidik di KUHP dan UU No. 11 2012 tentang SPPA tersebut.
Menurut Kapolresta Pontianak, kasus itu bermula adanya dugaan penganiayaan anak di bawah umur (ABH) pada hari Minggu (22/9) yang di lakukan oleh lima anak berinisial S (11), M (12), H (13) , dan D (15) dan K (11) terhadap korban berinisial A (16).
Kejadian penganiayaan tersebut sempat direkam oleh mereka dan viral di media sosial.
Kemudian berdasarkan laporan keluarga korban, Polsek Pontianak Timur berhasil mengamankan empat ABH, sedangkan seorang lagi berinisial K saat ini masih dalam pencarian.
Sementara itu, motif kejadian tersebut kata Kapolresta hingga saat ini masih didalami baik melalui keterangan korban maupun ABH yang sudah berhasil diamankan itu.
"Namun dari keterangan sementara dari mereka ini, kejadian dipicu karena korban menuduh salah satu dari lima orang ABH ini sebagai WTS (wanita tuna susila). Karena tidak terima dituduh seperti itu, kelimanya langsung menghampiri korban. Korban sempat terkejut dan membantah telah menuduh, namun kelima ABH itu tetap melakukan penganiayaan," katanya.
Ia menegaskan dalam kasus ini, tidak ada istilah tersangka untuk status ke lima pelaku penganiayaan ABH itu karena baik pelaku maupun korban masih sama-sama di bawah umur.
Baca juga: Kurang bisa berempati, salah satu ciri pelaku perundungan
"Kami berharap demi masa depan anak-anak ini, kedua belah pihak menyelesaikan dengan musyawarah dan upaya-upaya terbaik. Itu tergantung pihak korban, kami tidak bisa mengintervensi," katanya.
Ia menambahkan, hingga saat ini pihak keluarga korban belum mencabut laporannya.
"Kepada kelima ABH ini, kami jerat dengan pasal 80 ayat 1 UU No. 35/2004 huruf 14 tentang perubahan UU/2003 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal tiga tahun enam bulan," katanya.
Pewarta: Andilala dan Slamet Ardiansyah
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: