Dalam pernyataan sikapnnya, Forsub menilai praktek monopoli tanah dan sumber-sumber agraria oleh korporasi semakin meluas terjadi di hampir seluruh wilayah Sulawesi Tenggara yang telah banyak menimbulkan berbagai masalah, baik ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
Sementara itu, massa aksi mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia tengah mengalami lima pokok krisis agraria, yakni ketimpangan struktur agraria yang tajam, maraknya konflik agraria struktural, kerusakan ekologis yang meluas, laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke nonpertanian, kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas.
Baca juga: Aksi mahasiswa di DPRD Sumut mulai memanas
Merujuk pada naskah RUUP yang terakhir, massa aksi memandang bahwa RUUP gagal menjawab lima krisis agraria yang terjadi.
"UU terkait pertanahan seharusnya menjadi basis bangsa dan negara kita untuk mewujudkan keadilan agraria sebagaimana dicita-citakan Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam (PA-PSDA) dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960)," kata Kisran Makati, salah satu massa aksi dari Lembaga Puspaham Sultra.
Aksi tersebut berjalan damai, pihak keamanan dalam hal ini kepolisian melakukan penjagaan gedung DPRD Sultra, serta menurunkan satu buah mobil water canon.
Massa aksi merasa sangat kecewa karena tidak bertemu satu orang pun anggota DPRD Sultra. Massa aksi pun melakukan penyegelan gedung DPRD, lalu membubarkan diri.
Massa aksi Forsub merupakan gabungan dari KPA Sultra, PUSPAHAM Sultra, STKS, FORSDA Kolaka, GMNI Cabang Kendari, SP Kendari, ALPEN Sultra, LMND, STN Sultra, SRMI, HTMS UNSULTRA, BEM FH UMK, BEM UNSULTRA, BEM UMK, PMKRI DPC Kendari, GPM, RTI, BEM FP UHO, BEM PAPERTA UMK, IPPMIK Kendari, IPPMAKU Sultra, HMI Cabang Kendari, Walaka Tolaki, API Kartini, KRC, OASIS, serta IKAMA Sulsel.