Solo (ANTARA News) - Pertamina sama sekali tidak peka atas beban berat yang dihadapi masyarakat. Sebab, baru sebulan yang lalu pemerintah menaikkan harga BBM, yang dampaknya masih sangat membebani kehidupan rakyat hingga kini, perusahaan milik negara ini gantian menaikkan harga elpiji kemasan 12 kg mulai 1 Juli 2008, jelas ini menambah beban masyarakat semakin berat. Harga elpiji tabung 12 kg yang semula Rp4.250 per kg, menjadi Rp5.000 per kg, atau naik 17,6 persen. Dengan kata lain, harga gas elpiji kemasan 12 kg yang semula Rp51 ribu merangkak menjadi Rp60 ribu, kata Aria Bima anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan dalam keterangan pers di Solo, Jateng, Kamis. "Menurut Pertamina, kenaikan harga jual elpiji kemasan 12 kg ini untuk menyesuaikan naiknya biaya transportasi, margin agen, dan biaya pengisian, menyusul kenaikan harga BBM baru-baru ini," katanya. Pertamina, ingin juga untuk menjaga kestabilan subsidi harga elpiji sebesar Rp 4.900 yang diberikan. Sementara itu, harga jual elpiji 3 kg, yang dialokasikan bagi warga peserta program konversi minyak tanah ke gas, tidak naik. Sebagai persero yang mengejar keuntungan, keputusan Pertamina menaikkan harga jual elpiji tabung 12 kg mungkin bisa dipahami. Hanya masalahnya Pertamina mestinya mempertimbangkan pula masih lemahnya daya beli masyarakat akibat dinaikkannya harga BBM sebesar 28,7 persen oleh pemerintah per 24 Mei lalu. Dikatakannya, meski mengejar untung, Pertamina juga merupakan BUMN yang pada hakekatnya merupakan milik seluruh rakyat. Dalam konteks ini, mestinya dapat menunda kenaikan untuk menunggu relatif pulihnya daya beli masyarakat menyusul kenaikan harga BBM. Selain kurang peka atas beban hidup rakyat, katanya, keputusan Pertamina menaikkan harga jual elpiji 12 kg ini juga keputusan ceroboh, dan tidak disiapkan secara rapi dan terpadu. Sebab begitu harga dinaikkan, pasokan elpiji di pasaran justru menyusut sehingga terjadi kelangkaan. Dampak selanjutnya bisa muncul kepanikan masyarakat pengguna elpiji 12 kilogram yang berujung pada aksi borong elpiji. "Tak mustahil, aski borong ini dilakukan spekulan. Mestinya, Pertamina jauh-jauh hari sudah bisa mengantisipasi kejadian ini," kata Ario Bimo. (*)