Cibinong (ANTARA News) - Puluhan pekerja dari 108 pekerja PT Ligna Furniture Cibinong, yang menjadi korban PHK (pemutusan hubungan kerja), menghadiri sidang tripartit (tiga pihak) yang diselenggarakan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Pemerintah Kabupaten Bogor, di kantor Disnaker, Rabu. Sidang tersebut dipimpin Sahat Johanes SH dari Disnaker dan dihadiri kuasa hukum PT Ligna Furniture, Teja Lesmana SH serta kuasa hukum pekerja, Frans Haryatna SH. Selama sidang berlangsung sekitar sekitar satu jam, sebagian pekerja menyimak pembicaraan dalam sidang melalui pintu dan jendela serta sebagian lagi duduk-duduk di halaman kantor Disnaker. Koordinator Pekerja PT Ligna Furniture, Eko Setyo mengatakan, para pekerja mengadukan PT Ligna Furniture ke Disnaker, karena dinilai membayar uang pesangon belum sesuai aturan. Berdasarkan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, uang pesangon bisa dibayar sampai dua kali peraturan menteri tenaga kerja (PMTK). Tapi pesangon yang diterima 108 pekerja yang telah di PHK sejak 20 Juli 2007, hanya satu kali PMTK. Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Disnaker Kabupaten Bogor, Ferlandi Sacakusuma mengatakan, sidang tripartit lanjutan, pada Rabu, mendengarkan pernyataan dan kesaksian dari kedua belah pihak. "Berdasarkan pernyataan dan kesaksian tersebut serta dokumen-dokumen yang ada, akan dipelajari secara cermat oleh Disnaker. Hasilnya, akan diterbitkan anjuran Disnaker pada pekan depan," katanya. Menurut dia, anjuran Disnaker dibuat seadil dan sebijaksana mungkin yang mengakomodir kedua belah pihak. Setelah diterbitkannya anjuran Disnaker, kata dia, jika pihak pekerja masih merasa kurang puas, disilakan mengajukan tuntutan ke pengadilan hubungan industrial (PHI) tingkat Provinsi Jawa Barat di Bandung. Menyikapi persoalan ini, Ferlandi sendiri merasa heran, karena kesepakatan PHK telah dilakukan antara perusahaan dan pekerja, pada 20 Juli 2007, tanpa melibatkan Disnaker maupun melaporkan hasilnya ke Disnaker. "Dalam UU Ketenagakerjaan, dimungkinkan melakukan proses PHK secara bipartit, antara perusahaaan dan pekerja, jika ada kesepakatan bersama," katanya. Kini setelah setahun kemudian, kata dia, kenapa tiba-tiba para pekerja baru mengadukan ketidakpuasannya ke Disnaker, yang dinilai cacat hukum. "Sebagai lembaga yang membidangi ketenagakerjaan, Disnaker berusaha mengakomodir pengaduan pekerja maupun perusahaan secara adil," katanya.(*)