Pakar: Pencegahan karhutla harus mulai dari pengawasan pemda
23 September 2019 20:38 WIB
Api mambakar lahan milik warga di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Minggu (22/9/2019) dini hari. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menetapkan status tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) hingga 30 September 2019. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama.
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengatakan tindakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan bisa dimulai dari pemerintah daerah yang wajib melakukan pemeriksaan kesiapan korporasi lokal menghadapi kemungkinan tersebut,
"Sesuai PP Nomor 4 Tahun 2001, ketika kebakaran terjadi di kabupaten, maka bupati harus bertanggung jawab apalagi mereka yang memberikan izin perkebunan kelapa sawit di kabupaten, mestinya dia bisa juga melakukan kegiatan pengawasan dan pemantauan," ungkap guru besar IPB dalam perlindungan hutan itu ketika dihubungi di Jakarta pada Senin.
Bambang merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan, di mana penanggung jawab usaha wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya.
Dalam pasal 15, dikatakan bahwa penanggung jawab usaha wajib memantau untuk mencegah terjadinya karhutla di lokasi usahanya dan melaporkan hasilnya minimal enam bulan sekali yang dilengkapi dengan data penginderaan dari satelit kepada pihak pemerintah daerah dan lembaga yang bertanggung jawab.
Baca juga: Karhutla, HAM enam juta penduduk Riau terganggu
"Kalau hal itu berjalan sebagaimana mestinya, maka pihak berwenang dapat mengetahui wilayah mana yang rentan terjadi kebakaran hutan dan lahan dibantu dengan pemantauan yang dilakukan oleh korporasi-korporasi tersebut. Persoalannya apakah mereka-mereka yang bertanggung jawab sudah melakukan kegiatan itu apa belum," ujar Bambang.
Dia mengatakan jika pemantauan tidak berhasil dan terjadi kebakaran hutan dan lahan terkadang pemda terkesan tidak siap karena minimnya anggaran.
Dalam beberapa kasus, ujarnya, biaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan terkadang tidak dianggarkan karena masih dialokasikan sektor lain yang dianggap lebih penting, seperti pendidikan dan kesehatan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri sejauh ini sudah menyegel 52 korporasi yang diduga menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah di Indonesia. Dari 52 perusahaan yang disegel, lima di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: BNPB tetapkan status Kalteng-Riau tanggap darurat kebakaran hutan
Baca juga: Pakar sebut penanganan karhutla butuh satu koordinasi
"Sesuai PP Nomor 4 Tahun 2001, ketika kebakaran terjadi di kabupaten, maka bupati harus bertanggung jawab apalagi mereka yang memberikan izin perkebunan kelapa sawit di kabupaten, mestinya dia bisa juga melakukan kegiatan pengawasan dan pemantauan," ungkap guru besar IPB dalam perlindungan hutan itu ketika dihubungi di Jakarta pada Senin.
Bambang merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan, di mana penanggung jawab usaha wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya.
Dalam pasal 15, dikatakan bahwa penanggung jawab usaha wajib memantau untuk mencegah terjadinya karhutla di lokasi usahanya dan melaporkan hasilnya minimal enam bulan sekali yang dilengkapi dengan data penginderaan dari satelit kepada pihak pemerintah daerah dan lembaga yang bertanggung jawab.
Baca juga: Karhutla, HAM enam juta penduduk Riau terganggu
"Kalau hal itu berjalan sebagaimana mestinya, maka pihak berwenang dapat mengetahui wilayah mana yang rentan terjadi kebakaran hutan dan lahan dibantu dengan pemantauan yang dilakukan oleh korporasi-korporasi tersebut. Persoalannya apakah mereka-mereka yang bertanggung jawab sudah melakukan kegiatan itu apa belum," ujar Bambang.
Dia mengatakan jika pemantauan tidak berhasil dan terjadi kebakaran hutan dan lahan terkadang pemda terkesan tidak siap karena minimnya anggaran.
Dalam beberapa kasus, ujarnya, biaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan terkadang tidak dianggarkan karena masih dialokasikan sektor lain yang dianggap lebih penting, seperti pendidikan dan kesehatan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri sejauh ini sudah menyegel 52 korporasi yang diduga menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah di Indonesia. Dari 52 perusahaan yang disegel, lima di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: BNPB tetapkan status Kalteng-Riau tanggap darurat kebakaran hutan
Baca juga: Pakar sebut penanganan karhutla butuh satu koordinasi
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019
Tags: