Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia tidak ingin tergesa-gesa menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan/koporasi meskipun negara dengan ekonomi sepadan, India, akan menerapkan insentif fiskal tersebut dalam waktu dekat untuk menarik investasi dan menggairahkan perekonomian.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara di Gedung DPR, Jakarta, Senin, mengatakan pemerintah sudah mempertimbangkan secara matang dan komprehensif untuk memulai penurunan tarif pajak korporasi pada 2021.
Oleh karena pemangkasan tarif pajak korporasi baru dimulai di 2021, ujar Suahasil, pemerintah saat ini fokus untuk membenahi perizinan dan iklim bisnis di Tanah Air, agar aliran investasi langsung ke Indonesia tetap deras.
"Presiden (Joko Widodo) juga kan sudah ambil ancang-ancang. Kompetisi menarik investasi bukan hanya soal penurunan pajak," ujarnya.
Baca juga: Wapres: Pemerintah sedang mengkaji penghitungan skema pajak korporasi
Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman pada Jumat (20/9) mengatakan akan memangkas tarif pajak perusahaan menjadi sekitar 22 persen dari 30 persen. Angka itu menurutnya, setara dengan pajak di negara-negara Asia lainnya.
Bila hal itu terealisasi, berarti tarif pajak perusahaan di India lebih murah dari Indonesia yang saat ini masih 25 persen.
Adapun, Indonesia berencana memangkas tarif Pajak Penghasilan Badan dari 25 persen menjadi 20 persen baru pada 2021.
Suahasil masih meyakini aliran investasi ke Indonesia tidak akan tergerus dan berpindah ke India akibat rencana insentif fiskal dari pemerintah India tersebut.
Menurutnya, investor mengetahui segala upaya yang telah dan sedang dilakukan Indonesia dengan merelaksasi dan menyederhanakan peraturan guna meningkatkan daya tarik dunia usaha dan investasi di Indonesia.
"Maka itu kita terus cari jalan, bukan hanya sekedar mau menurunkan tarif pajak. Namun juga buat perbaikan iklim bisnis dari perizinan, pembangunan infrastruktur agar kita dilihat para pemilik modal," ujarnya.
Baca juga: Jokowi ingin ada penurunan pajak korporasi
Penurunan pajak korporasi memang dilirik negara-negara di dunia sebagai amunisi untuk menangkal tren perlambatan perekonomian dunia. Dalam risetnya, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencatat negara-negara sedang berlomba menurunkan tarif PPh Badan sebagai bagian dari kebijakan reformasi pajaknya.
Luksemburg dan Norwegia juga menurunkan PPh Badan masing-masing menjadi 17 persen dan 22 persen di tahun 2019. Begitu juga di Swedia, tarif PPh Badan turun menjadi 21,4 persen pada tahun ini dan akan kembali dipangkas menjadi 20,6 persen pada 2021.
Yunani secara bertahap juga berencana menurunkan tarif PPh Badan dalam kurun empat tahun ke depan, targetnya mencapai 25 persen pada 2022.
Penurunan tarif pajak dapat digunakan sebagai insentif untuk mempermudah masuknya investasi.
Indonesia juga sedang gencar menarik investasi langsung untuk memulihkan laju perekonomian yang melambat. Investasi langsung diperlukan untuk meningkatkan produksi yang bisa juga berdampak pada peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja.
Investasi dan ekspor juga menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi yang paling tertekan saat ini karena dampak dari perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Indonesia menginginkan pertumbuhan ekonomi di tahun ini dapat mencapai 5,2 persen (year on year/yoy).
Baca juga: Penurunan PPh Badan terus dikaji, Dirjen Pajak: Tinggal berapa persen
Baca juga: DJP: Diskon PPh Badan diberikan jika 40 persen saham milik publik
Indonesia tidak ingin tergesa-gesa turunkan pajak korporasi
23 September 2019 16:13 WIB
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/9/2019). ANTARA/Indra Arief Pribadi/am.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: