Jakarta (ANTARA) - Co-founder sekaligus CEO Tortuga Backpacks, Fred Perotta membagikan tiga kiat mengemas barang bawaan untuk bepergian alias packing yang praktis.

Pertama, bawa barang yang pasti dipakai.

"Kalau saat packing kau bilang 'aku akan bawa ini jaga-jaga sesuatu terjadi', kau harus meninggalkan barang itu di rumah karena situasinya 90 persen tak akan terjadi dan biasanya kau akan bisa beli barang itu di daerah setempat," kata Perotta pada Travel + Leisure.

Kedua, untuk perjalanan lama, bawa baju untuk keperluan seminggu. Kalau lebih lama, bisa laundry.

Untuk musim dingin, tak perlu membawa jaket-jaket tebal tapi pakai baju berlapis saja alih-alih pakai jaket gembung.

"Misal, alih-alih pakai sweater tebal, pakai saja kaos lengan panjang dan cardigan di luarnya. Kalau memang butuh baju tebal, pastikan kau pakai saat di pesawat."

Selain itu, pilih baju-baju berbahan teknis misalnya baju yang terbuat dari bahan yang cepat kering atau menghalau noda.

Ketiga soal sepatu, Perotta memilih sepatu yang ringan berbentuk boots berpotongan pendek dari kulit sehingga bisa dipakai di segala acara tanpa terlihat tak sopan.

Selain itu, pilih dengan bijak barang elektronik yang hendak dibawa, alih-alih membawa laptop besar dengan charger dan aksesori lain, lebih baik membawa tablet.

Perotta juga menyarankan agar senantiasa membawa botol minuman sendiri selama bepergian.

"Saat di pesawat aku kurang puas kalau cuma minum air di gelas mungil," katanya.

Fred Perotta pada 2009 melakukan perjalanan dua minggu ke Eropa Utara bersama rekan co-founder Tortuga lain, Jeremy Cohen.

"Kami jenis dua orang ilmuwan kutu buku yang obsesif untuk menemukan tas yang tepat. Aku tak banyak pergi ke luar negeri dan tak punya tas dan tak tahu apa yang mesti dibawa. Kami tak menemukan tas yang sempurna," kata Perotta.

Akhirnya dia membawa tas pendaki gunung yang umum dipakai para "backpackers".

Dari perjalanan itu, Perotta dan Cohen mendapatkan ide bahwa tas backpackers sangat nyaman tapi ada kekurangannya yakni terlalu besar jadi tak bisa masuk kabin dan harus masuk bagasi yang artinya harus keluar uang tambahan bayar untuk kelebihan muatan dan tambah waktu untuk memasukkan dan mengambil bagasi.

Selain itu, menggunakan tas backpacker besar biasanya bermasalah saat harus mengambil barang di bawah karena artinya harus membongkar isi seluruh tas.

Duo yang akhirnya menciptakan tas bepergian Toruga itu sampai pada kesimpulan bahwa tas traveling harus nyaman, awet, dengan kualitas tas pendaki gunung namun dengan kemudahan pengaturan dan akses layaknya koper.

Koper terbuka dari depan jadi mudah saat ingin mencari barang.

Baca juga: Jalan-jalan di Shanghai, lebih enak pakai taksi biasa atau online?

Baca juga: Semenanjung Kunisaki, wisata "anti-mainstream" di Jepang

Baca juga: Lima surga wisata Indonesia yang patut dikunjungi