Petani yang juga korban bencana alam gempa dan likuefaksi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pada musim tanam kali ini mengalami gagal panen, khususnya komoditas jagung, karena dampak dari musim kemarau panjang yang tak kunjung berakhir.
Gustaf, seorang petani di Desa Omu, Kecamatan Gumbasa, Senin, membenarkan rata-rata petani di desanya merugi besar akibat gagal panen jagung.
Padahal, kata dia, satu-satunya komoditas jangkah pendek dan terbilang tahan panas adalah jagung dibandingkan tanaman pangan lainnya. "Tapi karena musim panas cukup lama, petani gagal panen, " kata Gustaf.
Gustaf, seorang petani di Desa Omu, Kecamatan Gumbasa, Senin, membenarkan rata-rata petani di desanya merugi besar akibat gagal panen jagung.
Padahal, kata dia, satu-satunya komoditas jangkah pendek dan terbilang tahan panas adalah jagung dibandingkan tanaman pangan lainnya. "Tapi karena musim panas cukup lama, petani gagal panen, " kata Gustaf.
Semula ia berharap besar areal perkebunan jagung seluas dua hektare yang berada di lereng bukit di Desa Omu tersebut bisa menopang kebutuhan sehari-hari keluarganya, pasca-bencana alam yang dialami.
"Tapi ternyata tidak seperti yang diharapkan," ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, ayah tiga anak yang masih duduk di sekolah SMP dan SD terpaksa menjadi buruh proyek pembangunan tanggul sungai di wilayah itu.
"Untung ada proyek itu, sehingga banyak warga desa yang ikut menjadi buruh," kata Gustaf.
Hal senada juga ungkapkan Baharuddin (54), seorang petani jagung di Desa Simoro, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi. Ia juga membenarkan gagal panen.
Kemarau panjang yang melanda wilayah tersebut sejak beberapa bulan terakhir ini telah mengakibatkan banyak tanaman, termasuk jagung dan kacang tanah yang dikembangkan petani mati kekeringan.
"Memang selama ini petani hanya mengandalkan tadah hujan, sedangkan sudah beberapa bulan terakhir sejak gempa dahsyat menghajar sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah, termasuk Sigi, terjadi musim kemarau panjang, sehingga berdampak parah terhadap berbagai jenis tanaman pangan dan lainnya, gagal panen," tuturnya.
Di Desa Simoro selama ini termasuk sentra produksi jagung di Kabupaten Sigi. "Tapi selama pascagempa hingga kini petani gagal panen, sebab musim kemarau panjang," kata dia.
Sementara itu, sawah pun tidak bisa diolah karena tidak ada air. Air sungai pun terlihat menurun darstis menyusul kemarau panjang. "Jangankan air sungai, sumur warga juga mulai banyak yang kering," ujarnya.
Mereka berharap musim kemarau panjang segera berakhir sehingga petani bisa bangkit kembali untuk mengembangkan berbagai jenis komoditas pertanian dan juga hortikultura guna memulihkan ekonomi keluarga yang terdampak bencana alam.
Kabupaten Sigi selama ini termasuk daerah lumbungan pangan di Sulawesi Tengah. Hasil-hasil panen petani selain dipasarkan ke Kota Palu, juga sebagian dijual ke Provinsi Kalimantan Timur, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Baca juga: Melalui program "empowered farmers" petani panen jagung perdana
Baca juga: Kekeringan, 111,5 hektare padi di Bangka Selatan gagal panen
"Tapi ternyata tidak seperti yang diharapkan," ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, ayah tiga anak yang masih duduk di sekolah SMP dan SD terpaksa menjadi buruh proyek pembangunan tanggul sungai di wilayah itu.
"Untung ada proyek itu, sehingga banyak warga desa yang ikut menjadi buruh," kata Gustaf.
Hal senada juga ungkapkan Baharuddin (54), seorang petani jagung di Desa Simoro, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi. Ia juga membenarkan gagal panen.
Kemarau panjang yang melanda wilayah tersebut sejak beberapa bulan terakhir ini telah mengakibatkan banyak tanaman, termasuk jagung dan kacang tanah yang dikembangkan petani mati kekeringan.
"Memang selama ini petani hanya mengandalkan tadah hujan, sedangkan sudah beberapa bulan terakhir sejak gempa dahsyat menghajar sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah, termasuk Sigi, terjadi musim kemarau panjang, sehingga berdampak parah terhadap berbagai jenis tanaman pangan dan lainnya, gagal panen," tuturnya.
Di Desa Simoro selama ini termasuk sentra produksi jagung di Kabupaten Sigi. "Tapi selama pascagempa hingga kini petani gagal panen, sebab musim kemarau panjang," kata dia.
Sementara itu, sawah pun tidak bisa diolah karena tidak ada air. Air sungai pun terlihat menurun darstis menyusul kemarau panjang. "Jangankan air sungai, sumur warga juga mulai banyak yang kering," ujarnya.
Mereka berharap musim kemarau panjang segera berakhir sehingga petani bisa bangkit kembali untuk mengembangkan berbagai jenis komoditas pertanian dan juga hortikultura guna memulihkan ekonomi keluarga yang terdampak bencana alam.
Kabupaten Sigi selama ini termasuk daerah lumbungan pangan di Sulawesi Tengah. Hasil-hasil panen petani selain dipasarkan ke Kota Palu, juga sebagian dijual ke Provinsi Kalimantan Timur, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Baca juga: Melalui program "empowered farmers" petani panen jagung perdana
Baca juga: Kekeringan, 111,5 hektare padi di Bangka Selatan gagal panen