Asap pekat, 4 maskapai alihkan penerbangan dari Pekanbaru
22 September 2019 10:48 WIB
Petugas melakukan pembasahan di sepanjang pinggir jalan koridor yang diselimuti kabut asap ketika terjadi kebakaran lahan di Kabupaten Pelalawan, Riau, Kamis (19/9/2019). ANTARA FOTO/Rony Muharrman/foc.
Pekanbaru (ANTARA) - Empat maskapai mengalihkan penerbangan dari Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru menuju sejumlah bandara terdekat akibat kabut asap pekat yang menyelimuti ibu kota Provinsi Riau tersebut, Minggu.
Officer in Charge Bandara SSK II Pekanbaru, Benni Netra di Pekanbaru, Minggu mengatakan Batik Air 6856 dan Lion Air JT 296 mengalihkan penerbangan ke Hang Nadim, Batam. Sementara dua lainnya kembali ke Bandara awal.
"Empat pesawat yang melakukan holding (berputar-putar di udara) divert (mengalihkan penerbangan)," kata Benni.
Batik Air 6856 yang terbang sejak pukul 06.00 WIB dari Bandara Soekarno Hatta sempat berputar-putar lebih dari dua jam lamanya di langit Pekanbaru sebelum akhirnya memilih terbang menuju Hang Nadim, pukul 10.00 WIB. Hal yang sama juga dilakukan pilot Lion Air JT 296 dari Yogyakarta.
Sementara Citilink QG 936 terpaksa harus kembali ke Bandara Soekarno Hatta setelah sempat berputar-putar di udara akibat kesulitan mendarat di Bandara SSK II Pekanbaru. Begitu juga dengan Malindo Air OD 362 asal Subang, Kuala Lumpur yang kembali ke Malaysia karena tidak memungkinkan untuk melakukan pendaratan.
Baca juga: Walhi: Karhutla Riau ancam target penurunan emisi
Sejak Minggu pagi, empat pesawat itu telah berupaya mendarat di Bandara SSK II Pekanbaru. Namun, jarak pandang pendek yang hanya 500 meter membuat pilot harus berputar-putar di udara seraya menunggu jarak aman pendaratan minimal 800 meter.
Benni mengatakan, jarak pandang aman untuk mendaratkan pesawat adalah 800 meter. Akan tetapi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan jarak pandang hanya 500 meter akibat asap.
Terbatasnya jarak pandang itu merupakan dampak dari Karhutla yang kini melanda sebagian wilayah Riau.
BMKG menyatakan jarak pandang terbatas juga berlangsung di Kabupaten Pelalawan yang hanya berkisar 300 meter, Rengat Kabupaten Indragiri Hulu 500 meter serta Kota Dumai 1 Kilometer.
Baca juga: Penanggulangan karhutla libatkan 29.039 personel menurut BNPB
Officer in Charge Bandara SSK II Pekanbaru, Benni Netra di Pekanbaru, Minggu mengatakan Batik Air 6856 dan Lion Air JT 296 mengalihkan penerbangan ke Hang Nadim, Batam. Sementara dua lainnya kembali ke Bandara awal.
"Empat pesawat yang melakukan holding (berputar-putar di udara) divert (mengalihkan penerbangan)," kata Benni.
Batik Air 6856 yang terbang sejak pukul 06.00 WIB dari Bandara Soekarno Hatta sempat berputar-putar lebih dari dua jam lamanya di langit Pekanbaru sebelum akhirnya memilih terbang menuju Hang Nadim, pukul 10.00 WIB. Hal yang sama juga dilakukan pilot Lion Air JT 296 dari Yogyakarta.
Sementara Citilink QG 936 terpaksa harus kembali ke Bandara Soekarno Hatta setelah sempat berputar-putar di udara akibat kesulitan mendarat di Bandara SSK II Pekanbaru. Begitu juga dengan Malindo Air OD 362 asal Subang, Kuala Lumpur yang kembali ke Malaysia karena tidak memungkinkan untuk melakukan pendaratan.
Baca juga: Walhi: Karhutla Riau ancam target penurunan emisi
Sejak Minggu pagi, empat pesawat itu telah berupaya mendarat di Bandara SSK II Pekanbaru. Namun, jarak pandang pendek yang hanya 500 meter membuat pilot harus berputar-putar di udara seraya menunggu jarak aman pendaratan minimal 800 meter.
Benni mengatakan, jarak pandang aman untuk mendaratkan pesawat adalah 800 meter. Akan tetapi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan jarak pandang hanya 500 meter akibat asap.
Terbatasnya jarak pandang itu merupakan dampak dari Karhutla yang kini melanda sebagian wilayah Riau.
BMKG menyatakan jarak pandang terbatas juga berlangsung di Kabupaten Pelalawan yang hanya berkisar 300 meter, Rengat Kabupaten Indragiri Hulu 500 meter serta Kota Dumai 1 Kilometer.
Baca juga: Penanggulangan karhutla libatkan 29.039 personel menurut BNPB
Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: