Ma'ruf Amin: Tidak setuju RKUHP bisa gugat ke MK
21 September 2019 18:07 WIB
Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amien menjadi pembicara utama dalam diskusi ketahanan pangan oleh Inkubasi bisnis Syariah MUI di Jakarta, Sabtu (21/9/2019). ANTARA/Afut Syafril/pri (Afut Syafril)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin mengatakan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) jika tidak setuju maka bisa melakukan gugatan di yudisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Memang ada pro kontra, saya sudah bilang karena kita ada mekanisme jadi boleh saja orang sepakat dan tidak sepakat, tapi supaya ditempuh melalui mekanisme yang ada," kata Ma'ruf Amin di Jakarta, Sabtu.
Selanjutnya, Ma'ruf menegaskan bagi mereka yang tidak setuju keputusan DPR bisa menggugat di yudisial review di Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: DPR pertimbangkan tunda pengesahan RKUHP
Sementara itu, sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta DPR RI untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RUU KUHP) untuk mendalami kembali sejumlah materi pasal dalam peraturan tersebut.
"Untuk itu saya perintahkan Menkumham selaku wakil pemerintah untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda," kata Presiden.
Presiden menilai terdapat sekitar 14 pasal yang harus ditinjau ulang. Jokowi berharap pengesahan RUU KUHP itu dilakukan oleh DPR pada perioe 2019-2024.
Kepala Negara juga meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menambah masukan dan mengumpulkan usulan dari masyarakat.
Baca juga: Pakar hukum pidana: RKUHP boleh ditunda, tapi harus disahkan
"Saya perintahkan Menteri Hukum dan HAM kembali menjaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ujar Presiden.
Panitia Khusus (Pansus) RUU KUHP telah menyelesaikan pembahasan dan perumusan RUU tersebut pada Minggu (15/9), dan tinggal menyempurnakan penjelasan beberapa pasal di dalamnya.
Sejumlah pasal yang kontroversial antara lain pasal penghinaan presiden, pasal aborsi, terkait makna zina atau persetubuhan diluar pernikahan, dan pasal pencabulan sesama jenis.
Baca juga: Dewan Pers: RKUHP jangan tumpang tindih dengan UU Pers
Baca juga: Menkumham: Pidana penyiar berita bohong jika timbul keonaran besar
"Memang ada pro kontra, saya sudah bilang karena kita ada mekanisme jadi boleh saja orang sepakat dan tidak sepakat, tapi supaya ditempuh melalui mekanisme yang ada," kata Ma'ruf Amin di Jakarta, Sabtu.
Selanjutnya, Ma'ruf menegaskan bagi mereka yang tidak setuju keputusan DPR bisa menggugat di yudisial review di Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: DPR pertimbangkan tunda pengesahan RKUHP
Sementara itu, sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta DPR RI untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RUU KUHP) untuk mendalami kembali sejumlah materi pasal dalam peraturan tersebut.
"Untuk itu saya perintahkan Menkumham selaku wakil pemerintah untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda," kata Presiden.
Presiden menilai terdapat sekitar 14 pasal yang harus ditinjau ulang. Jokowi berharap pengesahan RUU KUHP itu dilakukan oleh DPR pada perioe 2019-2024.
Kepala Negara juga meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menambah masukan dan mengumpulkan usulan dari masyarakat.
Baca juga: Pakar hukum pidana: RKUHP boleh ditunda, tapi harus disahkan
"Saya perintahkan Menteri Hukum dan HAM kembali menjaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ujar Presiden.
Panitia Khusus (Pansus) RUU KUHP telah menyelesaikan pembahasan dan perumusan RUU tersebut pada Minggu (15/9), dan tinggal menyempurnakan penjelasan beberapa pasal di dalamnya.
Sejumlah pasal yang kontroversial antara lain pasal penghinaan presiden, pasal aborsi, terkait makna zina atau persetubuhan diluar pernikahan, dan pasal pencabulan sesama jenis.
Baca juga: Dewan Pers: RKUHP jangan tumpang tindih dengan UU Pers
Baca juga: Menkumham: Pidana penyiar berita bohong jika timbul keonaran besar
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: