Di Sumba, warga desa ini antusias tukar uang lusuh hingga Rp200 juta
21 September 2019 12:55 WIB
Seorang ibu memegang pecahan uang rupiah yang sudah lusuh untuk ditukarkan saat dilaksanakannya ekspedisi kas keliling pulau-pulau Terluar, Terdepan, Terpencil (3T) di desa Waikelo, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT (21/9/2019). .ANTARA FOTO/Kornelis Kaha
Kupang (ANTARA) - Sejumlah warga di Desa Waikelo, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang masuk kategori daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan) antusias menukarkan uang rupiah lusuhnya ketika Bank Indonesia mengelar Ekspedisi Kas Keliling di desa itu.
Salehudin seorang pengusaha pakaian di Desa Waikelo ditemui disela-sela penukaran uang lusuh di desa yang terletak paling barat Pulau Sumba itu Sabtu (21/9) mengaku sangat terbantu dengan adanya kas keliling tersebut.
"Kebetulan sekali uang lusuh saya banyak sekali, jadi sekalian saja saya bawa ke sini dan menukarkan dengan uang yang baru," katanya.
Ia mengaku bahwa kurang lebih enam bulan ini ia terpaksa menyimpan uang kertas rupiah yang lusuh, karena memang sudah tak layak beredar lagi di masyarakat.
Bahkan para pembeli yang berbelanja di lapaknya, tak mau menerima uang kembalian yang lusuh.
"Kata mereka uangnya kotor dan mereka (pembeli) tak ingin menerima uang itu. Ya mau bagaimana lagi, satu-satunya cara adalah menyimpannya agar bisa ditukarkan," tambah dia.
Salehudin sendiri mengaku uang lusuh yang dikumpulkan mencapai Rp200 juta, dengan berbagai pecahan mulai dari pecahan Rp1.000 sampai dengan Rp50.000.
Pantauan Antara awalnya uang lusuh Rp200 juta itu dimasukan kedalam sebuah tas kecil, namun saat sudah menukar, Salehhudin membawa uang rupiah yang baru menggunakan karung.
Sementara itu Anita, yang juga seorang pengusaha rumah makan di daerah itu juga mengatakan bahwa para pembeli tak mau menerima pengembalian uang lusuh.
"Tetapi saya terima kalau ada yang berbelanja dengan uang lusuh. Toh nanti bisa ditukarkan," tutur dia.
Ia pun berharap agar kegiatan Kas Keliling ini bisa dilakukan terus menerus paling tidak satu bulan sekali, sehingga tak banyak uang lusuh yang beredar di masyarakat.
Salehudin seorang pengusaha pakaian di Desa Waikelo ditemui disela-sela penukaran uang lusuh di desa yang terletak paling barat Pulau Sumba itu Sabtu (21/9) mengaku sangat terbantu dengan adanya kas keliling tersebut.
"Kebetulan sekali uang lusuh saya banyak sekali, jadi sekalian saja saya bawa ke sini dan menukarkan dengan uang yang baru," katanya.
Ia mengaku bahwa kurang lebih enam bulan ini ia terpaksa menyimpan uang kertas rupiah yang lusuh, karena memang sudah tak layak beredar lagi di masyarakat.
Bahkan para pembeli yang berbelanja di lapaknya, tak mau menerima uang kembalian yang lusuh.
"Kata mereka uangnya kotor dan mereka (pembeli) tak ingin menerima uang itu. Ya mau bagaimana lagi, satu-satunya cara adalah menyimpannya agar bisa ditukarkan," tambah dia.
Salehudin sendiri mengaku uang lusuh yang dikumpulkan mencapai Rp200 juta, dengan berbagai pecahan mulai dari pecahan Rp1.000 sampai dengan Rp50.000.
Pantauan Antara awalnya uang lusuh Rp200 juta itu dimasukan kedalam sebuah tas kecil, namun saat sudah menukar, Salehhudin membawa uang rupiah yang baru menggunakan karung.
Sementara itu Anita, yang juga seorang pengusaha rumah makan di daerah itu juga mengatakan bahwa para pembeli tak mau menerima pengembalian uang lusuh.
"Tetapi saya terima kalau ada yang berbelanja dengan uang lusuh. Toh nanti bisa ditukarkan," tutur dia.
Ia pun berharap agar kegiatan Kas Keliling ini bisa dilakukan terus menerus paling tidak satu bulan sekali, sehingga tak banyak uang lusuh yang beredar di masyarakat.
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: