Akademisi: Masyarakat akan tetap percaya KPK pascarevisi
20 September 2019 19:44 WIB
Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Al Ghifari Bandung Moch Zakaria (kiri) dan Kepala Program Studi Administrasi Publik FISIP Universitas Pasundan Bandung Rudi Martiawan dalam sebuah forum diskusi di Bandung, Jumat (20-9-2019). ANTARA/Ajat Sudrajat
Bandung (ANTARA) - Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Al Ghifari Bandung Moch Zakaria berpendapat masyarakat akan tetap percaya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah revisi UU KPK menjadi undang-undang.
"Yang harus dilakukan saat ini adalah pihak-pihak terkait mulai membangun kembali trust dari masyarakat," kata Moch Zakaria dalam sebuah forum diskusi di Bandung, Jumat.
Menurut dia, adanya KPK tidak terlepas dari munculnya "kepercayaan" dari masyarakat. Dengan demikian, jika ada perubahan di tubuh lembaga antirasuah, akan menimbulkan dampak yang akan menyita perhatian publik pula.
Baca juga: Jaksa Agung: Revisi UU KPK agar penegakan hukum lebih sehat
"Reaksi publik terkait dengan revisi UU KPK itu merupakan sebuah respons yang wajar. Akan tetapi, itu harus diperhatikan oleh pihak terkait karena negara kita ini demokratis," katanya.
Zakaria menyarankanpihak terkait, seperti eksekutif dan legislatif, untuk memberikan informasi bahwa UU KPK direvisi demi perubahan ke arah yang lebih baik lagi, bukan malah melemahkan lembaga tersebut.
"Jadi, harus ada aspek informasi yang diberikan kepada masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung itu bisa melalui media massa," ujarnya.
Baca juga: Tolak revisi UU KPK, ratusan mahasiswa di Medan beraksi di DPRD Sumut
Ia menekankan, "Perubahan ini (revisi UU KPK) hanya penguatan. Saya yakin perubahan ini adalah penguatan karena dari masing-masing harus ada iktikad atau will, niatnya untuk kemajuan, kinerjanya lebih efektif, koordinasi lebih efektif."
Menurut dia, anggapan revisi UU KPK dilakukan untuk melemahkan fungsi dan wewenang KPK maka hal tersebut keliru karena lembaga antirasuah tersebut berstatus ad hoc.
"Artinya posisi KPK itu bisa dibubarkan sewaktu-waktu karena ad hoc," katanya.
Jika ada pihak-pihak atau kelompok masyarakat yang merasa kurang puas dengan revisi UU KPK, menurut dia, bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Civitas academica Paramadina ingatkan Jokowi bahaya pelemahan KPK
Hal senada juga diutarakan oleh Kepala Program Studi Administrasi Publik FISIP Universitas Pasundan Bandung Rudi Martiawan. Dia mengatakan bahwa eksekutif dan legislatif harus memberikan edukasi kepada publik tentang revisi UU KPK.
"Jadi, publik diberikan penjelasan tentang perubahan dan dampak dari revisi UU KPK berikut solusinya tanpa disusupi kepentingan yang lain," katanya.
"Yang harus dilakukan saat ini adalah pihak-pihak terkait mulai membangun kembali trust dari masyarakat," kata Moch Zakaria dalam sebuah forum diskusi di Bandung, Jumat.
Menurut dia, adanya KPK tidak terlepas dari munculnya "kepercayaan" dari masyarakat. Dengan demikian, jika ada perubahan di tubuh lembaga antirasuah, akan menimbulkan dampak yang akan menyita perhatian publik pula.
Baca juga: Jaksa Agung: Revisi UU KPK agar penegakan hukum lebih sehat
"Reaksi publik terkait dengan revisi UU KPK itu merupakan sebuah respons yang wajar. Akan tetapi, itu harus diperhatikan oleh pihak terkait karena negara kita ini demokratis," katanya.
Zakaria menyarankanpihak terkait, seperti eksekutif dan legislatif, untuk memberikan informasi bahwa UU KPK direvisi demi perubahan ke arah yang lebih baik lagi, bukan malah melemahkan lembaga tersebut.
"Jadi, harus ada aspek informasi yang diberikan kepada masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung itu bisa melalui media massa," ujarnya.
Baca juga: Tolak revisi UU KPK, ratusan mahasiswa di Medan beraksi di DPRD Sumut
Ia menekankan, "Perubahan ini (revisi UU KPK) hanya penguatan. Saya yakin perubahan ini adalah penguatan karena dari masing-masing harus ada iktikad atau will, niatnya untuk kemajuan, kinerjanya lebih efektif, koordinasi lebih efektif."
Menurut dia, anggapan revisi UU KPK dilakukan untuk melemahkan fungsi dan wewenang KPK maka hal tersebut keliru karena lembaga antirasuah tersebut berstatus ad hoc.
"Artinya posisi KPK itu bisa dibubarkan sewaktu-waktu karena ad hoc," katanya.
Jika ada pihak-pihak atau kelompok masyarakat yang merasa kurang puas dengan revisi UU KPK, menurut dia, bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Civitas academica Paramadina ingatkan Jokowi bahaya pelemahan KPK
Hal senada juga diutarakan oleh Kepala Program Studi Administrasi Publik FISIP Universitas Pasundan Bandung Rudi Martiawan. Dia mengatakan bahwa eksekutif dan legislatif harus memberikan edukasi kepada publik tentang revisi UU KPK.
"Jadi, publik diberikan penjelasan tentang perubahan dan dampak dari revisi UU KPK berikut solusinya tanpa disusupi kepentingan yang lain," katanya.
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: