Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Wathan Sultra, Jamhuri Karim mengatakan, aksi tersebut sebagai aksi tuntutan kepada Kemenkumham RI agar membatalkan Surat Keputusan Nomor. AHU-000010 AH 01 08 Tahun 2019, karena dianggap tidak prosedural.
"Kita menuntut agar Kemenkumham di Jakarta mencabut SK bodong tentang pengesahan PBNW yang tidak prosedural yang tiba-tiba muncul, padahal kita memahami bahwa di Nahdlatul Wathan, hasil Nahdlatul Wathan yang ke-14 di bulan yang kemarin itu menghasilkan sebuah kepemimpinan PBNW yang sah, legal secara aturan organisasi secara perundang-undangan," kata Jamhuri Karim, di Kendari, Jumat.
Menurutnya penerbitan SK tersebut ilegal dan mencederai nilai-nilai dan aturan-aturan yang ada di organisasi, serta mengesampingkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
"Itulah yang kami turun pada hari ini menuntut supaya Kemenkumham mencabut dan mengganti SK tersebut," tegasnya.
Dia mengatakan jika tuntan mereka tidak diindahkan, maka mereka akan melakukan aksi lanjutan dengan jumlah massa yang lebih besar dibanding hari ini sampai SK tersebut dicabut.
"Jika tuntutan kami tidak dikabulkan kita akan terus berjuang sampai selesai permasalahan ini. Tentunya kami berharap Kemenkumham mengabulkan permintaan kami tentang pembatalan SK tersebut," harapnya.
Sementara Koordinator Lapangan, Fahrurizal mengungkapkan bahwa aksi tersebut menuntut perihal tindakan dzolim oleh Kemenkumham yang menerbitkan Surat Keterangan pada tanggal 10 september 2019 Nomor AHU-0000810 Tahun 2019.
Baca juga: Meski didemo, pegawai Kemenkumham NTB tetap beraktivitas
Baca juga: Surya Paloh minta santri Nahdlatul Wathan jadi penerang Islam
Baca juga: Paloh ajak santri Nahdlatul Wathan jaga ideologi bangsa
"Atas permohonan Notaris Hamzan Wahyudi, SH, M.KN berdasarkan Nomor 754 tanggal 7 September 2019 adalah perbuatan dzolim dan melawan hukum terhadap Nahdlatul Wathan serta merendahkan kewibawaan hukum dan perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya.
Menurutnya SK yang memuat M. Zainul menjadi Ketua Umum Tanfidziah Nahdlatul Wathan, Kemenkumham RI telah melakukan pelanggaran terhadap keputusan sebelumnya hasil yang berkuatan hukum tetap.
Dimana SK sebelumnya yang ditetapkan oleh Kemenkumham sendiri, yaitu SK Kemenkumham Nomor AHU-26 AH 01 08 tahun 2016 tentang Perkumpulan Nahdlatul Wathan yang sah dibawah kepemimpinan Hj Siti Raihanun Zainuddin Abdul Majid.
"Kami Aliansi Nahdlatul Wathan tidak akan pernah berhenti mengingatkan dan menyadarkan Kemenkumham RI agar tidak melenceng dari tugas tanggung jawab serta kewajibannya sebagai penyelenggara urusan Hukun dan HAM. Dimana Kemenkumham justru harus menjadi contoh segala bentuk ketentuan hukum dan perundang-undangan di republik ini," katanya.