BI kembangkan bawang putih unggul di Tawangmangu
20 September 2019 17:06 WIB
Panen bawang putih varietas unggul di Dukuh Pancot, Kelurahan Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. (HO/Dokumentasi BI)
Solo (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mengembangkan komoditas bawang putih unggul di Dukuh Pancot, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
"Kami memandang perlu untuk mendorong produksi dan ketersediaan pasokan bawang putih melalui pendampingan kepada petani bawang putih dalam rangka mendukung program pengendalian inflasi dan perbaikan 'current account deficit' (CAD), serta upaya pencapaian target swasembada bawang putih nasional pada tahun 2021," kata Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bambang Pramono di Solo, Jumat.
Ia mengatakan pendampingan juga diperlukan untuk mendorong program inovasi peningkatan kualitas bawang putih, salah satunya melalui pengembangan bibit unggul dengan sistem penggandaan kromosom atau "double chromosome" pada varietas Tawangmangu Baru atau Tawangmangu Super.
"Selain itu, diterapkan pula sistem seleksi mandiri pada aspek budidayanya untuk memberikan hasil yang optimal," katanya.
Baca juga: Pemkab Batang dorong petani melakukan budi daya bawang putih
Ia mengatakan pendampingan diberikan kepada Kelompok Taruna Tani "Tani Maju". Program tersebut dilaksanakan bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Menurut dia, dilakukannya pengembangan budidaya bawang putih varietas unggul di Kabupaten Karanganyar karena lahannya yang cukup besar, bahkan luas panen mencapai 272 hektar dan kemampuan produksi mencapai 1.677,9 ton.
"Untuk pengembangan pertanian bawang putih tersebar di empat kecamatan, yaitu Tawangmangu, Jatiyoso, Jenawi, dan Ngargoyoso," katanya.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan varietas biasa, khusus bawang putih varietas Tawangmangu Baru, dikatakannya, rata-rata produktivitasnya lebih tinggi yaitu sekitar 12 ton/hektar dibandingkan produktivitas varietas lokal lainnya yaitu di kisaran 8-10 ton/hektar.
"Selain itu dari segi cita rasa varietas ini lebih unggul karena lebih pedas dibandingkan varietas Kating yang diimpor dari Tiongkok," katanya.
Baca juga: Tolak izin impor bawang putih, pemerintah dapat apresiasi petani
Meski demikian, diakuinya, varietas tersebut memiliki kelemahan yaitu kurang adaptif terhadap kelembaban yang tinggi atau kurang tahan terhadap curah hujan yang lebih tinggi dan rentan terhadap penyakit.
Ia mengatakan saat ini uji coba bawang putih Tawangmangu Super oleh BI Surakarta sudah memasuki generasi ketiga atau G3 dengan jumlah bibit yang ditanam sebanyak 63,5 kg bibit pada demplot dengan luasan 800 m2. Pada hari ini, dikatakannya, telah dilakukan panen untuk uji coba G3.
Ia mengatakan hasil panen secara umum menunjukkan peningkatan dibandingkan generasi sebelumnya, di mana produktivitas cabut basah pada G1 kurang lebih sebesar 6,6 ton/hektar, pada G2 kurang lebih 15,6 ton/hektar, dan pada G3 meningkat menjadi sebesar 20,48 ton/hektar.
Selanjutnya, dikatakannya, hasil panen G3 dapat dijadikan bibit pada musim tanam selanjutnya hingga akhirnya diperoleh hasil yang optimal untuk kemudian dapat dikembangkan secara massal.
"Secara umum, hasil percobaan pada G1 dan G2 memang menunjukkan peningkatan baik dari aspek produktivitas, dimensi, maupun kondisi fisik lainnya, seperti peningkatan ukuran karakter vegetatif, seperti daun dan umbi, jumlah anakan yang makin banyak, jumlah bunga dan biji yang lebih banyak, ketahanan terhadap penyakit, serta keseragaman tumbuh yang lebih baik," katanya.
Baca juga: Petani bawang putih dibekali pengetahuan iklim
"Kami memandang perlu untuk mendorong produksi dan ketersediaan pasokan bawang putih melalui pendampingan kepada petani bawang putih dalam rangka mendukung program pengendalian inflasi dan perbaikan 'current account deficit' (CAD), serta upaya pencapaian target swasembada bawang putih nasional pada tahun 2021," kata Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bambang Pramono di Solo, Jumat.
Ia mengatakan pendampingan juga diperlukan untuk mendorong program inovasi peningkatan kualitas bawang putih, salah satunya melalui pengembangan bibit unggul dengan sistem penggandaan kromosom atau "double chromosome" pada varietas Tawangmangu Baru atau Tawangmangu Super.
"Selain itu, diterapkan pula sistem seleksi mandiri pada aspek budidayanya untuk memberikan hasil yang optimal," katanya.
Baca juga: Pemkab Batang dorong petani melakukan budi daya bawang putih
Ia mengatakan pendampingan diberikan kepada Kelompok Taruna Tani "Tani Maju". Program tersebut dilaksanakan bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Menurut dia, dilakukannya pengembangan budidaya bawang putih varietas unggul di Kabupaten Karanganyar karena lahannya yang cukup besar, bahkan luas panen mencapai 272 hektar dan kemampuan produksi mencapai 1.677,9 ton.
"Untuk pengembangan pertanian bawang putih tersebar di empat kecamatan, yaitu Tawangmangu, Jatiyoso, Jenawi, dan Ngargoyoso," katanya.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan varietas biasa, khusus bawang putih varietas Tawangmangu Baru, dikatakannya, rata-rata produktivitasnya lebih tinggi yaitu sekitar 12 ton/hektar dibandingkan produktivitas varietas lokal lainnya yaitu di kisaran 8-10 ton/hektar.
"Selain itu dari segi cita rasa varietas ini lebih unggul karena lebih pedas dibandingkan varietas Kating yang diimpor dari Tiongkok," katanya.
Baca juga: Tolak izin impor bawang putih, pemerintah dapat apresiasi petani
Meski demikian, diakuinya, varietas tersebut memiliki kelemahan yaitu kurang adaptif terhadap kelembaban yang tinggi atau kurang tahan terhadap curah hujan yang lebih tinggi dan rentan terhadap penyakit.
Ia mengatakan saat ini uji coba bawang putih Tawangmangu Super oleh BI Surakarta sudah memasuki generasi ketiga atau G3 dengan jumlah bibit yang ditanam sebanyak 63,5 kg bibit pada demplot dengan luasan 800 m2. Pada hari ini, dikatakannya, telah dilakukan panen untuk uji coba G3.
Ia mengatakan hasil panen secara umum menunjukkan peningkatan dibandingkan generasi sebelumnya, di mana produktivitas cabut basah pada G1 kurang lebih sebesar 6,6 ton/hektar, pada G2 kurang lebih 15,6 ton/hektar, dan pada G3 meningkat menjadi sebesar 20,48 ton/hektar.
Selanjutnya, dikatakannya, hasil panen G3 dapat dijadikan bibit pada musim tanam selanjutnya hingga akhirnya diperoleh hasil yang optimal untuk kemudian dapat dikembangkan secara massal.
"Secara umum, hasil percobaan pada G1 dan G2 memang menunjukkan peningkatan baik dari aspek produktivitas, dimensi, maupun kondisi fisik lainnya, seperti peningkatan ukuran karakter vegetatif, seperti daun dan umbi, jumlah anakan yang makin banyak, jumlah bunga dan biji yang lebih banyak, ketahanan terhadap penyakit, serta keseragaman tumbuh yang lebih baik," katanya.
Baca juga: Petani bawang putih dibekali pengetahuan iklim
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: