Labuan Bajo, Nusa Tenggara Tim (ANTARA) - Woman in Maritime Indonesia (WIMA Ina) berharap pemerintah bisa mempertahankan asas cabotage yang bermakna kedaulatan negara dengan tidak membuka kran investasi asing pada usaha angkutan multimoda.

"Äsas cabotage juga sebagai upaya untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI", sehingga perlu dipertahankan," kata Wakil Ketua Umum WIMA Ina Carmelita Hartoto kepada pers di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu.

Hal itu disampaikan saat Simposium WIMA Ina yang membahas Simposium Memberdayakan Perempuan di Peluang Kemaritiman yang juga menghadirkan Ketua Umum Woman in Maritime Indonesia (WIMA Ina) Nirmala Chandra Motik, Presiden Direktur PT Terminal Teluk Lamong Dothy, Kapten wanita pertama kapal Capt. Kartini, serta Komandan Kapal Patroli Alugara Tanjung Priok PLP Tanjung Priok Ni Putu Cahyani.

Baca juga: Menhub kaji datangkan maskapai asing asal tak langgar "cabotage"

Dikatakan Carmelita, sejumlah selama ini ada pihak-pihak yang mengusulkan kepada pemerintah untuk membuka kran investasi asing hingga 100 persen pada usaha angkutan multimoda di sektor angkutan laut nasional.

Padahal, katanya asas cabotage yang bermakna kedaulatan negara terbukti sukses dalam menjaga kedaulatan negara pada aspek keamanan dan pertahanan. Armada pelayaran nasional menjadi bagian dari pertahanan negara, yang dapat dimobilisasi jika negara dalam keadaan bahaya. Hal ini seperti amanat Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

"Kebijakan asas cabotage yang tertuang dalam Inpres No. 05 tahun 2005 dan Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran juga telah terbukti berperan dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional,"kata Carmelita yang juga juga Ketua Umum INSA (Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia).

Baca juga: INSA berharap pemerintah pertahankan asas cabotage

Penerapan asas cabotage yang didukung para pelaku usaha pelayaran nasional telah mendorong investasi sektor angktuan laut. Pada 2019, armada pelayaran nasional sudah mencapai lebih 25.000 atau melonjak dari sejak awal diterapkannya asas cabotage pada 2005 yang hanya berkisar 6.000-an armada.

Ketua Umum WIMA Ina Nirmala Chandra Motik, menilai adanya usulan dari pihak-pihak tertentu untuk merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) pada angkutan multimoda, khususnya sektor angkutan laut merupakan sebuah kemunduran dan menodai semangat nasionalisme yang tertuang dalam asas cabotage.

"Asas cabotage harus tetap berjalan konsisten, karena sudah terbukti memberikan banyak dampak positif dalam banyak aspek negaradan merupakan asas kedaulautan negara Republik Indonesia," katanya.

Saat ini Presiden Joko Widodo tengah mencita-citakan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia. Cita-cita itu akan terwujud dengan dukungan industri pelayaran nasional yang kuat dengan konsistensi implementasi kebijakan asas cabotage.

“Jadi asas cabotage harus konsisten dijalankan kalau kita mau menuju poros maritim dunia sesuai dengan keinginan Bapak Presiden Joko Widodo,” kata Nirmala.

Untuk itu, kebijakan terkait transportasi laut baik di tingkat pusat maupun daerah harus mengedepankan kebijakan asas cabotage. Kebijakan asas cabotage merupakan bentuk kedaulatan negara dan mandatory atau bersifat wajib untuk negara dan harus dipertahankan demi kepentingan nasional.