Jakarta (ANTARA) - Sebuah riset yang dilakukan oleh akademisi dari Institut Korea untuk Unifikasi Nasional (KINU), Dr. Lee Sang Sin, menunjukkan bahwa masyarakat Korea Selatan secara umum lebih menginginkan koeksistensi dua Korea.

Riset tersebut dipaparkan Lee dalam diskusi panel pada Konferensi Indonesia-Korea 2019 yang digelar di Jakarta, Rabu,

Koeksistensi yang dimaksud adalah keberadaan dua negara Korea, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan yang hidup dalam perdamaian, dengan persentase sekitar 40 persen lebih.

Baca juga: Megawati usulkan musyawarah mufakat jalan perdamaian Korsel-Korut

Sementara itu, pilihan unifikasi (penyatuan kedua negara) mendapat persentase dengan kisaran 30 persen. Dan sisanya memilih kedua pilihan tersebut.

“Unifikasi bukan merupakan agenda nasional yang mutlak bagi Korea Selatan walaupun dulunya pernah menjadi prioritas utama. Kini masih diinginkan, tapi hanya satu di antara beberapa hal lain yang juga diharapkan,” kata Lee menjelaskan.

Berdasarkan riset tersebut, bisa terlihat ada perbedaan kecenderungan pilihan antara generasi muda dengan yang berusia lanjut.

Masyarakat Korea Selatan berusia 20-an tahun yang menginginkan koeksistensi terus mengalami peningkatan mulai 2017 hingga pada kisaran 40 persen.

Baca juga: Korsel sebut Korut 'pamer kekuatan'

Sedangkan masyarakat lanjut usia, sebelum tahun 2018, lebih banyak yang menginginkan unifikasi, walaupun kemudian tetap ada peningkatan pada pilihan sebaliknya.

Selain itu, dalam riset yang sama juga dimuat tentang perubahan persepsi masyarakat Korea Selatan terhadap Korea Utara.

Terdapat empat anggapan atau pandangan yang diuji dalam riset itu, yakni sebagai pemberi bantuan, rekan, musuh, dan ancaman.

Tahun 2017, ketika terjadi ketegangan Semenanjung Korea, menjadi tahun signifikan dalam perubahan persepsi yang terjadi.

Baca juga: Korsel, Korut, PBB bicarakan perlucutan senjata di perbatasan

Lebih dari setengah masyarakat Korea Selatan menganggap Korea Utara sebagai pemberi bantuan dan rekanan, yang persentasenya sempat turun pada 2017 dan kembali naik pada 2018 hingga saat ini.

Dua pandangan yang berkesan negatif, yaitu musuh dan ancaman, sempat meningkat pada 2017, namun kebalikan dari dua pandangan pertama, angkanya cenderung menurun pada 2018 hingga sekarang.