Kemenkumham bentuk tim sosialisasi KUHP yang baru
18 September 2019 19:57 WIB
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) menyerahkan tanggapan pemerintah kepada pimpinan Komisi III DPR rapat kerja tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Pemerintah bersama DPR menyepakati RKUHP untuk selanjutnya akan disahkan menjadi Undang-Undang melalui rapat paripurna. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Kemenkumham akan membentuk tim sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) baru, yang akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Tim tersebut menurut Yasonna merupakan orang-orang yang memahami RKUHP agar tidak disalahartikan masyarakat.
"Pasti akan bentuk tim sosialisasi dari DPR dan Kemenkumham," kata Yasonna usai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Komisi III-Pemerintah sepakati RKUHP disahkan dalam Paripurna
Dia mengatakan proses pembahasan dan penyusunan RKUHP antara Pemerintah dan DPR sudah berjalan empat tahun, dengan berbagai dinamika serta masukan yang diberikan masyarakat.
Menurut dia, kalau menggunakan cara berpikir "ngotot-ngototan", sampai kapanpun RKUHP tidak akan selesai dan tidak akan disahkan sehingga Indonesia terus menerus menggunakan produk hukum peninggalan Belanda.
Baca juga: MUI sarankan DPR tak buru-buru sahkan RKUHP
"Di Belanda saja aturan yang ada di KUHP sudah tidak ada. Kalau kita 'ngotot-ngototan' terus, maka sampai 'hari raya kuda' tidak akan selesai dan kita akan terus menggunakan KUHP produk Belanda," ujarnya.
Dia mengatakan, RKUHP yang sudah disetujui Komisi III DPR dan Pemerintah, tinggal menunggu disahkan dalam Rapat Paripurna DPR lalu perlu disosialisasikan dalam waktu dua tahun.
Baca juga: Komisi III setuju hapus Pasal 418 RKUH-Pidana
Dia meminta agar tidak sembarangan orang yang menjelaskan kepada publik agar tidak salah.
"Saya mau yang menjelaskannya adalah tim yang benar-benar mendalami agar penjelasannya benar," katanya.
Sebelumnya, Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkumham pada Rabu (18/9) siang menyepakati RKUHP dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU.
Rapat Paripurna pengesahan RKUHP itu dijadwalkan akan berlangsung pada Selasa (24/9).
Tim tersebut menurut Yasonna merupakan orang-orang yang memahami RKUHP agar tidak disalahartikan masyarakat.
"Pasti akan bentuk tim sosialisasi dari DPR dan Kemenkumham," kata Yasonna usai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Komisi III-Pemerintah sepakati RKUHP disahkan dalam Paripurna
Dia mengatakan proses pembahasan dan penyusunan RKUHP antara Pemerintah dan DPR sudah berjalan empat tahun, dengan berbagai dinamika serta masukan yang diberikan masyarakat.
Menurut dia, kalau menggunakan cara berpikir "ngotot-ngototan", sampai kapanpun RKUHP tidak akan selesai dan tidak akan disahkan sehingga Indonesia terus menerus menggunakan produk hukum peninggalan Belanda.
Baca juga: MUI sarankan DPR tak buru-buru sahkan RKUHP
"Di Belanda saja aturan yang ada di KUHP sudah tidak ada. Kalau kita 'ngotot-ngototan' terus, maka sampai 'hari raya kuda' tidak akan selesai dan kita akan terus menggunakan KUHP produk Belanda," ujarnya.
Dia mengatakan, RKUHP yang sudah disetujui Komisi III DPR dan Pemerintah, tinggal menunggu disahkan dalam Rapat Paripurna DPR lalu perlu disosialisasikan dalam waktu dua tahun.
Baca juga: Komisi III setuju hapus Pasal 418 RKUH-Pidana
Dia meminta agar tidak sembarangan orang yang menjelaskan kepada publik agar tidak salah.
"Saya mau yang menjelaskannya adalah tim yang benar-benar mendalami agar penjelasannya benar," katanya.
Sebelumnya, Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkumham pada Rabu (18/9) siang menyepakati RKUHP dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU.
Rapat Paripurna pengesahan RKUHP itu dijadwalkan akan berlangsung pada Selasa (24/9).
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019
Tags: