Meteran air rusak hambat penerimaan pajak air tanah di Jakarta
18 September 2019 08:05 WIB
Arsip: Suasana pelayanan Kantor Samsat Jakarta Pusat sehari setelah pengesahan Pergub 90/2019 yang mengatur keringanan biaya pokok dan penghapusan sanksi administrasi pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor, Selasa (19/9/2019). (Antara/Livia Kristianti)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Provinsi DKI Jakarta Faisal Syafruddin mengakui banyaknya meteran air yang rusak menjadi salah satu faktor penyebab tidak tercapainya target penerimaan pajak air tanah tahun 2018.
"Selain rusak juga terlambat mendapat pergantian, karena pengadaan meteran air wewenangnya ada di dinas perindustrian dan energi," kata Faisal dihubungi di Jakarta, Rabu.
Pajak air tanah merupakan satu dari enam sumber pajak yang tidak mencapai target tahun 2018. Pajak DKI Jakarta berasal dari 13 sumber pendapatan pajak.
Pajak air tanah (PAT) sebesar Rp106,4 miliar dari target Rp104 miliar atau sebesar 73,39 persen.
Selain persoalan meteran air, wajib pajak memanfaatkan air tanah sebagai cadangan atas air pipa. Kemudian pembatasan pemanfaatan air tanah oleh wajib pajak karena buruknya kualitas air tanah terutama di daerah dekat pesisir pantai.
Faisal mengakui tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pendapatan objek pajak air tanah, yang disebabkan oleh titik-titik pemanfaatan air tanah yang tersembunyi serta besaran pemanfaatan air tanahnya.
"Belum dilakukan penyesuaian nilai perolehan air tanah sebagai dasar pengenaan pajak air tanah," ujar Faisal.
Total realisasi pendapatan pajak yang dikumpulkan BPRD selama tahun 2018 sebesar Rp37,53 triliun dari target APBD perubahan 2018 sebesar Rp38,12 triliun atau sebesar 98,46 persen.
Jika pendapatan pajak tahun 2018 sebesar Rp37,53 triliun dibandingkan pendapatan tahun 2017 sebesar Rp36,51 triliun, terdapat peningkatan sebesar 102,81 persen.
Faisal menyatakan BPRD menargetkan pendapatan pajak dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2019 sebesar Rp44,180 triliun.
"Sampai hari ini sekitar 30 triliun, ini merupakan prestasi luar biasa dam cukup signifikan peningkatannya," kata Faisal.
"Selain rusak juga terlambat mendapat pergantian, karena pengadaan meteran air wewenangnya ada di dinas perindustrian dan energi," kata Faisal dihubungi di Jakarta, Rabu.
Pajak air tanah merupakan satu dari enam sumber pajak yang tidak mencapai target tahun 2018. Pajak DKI Jakarta berasal dari 13 sumber pendapatan pajak.
Pajak air tanah (PAT) sebesar Rp106,4 miliar dari target Rp104 miliar atau sebesar 73,39 persen.
Selain persoalan meteran air, wajib pajak memanfaatkan air tanah sebagai cadangan atas air pipa. Kemudian pembatasan pemanfaatan air tanah oleh wajib pajak karena buruknya kualitas air tanah terutama di daerah dekat pesisir pantai.
Faisal mengakui tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pendapatan objek pajak air tanah, yang disebabkan oleh titik-titik pemanfaatan air tanah yang tersembunyi serta besaran pemanfaatan air tanahnya.
"Belum dilakukan penyesuaian nilai perolehan air tanah sebagai dasar pengenaan pajak air tanah," ujar Faisal.
Total realisasi pendapatan pajak yang dikumpulkan BPRD selama tahun 2018 sebesar Rp37,53 triliun dari target APBD perubahan 2018 sebesar Rp38,12 triliun atau sebesar 98,46 persen.
Jika pendapatan pajak tahun 2018 sebesar Rp37,53 triliun dibandingkan pendapatan tahun 2017 sebesar Rp36,51 triliun, terdapat peningkatan sebesar 102,81 persen.
Faisal menyatakan BPRD menargetkan pendapatan pajak dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2019 sebesar Rp44,180 triliun.
"Sampai hari ini sekitar 30 triliun, ini merupakan prestasi luar biasa dam cukup signifikan peningkatannya," kata Faisal.
Pewarta: Fauzi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Tags: