Kemendag: Keunggulan lada Indonesia kurang promosi
17 September 2019 23:25 WIB
Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan Arlinda pada forum diskusi Hari Lada di Jakarta, Selasa (17/9/2019). ANTARA/Mentari Dwi Gayati/aa.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perdagangan menilai bahwa keunggulan lada yang tumbuh di Indonesia, seperti lada muntok asal Bangka kurang disosialisasikan atau mendapat promosi sehingga berpengaruh pada tingkat konsumsi lada yang masih rendah.
Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan Arlinda menjelaskan bahwa konsumsi lada di dunia hanya naik sekitar 2 persen per tahun, sedangkan produksinya tinggi dan terus meningkat sejak 2013 sebesar 7-8 persen per tahun.
"Lada ini punya potensi yang bagus, terutama untuk kesehatan tapi tidak tersosialisasi dengan baik. Mayarakat taunya hanya dikonsumsi saja sebagai perasa dalam masakan, tetapi juga mengandung antioksidan," kata Arlinda pada Forum Diskusi Hari Lada di Jakarta, Selasa.
Arlinda menjelaskan bahwa pengembangan ekspor lada masih menghadapi masalah dengan jatuhnya harga akibat kelebihan pasokan dan produksi, terutama dari negara-negara anggota International Pepper Community (IPC).
Negara-negara anggota IPC adalah India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka dan Vietnam. Kelima negara anggota IPC setidaknya memasok 73 persen kebutuhan lada dunia.
Baca juga: Indonesia hentikan ekspor lada ke Vietnam, ini alasannya
Menurut dia, kebutuhan akan lada di dunia tidak sejalan dengan produksi dan mengakibatkan harga lada semakin terpuruk. Kementerian Perdagangan mencatat harga lada putih pada 2016 sempat mencapai Rp157.000 per kilogram, namun kini menjadi Rp37.000 per kg. Sementara itu lada hitam harganya sempat mencapai Rp121.000 per kg pada 2017, kini hanya Rp22.000 per kg.
Arlinda menjelaskan bahwa turunnya harga lada ini harus disiasati oleh para anggota IPC dan memanfaatkan posisinya sebagai "pricemaker", bukan "pricetaker" atau dapat mengendalikan harga lada dunia.
"Kami khawatir petani-petani kita tidak mau lagi menanam lada karena harga yang terus jatuh. Oleh karena itu, kita perlu mencari cara agar konsumsi lada baik di internasional maupun dalam negeri bisa meningkat," kata dia.
Kementerian Perdagangan mencatat volume ekspor lada pada 2018 tercatat sebesar 47.600 ton, tumbuh 11,5 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 42.600 ton. Pada 2018, nilai ekspor lada tercatat sebesar 152 juta dolar AS, turun dari 2017 yang mencapai 236 juta dolar AS.
Baca juga: Demi kejayaan rempah, Pemerintah alokasikan bibit lada Rp5,5 triliun
Baca juga: Indonesia upayakan stabilitas harga lada dunia
Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan Arlinda menjelaskan bahwa konsumsi lada di dunia hanya naik sekitar 2 persen per tahun, sedangkan produksinya tinggi dan terus meningkat sejak 2013 sebesar 7-8 persen per tahun.
"Lada ini punya potensi yang bagus, terutama untuk kesehatan tapi tidak tersosialisasi dengan baik. Mayarakat taunya hanya dikonsumsi saja sebagai perasa dalam masakan, tetapi juga mengandung antioksidan," kata Arlinda pada Forum Diskusi Hari Lada di Jakarta, Selasa.
Arlinda menjelaskan bahwa pengembangan ekspor lada masih menghadapi masalah dengan jatuhnya harga akibat kelebihan pasokan dan produksi, terutama dari negara-negara anggota International Pepper Community (IPC).
Negara-negara anggota IPC adalah India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka dan Vietnam. Kelima negara anggota IPC setidaknya memasok 73 persen kebutuhan lada dunia.
Baca juga: Indonesia hentikan ekspor lada ke Vietnam, ini alasannya
Menurut dia, kebutuhan akan lada di dunia tidak sejalan dengan produksi dan mengakibatkan harga lada semakin terpuruk. Kementerian Perdagangan mencatat harga lada putih pada 2016 sempat mencapai Rp157.000 per kilogram, namun kini menjadi Rp37.000 per kg. Sementara itu lada hitam harganya sempat mencapai Rp121.000 per kg pada 2017, kini hanya Rp22.000 per kg.
Arlinda menjelaskan bahwa turunnya harga lada ini harus disiasati oleh para anggota IPC dan memanfaatkan posisinya sebagai "pricemaker", bukan "pricetaker" atau dapat mengendalikan harga lada dunia.
"Kami khawatir petani-petani kita tidak mau lagi menanam lada karena harga yang terus jatuh. Oleh karena itu, kita perlu mencari cara agar konsumsi lada baik di internasional maupun dalam negeri bisa meningkat," kata dia.
Kementerian Perdagangan mencatat volume ekspor lada pada 2018 tercatat sebesar 47.600 ton, tumbuh 11,5 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 42.600 ton. Pada 2018, nilai ekspor lada tercatat sebesar 152 juta dolar AS, turun dari 2017 yang mencapai 236 juta dolar AS.
Baca juga: Demi kejayaan rempah, Pemerintah alokasikan bibit lada Rp5,5 triliun
Baca juga: Indonesia upayakan stabilitas harga lada dunia
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019
Tags: