Karhutla, Polda Sultra petakan daerah rawan
17 September 2019 19:06 WIB
Petugas pemadam kebakaran melakukan penyiraman di lahan yang terbakar di dekat rumah warga di daerah Jekan Raya, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (17/09/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama.
Kendari (ANTARA) - Jajaran Polda Sulawesi Tenggara memetakan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sebagai upaya pencegahan dan mengatasi musibah kebakaran yang mengancam habitat tanaman maupun hewan.
Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhart di Kendari, Selasa, mengatakan Kepolisian bersinergi dengan lembaga klimatologi dalam pemetaan daerah rawan kebakaran sebagai institusi yang ahli di bidang tersebut.
"Jajaran Polda Sultra perlu memiliki data dan informasi tentang daerah rawan kebakaran sebagai bahan pengambilan tindak pencegahan maupun mengatasi musibah kebakaran yang mengancam keselamatan dan kesehatan," kata Harry.
Pihak yang berperan dalam mencegah bencana Karhutla adalah satuan Manggala Agni Tinanggea di Konawe Selatan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Dinas Kehutanan dan elemen potensi mitigasi bencana lainnya.
Data sementara daerah rawan kebakaran adalah Konawe Selatan, Bombana, Kolaka Timur dan Buton Utara.
Baca juga: Kemarau, masyarakat Sultra diingatkan tidak bakar lahan
Baca juga: Gubernur: Cegah Karhutla di Kalteng dengan manfaatkan lahan tidur
Baca juga: Rektor Unsri datangi aksi mahasiswa di Kantor Gubernur Sumsel
Kemarau panjang yang melanda Sultra empat bulan terakhir menyebabkan kebakaran lahan seluas 250 hektare di Kabupaten Kolaka Timur, puluhan hektare di Kabupaten Buton Utara serta Konawe Selatan.
"Sejauh ini musibah kebakaran terjadi karena faktor alam. Belum ada aduan atau tangkap tangan pelaku yang sengaja membakar lahan," katanya.
Ia mengimbau warga yang melintas di kawasan rawan kebakaran tidak membuang puntung rokok atau pun sengaja membakar lahan untuk perkebunan.
Koordinator Gerakan Pemuda Tani Indonesia (Gempita) Konawe Selatan Basuki Rahmat mengatakan savana Taman Nasional Rawa Aopa Watumoahi (TN-RAW) rawan kebakaran.
"Setiap musim kemarau tahunan pasti savana Rawa Aopa yang dibelah jalan antarkabupaten mengalami kebakaran. Salah satu penyebabnya karena minim pengawasan," kata Basuki.
Selain minim pengawasan juga warga belum menjadikan savana ribuan hektare sebagai destinasi wisata maupun obyek penelitian secara ilmiah.
Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhart di Kendari, Selasa, mengatakan Kepolisian bersinergi dengan lembaga klimatologi dalam pemetaan daerah rawan kebakaran sebagai institusi yang ahli di bidang tersebut.
"Jajaran Polda Sultra perlu memiliki data dan informasi tentang daerah rawan kebakaran sebagai bahan pengambilan tindak pencegahan maupun mengatasi musibah kebakaran yang mengancam keselamatan dan kesehatan," kata Harry.
Pihak yang berperan dalam mencegah bencana Karhutla adalah satuan Manggala Agni Tinanggea di Konawe Selatan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Dinas Kehutanan dan elemen potensi mitigasi bencana lainnya.
Data sementara daerah rawan kebakaran adalah Konawe Selatan, Bombana, Kolaka Timur dan Buton Utara.
Baca juga: Kemarau, masyarakat Sultra diingatkan tidak bakar lahan
Baca juga: Gubernur: Cegah Karhutla di Kalteng dengan manfaatkan lahan tidur
Baca juga: Rektor Unsri datangi aksi mahasiswa di Kantor Gubernur Sumsel
Kemarau panjang yang melanda Sultra empat bulan terakhir menyebabkan kebakaran lahan seluas 250 hektare di Kabupaten Kolaka Timur, puluhan hektare di Kabupaten Buton Utara serta Konawe Selatan.
"Sejauh ini musibah kebakaran terjadi karena faktor alam. Belum ada aduan atau tangkap tangan pelaku yang sengaja membakar lahan," katanya.
Ia mengimbau warga yang melintas di kawasan rawan kebakaran tidak membuang puntung rokok atau pun sengaja membakar lahan untuk perkebunan.
Koordinator Gerakan Pemuda Tani Indonesia (Gempita) Konawe Selatan Basuki Rahmat mengatakan savana Taman Nasional Rawa Aopa Watumoahi (TN-RAW) rawan kebakaran.
"Setiap musim kemarau tahunan pasti savana Rawa Aopa yang dibelah jalan antarkabupaten mengalami kebakaran. Salah satu penyebabnya karena minim pengawasan," kata Basuki.
Selain minim pengawasan juga warga belum menjadikan savana ribuan hektare sebagai destinasi wisata maupun obyek penelitian secara ilmiah.
Pewarta: Sarjono
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Tags: