Indonesia: janji kampanye Israel langgar hukum internasional
16 September 2019 21:12 WIB
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI Febrian A. Ruddyard (tengah) pada Sidang Luar Biasa Tingkat Menteri Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di Jeddah, Arab Saudi pada Minggu (15/9/2019). (Kemlu RI)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia pada Sidang Luar Biasa Tingkat Menteri Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di Jeddah, Arab Saudi pada Minggu (15/9) menilai janji kampanye Israel terkait pencaplokan wilayah Tepi Barat Palestina sebagai tindakan pelanggaran hukum internasional.
Hal itu disampaikan dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Senin.
"Indonesia memandang janji kampanye di Israel terkait aneksasi (pencaplokan) wilayah Tepi Barat Palestina sebagai tindakan yang tidak mengindahkan hukum internasional, dan bentuk nyata pelanggaran terhadap resolusi-resolusi PBB," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral, Febrian A. Ruddyard, selaku Utusan Khusus Menteri Luar Negeri RI.
OKI menggelar sidang luar biasa tingkat menteri, dua hari sebelum berlangsungnya pemilu di Israel untuk merespon pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait rencana aneksasi Tepi Barat Palestina.
Dirjen Febrian sebagai utusan khusus Menlu RI dalam pertemuan OKI itu menegaskan bahwa Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No.2334 tahun 2016 secara jelas menyatakan bahwa perubahan terhadap garis batas wilayah Israel-Palestina yang ditetapkan tahun 1967 tidak diakui oleh DK PBB.
Untuk itu, pemerintah Indonesia berharap negara-negara anggota OKI menyerukan kepada masyarakat internasional untuk dapat memberikan dukungan kepada Palestina dan tidak mengakui tindakan ilegal Israel, serta meminta tindakan Israel tersebut dapat dibahas dalam pertemuan DK PBB.
Febrian juga menekankan bahwa rencana aneksasi Israel sangat terkait dengan isu hukum dan kemanusiaan.
Proyek pembangunan pemukiman Israel di wilayah Palestina merupakan salah satu kendala bagi kemajuan perundingan damai, serta menyebabkan pelanggaran terhadap hak asasi masyarakat Palestina.
Lebih lanjut pemerintah Indonesia meminta OKI dapat mencegah upaya Israel mengubah komposisi demografi di wilayah Palestina dan menjaga komitmen terkait solusi dua negara dengan dasar garis batas wilayah tahun 1967, penerapan prinsip untuk menentukan nasib sendiri bagi masyarakat Palestina, serta penetapan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Pertemuan OKI yang berlangsung selama satu hari tersebut dihadiri delapan menteri dari negara anggota OKI dan menghasilkan Komunike Bersama yang berisi kecaman kepada Israel dan dukungan kepada rakyat Palestina.
Baca juga: Negara OKI akan bertemu bahas rencana Israel duduki paksa Tepi Barat
Baca juga: Pertemuan OKI untuk perdamaian dan dialog dilaksanakan di Jakarta
Hal itu disampaikan dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Senin.
"Indonesia memandang janji kampanye di Israel terkait aneksasi (pencaplokan) wilayah Tepi Barat Palestina sebagai tindakan yang tidak mengindahkan hukum internasional, dan bentuk nyata pelanggaran terhadap resolusi-resolusi PBB," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral, Febrian A. Ruddyard, selaku Utusan Khusus Menteri Luar Negeri RI.
OKI menggelar sidang luar biasa tingkat menteri, dua hari sebelum berlangsungnya pemilu di Israel untuk merespon pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait rencana aneksasi Tepi Barat Palestina.
Dirjen Febrian sebagai utusan khusus Menlu RI dalam pertemuan OKI itu menegaskan bahwa Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No.2334 tahun 2016 secara jelas menyatakan bahwa perubahan terhadap garis batas wilayah Israel-Palestina yang ditetapkan tahun 1967 tidak diakui oleh DK PBB.
Untuk itu, pemerintah Indonesia berharap negara-negara anggota OKI menyerukan kepada masyarakat internasional untuk dapat memberikan dukungan kepada Palestina dan tidak mengakui tindakan ilegal Israel, serta meminta tindakan Israel tersebut dapat dibahas dalam pertemuan DK PBB.
Febrian juga menekankan bahwa rencana aneksasi Israel sangat terkait dengan isu hukum dan kemanusiaan.
Proyek pembangunan pemukiman Israel di wilayah Palestina merupakan salah satu kendala bagi kemajuan perundingan damai, serta menyebabkan pelanggaran terhadap hak asasi masyarakat Palestina.
Lebih lanjut pemerintah Indonesia meminta OKI dapat mencegah upaya Israel mengubah komposisi demografi di wilayah Palestina dan menjaga komitmen terkait solusi dua negara dengan dasar garis batas wilayah tahun 1967, penerapan prinsip untuk menentukan nasib sendiri bagi masyarakat Palestina, serta penetapan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Pertemuan OKI yang berlangsung selama satu hari tersebut dihadiri delapan menteri dari negara anggota OKI dan menghasilkan Komunike Bersama yang berisi kecaman kepada Israel dan dukungan kepada rakyat Palestina.
Baca juga: Negara OKI akan bertemu bahas rencana Israel duduki paksa Tepi Barat
Baca juga: Pertemuan OKI untuk perdamaian dan dialog dilaksanakan di Jakarta
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2019
Tags: