Implementasi industri 4.0, perusahaan otomotif perlu bantu pemasoknya
16 September 2019 19:54 WIB
Konsultan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan World Economy Forum (WEF) Shirley Santoso saat menyampaikan keterangan di Wisma Antara, Jakarta pada Senin (16/9/2019). ANTARA/Aji Cakti
Jakarta (ANTARA) - Konsultan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan World Economy Forum (WEF) Shirley Santoso menyarankan agar perusahaan-perusahaan otomotif di Indonesia bisa membantu untuk mengangkat para pemasok tier kedua dan ketiganya dalam memproduksi komponen inti guna mewujudkan implementasi peta jalan industri Making Indonesia 4.0 di industri otomotif.
"Kalau kita melihat dari sisi perusahaannya sendiri, perusahaan-perusahaan otomotif di Indonesia sudah menjalankan implementasi revolusi industri 4.0, namun bagaimana mereka bisa membantu para pemasok tier kedua dan ketiganya agar sama-sama terangkat," ujar Shirley Santoso dalam wawancara dengan Antaranews di Jakarta, Senin.
Dia juga menjelaskan bahwa dengan demikian komponen yang diproduksi, bukan lagi komponen otomotif yang biasa-biasa saja melainkan komponen inti. Jadi solusinya harus dilihat secara keseluruhan dari hulu ke hilir dan bagaimana memakai pemain-pemain otomotif yang ada dan bagus serta berkiprah di pasar global untuk menarik yang lain supaya bisa maju bersama-sama.
Menurut konsultan yang juga menjabat sebagai presiden direktur PT AT Kearney tersebut, banyak tantangan yang harus dihadapi dalam implementasi Making Indonesia 4.0 di industri otomotif, misalkan dari bahan baku yang masih sangat bergantung pada bahan baku impor, seperti baja dan ini berarti harus diperbaiki.
"Indonesia kalau kita melihat sebetulnya sekarang sudah masuk ke dalam daftar 20 negara produsen tertinggi di dunia dalam hal industri mobil, namun negara tetangga kita Thailand bergerak maju lebih cepat lagi. Sekarang bagaimana dengan menjalankan Making Indonesia 4.0, kita bisa jauh lebih kompetitif dari industri otomotif di Thailand," katanya.
Sektor industri otomotif merupakan salah satu dari lima sektor yang menjadi fokus utama dalam implementasi peta jalan industri Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan Kementerian Perindustrian pada April 2018 lalu.
Menurut dokumen Making Indonesia 4.0 yang diterima oleh Antaranews, salah satu strategi implementasi dalam sektor industri otomotif yakni volume dan efisiensi produksi bahan baku dan komponen penting melalui adopsi teknologi dan pengembangan infrastruktur, seperti pembangunan zona industri terpadu dan platform logistik yang lebih efisien.
Didukung pasar domestik serta investasi yang kuat dari berbagai perusahaan otomotif terkemuka, Indonesia ingin menjadi produsen mobil terbesar di ASEAN. Indonesia saat ini sudah menjadi eksportir otomotif kedua terbesar di wilayah ini, walaupun produksi kendaraan masih tergantung impor bahan baku mentah (logam dan kimia) maupun komponen elektronik penting lainnya.
Baca juga: Implementasi 4.0 di industri pangan butuh kerja sama semua stakeholder
Baca juga: Konsultan Kemenperin minta industri 4.0 dijalankan dari hulu ke hilir
Baca juga: Making Indonesia 4.0 untuk lompatan industri Indonesia
"Kalau kita melihat dari sisi perusahaannya sendiri, perusahaan-perusahaan otomotif di Indonesia sudah menjalankan implementasi revolusi industri 4.0, namun bagaimana mereka bisa membantu para pemasok tier kedua dan ketiganya agar sama-sama terangkat," ujar Shirley Santoso dalam wawancara dengan Antaranews di Jakarta, Senin.
Dia juga menjelaskan bahwa dengan demikian komponen yang diproduksi, bukan lagi komponen otomotif yang biasa-biasa saja melainkan komponen inti. Jadi solusinya harus dilihat secara keseluruhan dari hulu ke hilir dan bagaimana memakai pemain-pemain otomotif yang ada dan bagus serta berkiprah di pasar global untuk menarik yang lain supaya bisa maju bersama-sama.
Menurut konsultan yang juga menjabat sebagai presiden direktur PT AT Kearney tersebut, banyak tantangan yang harus dihadapi dalam implementasi Making Indonesia 4.0 di industri otomotif, misalkan dari bahan baku yang masih sangat bergantung pada bahan baku impor, seperti baja dan ini berarti harus diperbaiki.
"Indonesia kalau kita melihat sebetulnya sekarang sudah masuk ke dalam daftar 20 negara produsen tertinggi di dunia dalam hal industri mobil, namun negara tetangga kita Thailand bergerak maju lebih cepat lagi. Sekarang bagaimana dengan menjalankan Making Indonesia 4.0, kita bisa jauh lebih kompetitif dari industri otomotif di Thailand," katanya.
Sektor industri otomotif merupakan salah satu dari lima sektor yang menjadi fokus utama dalam implementasi peta jalan industri Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan Kementerian Perindustrian pada April 2018 lalu.
Menurut dokumen Making Indonesia 4.0 yang diterima oleh Antaranews, salah satu strategi implementasi dalam sektor industri otomotif yakni volume dan efisiensi produksi bahan baku dan komponen penting melalui adopsi teknologi dan pengembangan infrastruktur, seperti pembangunan zona industri terpadu dan platform logistik yang lebih efisien.
Didukung pasar domestik serta investasi yang kuat dari berbagai perusahaan otomotif terkemuka, Indonesia ingin menjadi produsen mobil terbesar di ASEAN. Indonesia saat ini sudah menjadi eksportir otomotif kedua terbesar di wilayah ini, walaupun produksi kendaraan masih tergantung impor bahan baku mentah (logam dan kimia) maupun komponen elektronik penting lainnya.
Baca juga: Implementasi 4.0 di industri pangan butuh kerja sama semua stakeholder
Baca juga: Konsultan Kemenperin minta industri 4.0 dijalankan dari hulu ke hilir
Baca juga: Making Indonesia 4.0 untuk lompatan industri Indonesia
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019
Tags: