Jambi (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan Walhi dan KKI Warsi Jambi menilai penegakan hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Jambi lambat dan terkesan "tebang pilih" terhadap para pelaku karhutla.
"Karhutla di Jambi menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI luasannya mencapai 11.022,00 hektare namun sampai saat ini belum ada tersangka dari pihak perusahaan baik secara perdata maupun pidana," kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Rudiansyah, di Jambi, Senin.
Baca juga: Dansatgas: Jumlah titik api di Jambi meningkat
Namun, Walhi Jambi menyebutkan karhutla sudah mencapai angka 20.000 hektare yang terdiri dari 60 persen lahan gambut dan sisanya lahan mineral. Sedangkan KKI Warsi menyebutkan karhutla yang terjadi di Jambi sudah mencapai 18.000 hektare dan mayoritas berada di lahan gambut.
Terkait dengan karhutla di Jambi, Walhi dan KKI Warsi mempertanyakan lahan yang terbakar sudah mencapai belasan ribu hektare dan mayoritas berada di lahan perusahaan. Namun, hingga saat ini belum ada tersangka dari pihak perusahaan baik secara perdata maupun pidana.
Baca juga: Karhutla di Jambi meluas, satgas tambah helikopter water bombing
Rudiansyah mengatakan pihaknya melihat begitu banyak lahan perusahaan yang terbakar di Jambi. Namun, belum ada yang mendapat tindakan yang tegas. Perusahaan ada WKS, Reki, PT MAS (sudah ditangani KLHK), dan PT SNP, terakhir ada PT Atga di Tanjabtimur.
Rudiansyah juga menyayangkan penangkapan terhadap masyarakat yang hanya membakar lahan satu-dua hektare yang menjadi tersangka, sedangkan perusahaan yang lahannya terbakar tidak kunjung ada sanksi pidana maupun perdata. "Jangan hanya masyarakat kecil yang kena konsesi baik HTI maupun HPH sesuai dengan UU yang ada," katanya.
Baca juga: Polisi tetapkan 19 tersangka karhutla di Jambi
Ia mengatakan, hingga saat ini di lokasi lahan perusahaan yang terbakar hanya dipasang garis polisi. Seharusnya sudah ada penyegelan atau pembekukan izin perusahaan konsesi atau yang lainnya.
Meurut dia, kondisi kebakaran hutan dan lahan saat ini sudah begitu parah dan mendekati kejadian pada 2015. "Saat ini sudah parah dan sudah cukup berbahaya, dan kita tidak bisa hanya mengandalkan TNI dan Polri, pemerintah harus turunkan semua timnya," katanya.
Terkait dengan asap akibat karhutla seharusnya pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Jambi sudah seharusnya membuat rumah singgah untuk masyarakat. Masyarakat butuh rumah singgah dan pemerintah seharusnya sudah membuatnya.
Selain itu, pengobatan gratis juga sudah harus dilakukan pemerintah kepada masyarakat yang terdampak karhutla.
"Kami berharap Presiden Jokowi benar-benar menepati janjinya yakni mencopot aparat yang wilayahnya terjadi karhutla," kata Rudiansyah.
Sementara itu, Direktur KKI Warsi, Rudi Saf mengatakan penegakan hukum dengan menangkap para pelaku itu tidak efektif. Tetapi pemberian denda itu yang harus dilakukan karena pemberian denda itu lebih efektif, ketimbang pidana.
Dia juga menyayangkan penanganan karhutla seharusnya sudah menggunakan UU Lingkungan Hidup tidak lagi berjibaku dengan UU Pidana dan kalau UU Lingkungan akan lebih mudah, karena ketika lahan itu terbakar tinggal tangani di situ bisa pidana dan bisa pencabutan izin.
Saat ini kondisi Jambi harus ditingkatkan statusnya menjadi bencana nasional. Sebab jika tidak di tingkatkan akan kewalahan memadamkan api. Kalau helikopter saja tidak mampu meski sudah tiga helikopter dikerahkan.
Lahan yang terbakar mayoritas berada di lahan perusahaan bukan di lahan masyarakat. Ada 60 persen berada di lahan perusahaan, sisanya di lahan sawit biasa dan masyarakat. Selain itu juga pemerintah sudah seharusnya membuat rumah singgah karena udara sudah tidak sehat lagi khususnya bagi anak-anak, lansia, dan orang dewasa.
Sementara itu Dansatgasgab Kolonel Arh Elphis Rudy mengatakan ada penambahan satu helikopter water bombing lagi type Kamov 32T setelah empat hari lalu juga mendapatkan tambahan satu helikopter water bombing. Sehingga total helikopter water bombing di Jambi ada tiga unit dan diharapkan bisa memperkuat satgas untuk pemadaman secara cepat.
Terkait karhutla di Jambi dan dari hasil rakor pengendalian Karhutla di Kemenkopolhukam Jakarta, pada Jumat (13/9), bahwa memang terjadi peningkatan jumlah hotspot di seluruh wilayah Indonesia terutama di daerah rawan karhutla seperti Kalteng, Kalbar, Kalsel, Riau, Sumsel, dan Jambi.
"Peningkatan ini diindikasikan sebagai akibat dari masyarakat mengejar waktu tanam sebelum datangnya musim hujan. Khusus di Jambi juga ada peningkatan sampai menyentuh sekitar 150-an titik api dalam seminggu terakhir dan terbanyak di wilayah Muaro Jambi dan Tanjab Timur," kata Elphis.
Satgasgab Karhutla Jambi terus berusaha melaksanakan pemadaman dan pendinginan titik api di tengah kesulitan dan kendala berupa panas terik, angin kencang serta semakin terbatasnya sumber-sumber air karena kanal dan embung air yang kering serta lokasi yang jauh dan sulit dijangkau.
"Satgasgab melakukan berbagai upaya mulai dari pembuatan kanal-kanal cacing untuk melokalisir meluasnya kebakaran, pemadaman dengan penyiraman dan pemadaman manual dengan perlengkapan seadanya karena kesulitan air dan juga dengan pengeboman dengan water bombing," kata Kolonel Arh Elphis Rudy yang juga Danrem 042 Gapu.
Walhi dan KKI Warsi Jambi nilai penegakan hukum karhutla lambat
16 September 2019 11:30 WIB
Situasi pemadaman karhutla di kawasan londrang di Provinsi Jambi oleh petugas satgas karhutla Jambi beberapa hari lalu.(Antara.jambi/Ist).
Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: