Jakarta (ANTARA News) - Tim Forensik Komando Sektor Timur Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB di Lebanon Selatan (UNIFIL) memastikan ranjau antitank yang meledak di dekat kamp Kontingen Garuda (Konga) XXIII-B beberapa waktu lalu, bukan milik Israel. Dilihat dari serpihan yang ada, kemungkinan ranjau tersebut sudah berada di tempat sekitar dua tahun. Dari teknologinya, kecil kemungkinan pihak Israel yang merangkai benda itu, demikian hasil Tim Forensik Komando Sektor Timur UNIFIL, yang disampaikan Perwira Penerangan Satgas Yon Mekanis TNI Konga XXIII B/UNIFIL, Kapten Chb Sandy M Prakasa, kepada ANTARA di Jakarta, Kamis. Tim Forensik Komando Sektor Timur UNIFIL menyimpulkan bahan peledak itu merupakan rakitan dari ranjau antitank (buatan Ceko/Rusia) yang digabung dengan empat proyektil roket kaliber 80-106 mm untuk memperkuat daya. "Kemungkinan pernah diluncurkan, namun tidak meledak/UXO," ungkap tim tersebut. Pada Sabtu (14/6), sebuah ledakan hebat terjadi di Desa Al Qantarah, sekitar satu kilometer dari Markas Konga XXIII-B di Adshit Al Qusayr, Lebanon Selatan. Akibat ledakan itu, seorang warga Lebanon, Hisham Gamir Ghossain, (36) meninggal dunia dan seorang lainnya yang berasal dari Syiria, Turki Ahmad El Houssain, (33), menderita luka ringan. Ledakan hebat yang menewaskan satu orang itu, tidak mempengaruhi situasi keamanan di kawasan Lebanon Selatan yang menjadi kawasan UNIFIL. Perwira Penerangan Konga XXIII-B, Kapten Sandy, mengatakan keberadaan bahan peledak di Lebanon Selatan ini masih cukup banyak hingga mencapai ratusan buah. Pasukan sejumlah negara yang tergabung dalam UNIFIL dengan tugas membersihkan ranjau atau ratusan bahan peledak lainnya berasal dari kontingen Spanyol, China dan Portugal.