Ilmuwan paparkan konsep penanganan kebencanaan di Jabar
13 September 2019 09:13 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam acara penyerahan sertifikat sekaligus evaluasi pelatihan Smart Disaster Management di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (12/9/2019). ANTARA/Dok Humas Pemprov Jabar/am.
Bandung (ANTARA) - Sejumlah ilmuwan dari Hawaii, AS yang tergabung dalam East West Center (EWC) memberikan pelatihan manajemen kebencanaan bagi pemangku kepentingan dari sejumlah propinsi di Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat
Sebanyak 30 peserta, yang terbagi dalam lima kelompok, memaparkan ide atau konsep penanganan kebencanaan di Jabar sampai tahun 2040 kepada Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Emil dalam acara penyerahan sertifikat sekaligus evaluasi pelatihan Smart Disaster Management di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (12/9).
Melalui pelatihan tersebut, Gubernur Emil meminta agar ada cetak biru Buku Ketangguhan Budaya Jawa Barat atau Resilience Culture Province, yang menjadi bagian dari komitmen Pemprov Jabar saat ini.
Baca juga: Pelajar Pekalongan-Jateng mendapatkan pelatihan kebencanaan
Baca juga: Lukman Sardi harap sekolah beri pelatihan mitigasi bencana
Dia pun memberikan tenggat waktu tiga bulan kepada BPBD Jabar untuk membuat buku tersebut.
"Ini salah satu komitmen politik tentang Jabar Resilience Culture Province (Budaya Ketangguhan Jawa Barat)," ucap Emil.
Dengan pelatihan tersebut, para peserta diminta untuk memberikan kontribusi atau pemikirannya terkait kesiapan Jabar dalam penanganan kebencanaan hingga 2040. "Supaya hasilnya konkret saya kasih waktu tiga bulan sampai akhir 2019 untuk segera menerbitkan buku Jabar Resilience Culture Province versi pelatihan ini," kata Emil.
Pada kesempatan ini, Emil juga menginstruksikan Diskominfo Jabar untuk membuat aplikasi kebencanaan Jabar yang bisa diakses oleh semua warga Jawa Barat. "Sehingga, pada saat terjadi bencana, bisa lebih dekat dan melakukan tindakan emergency yang lebih relevan," katanya.
"Termasuk konten-konten edukasi (kebencanaan) bisa di situ (aplikasi) dilihat, bisa dalam bentuk video, dan lain-lain," lanjutnya.
Selain itu, kata Emil, Pemdaprov Jabar akan membuat maskot fauna yang menjadi representasi ketangguhan Jabar dalam menangani kebencanaan. Maskot tersebut akan diberi nama ‘Resi’ yang berasal dari kata 'Resilience'.
"Supaya nanti ketika kita mengedukasi anak TK, anak SD yang masih awam, kita menggunakan cara-cara yang sifatnya hiburan sambil melatih mereka untuk menjadi generasi yang lebih siap (terhadap kebencanaan) dari kita-kita orang tuanya di hari ini," ucapnya.
Jabar sendiri menjadi provinsi dengan jumlah kebencanaan tertinggi di Indonesia. Setiap tahun ada 1.200-1.500 laporan kebencanaan di Jabar. Mayoritas adalah bencana hidrologis seperti longsor, luapan air sungai yang mengakibatkan banjir, dan lainnya.
"Kita harus jadi masyarakat yang adaptif, masyarakat yang hari esok lebih baik dari hari ini. Caranya dimulai dari niat. Saya apresiasi orang-orang hebat ini (peserta seminar) yang mewakili unitnya," katanya.
Kepala Pelatih dan Fasilitator EWC Scheirman Cruz menjelaskan, dalam pelatihan, para peserta diajak untuk memikirkan rencana strategis penanganan kebencanaan di Jabar hingga 2040. "Bagaimana penanganan bencana untuk masa depan bisa direncanakan dari sekarang," ucap Shceirman.
"Dan di sini para pesera akan memamparkan bagaimana model atau strategi penanganan bencana Jawa Barat di masa depan tepatnya di tahun 2040, yang akan bisa menjadi peta jalan bagi Jawa Barat," tambahnya.
Para peserta berasal dari pemangku kepentingan kebencanaan dari 27 kabupaten/kota, serta beberapa pegawai BPSDM Jabar.
Ada berbagai konsep gagasan yang disajikan para peserta. Berbagai konsep ide yang muncul dari para peserta pun mendapat apresiasi dari Emil sebagai pemikiran yang sangat baik. Seperti konsep Jabar Tangguh Bencana 2040. Konsep ini menggunakan pendekatan ide, natural, sosial, budaya, ekonomi, dan politik dengan dukungan teknologi.
Sementara konsep lain yakni menekankan pendekatan sinergi program dengan aturan yang logis. Artinya, pembangunan konsep penanganan kebencanaan harus berbasis ilmiah atau kajian.
Ada pula konsep penanganan bencana berbasis pada regulasi atau aturan yang menjadi kebijakan pemerintah. Konsep ini mengharuskan adanya penguatan kelembagaan, di mana kolaborasi antara pemerintah dengan akademisi, serta dunia pariwisata terintegrasi dengan baik. Konsep ini berbasis aplikasi yang menyajikan data center seputar kebencanaan hingga peringatan kebencanaan yang mudah diakses oleh masyarakat.
Baca juga: Simulasi kebencanaan hendaknya masuk kurikulum sekolah
Sebanyak 30 peserta, yang terbagi dalam lima kelompok, memaparkan ide atau konsep penanganan kebencanaan di Jabar sampai tahun 2040 kepada Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Emil dalam acara penyerahan sertifikat sekaligus evaluasi pelatihan Smart Disaster Management di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (12/9).
Melalui pelatihan tersebut, Gubernur Emil meminta agar ada cetak biru Buku Ketangguhan Budaya Jawa Barat atau Resilience Culture Province, yang menjadi bagian dari komitmen Pemprov Jabar saat ini.
Baca juga: Pelajar Pekalongan-Jateng mendapatkan pelatihan kebencanaan
Baca juga: Lukman Sardi harap sekolah beri pelatihan mitigasi bencana
Dia pun memberikan tenggat waktu tiga bulan kepada BPBD Jabar untuk membuat buku tersebut.
"Ini salah satu komitmen politik tentang Jabar Resilience Culture Province (Budaya Ketangguhan Jawa Barat)," ucap Emil.
Dengan pelatihan tersebut, para peserta diminta untuk memberikan kontribusi atau pemikirannya terkait kesiapan Jabar dalam penanganan kebencanaan hingga 2040. "Supaya hasilnya konkret saya kasih waktu tiga bulan sampai akhir 2019 untuk segera menerbitkan buku Jabar Resilience Culture Province versi pelatihan ini," kata Emil.
Pada kesempatan ini, Emil juga menginstruksikan Diskominfo Jabar untuk membuat aplikasi kebencanaan Jabar yang bisa diakses oleh semua warga Jawa Barat. "Sehingga, pada saat terjadi bencana, bisa lebih dekat dan melakukan tindakan emergency yang lebih relevan," katanya.
"Termasuk konten-konten edukasi (kebencanaan) bisa di situ (aplikasi) dilihat, bisa dalam bentuk video, dan lain-lain," lanjutnya.
Selain itu, kata Emil, Pemdaprov Jabar akan membuat maskot fauna yang menjadi representasi ketangguhan Jabar dalam menangani kebencanaan. Maskot tersebut akan diberi nama ‘Resi’ yang berasal dari kata 'Resilience'.
"Supaya nanti ketika kita mengedukasi anak TK, anak SD yang masih awam, kita menggunakan cara-cara yang sifatnya hiburan sambil melatih mereka untuk menjadi generasi yang lebih siap (terhadap kebencanaan) dari kita-kita orang tuanya di hari ini," ucapnya.
Jabar sendiri menjadi provinsi dengan jumlah kebencanaan tertinggi di Indonesia. Setiap tahun ada 1.200-1.500 laporan kebencanaan di Jabar. Mayoritas adalah bencana hidrologis seperti longsor, luapan air sungai yang mengakibatkan banjir, dan lainnya.
"Kita harus jadi masyarakat yang adaptif, masyarakat yang hari esok lebih baik dari hari ini. Caranya dimulai dari niat. Saya apresiasi orang-orang hebat ini (peserta seminar) yang mewakili unitnya," katanya.
Kepala Pelatih dan Fasilitator EWC Scheirman Cruz menjelaskan, dalam pelatihan, para peserta diajak untuk memikirkan rencana strategis penanganan kebencanaan di Jabar hingga 2040. "Bagaimana penanganan bencana untuk masa depan bisa direncanakan dari sekarang," ucap Shceirman.
"Dan di sini para pesera akan memamparkan bagaimana model atau strategi penanganan bencana Jawa Barat di masa depan tepatnya di tahun 2040, yang akan bisa menjadi peta jalan bagi Jawa Barat," tambahnya.
Para peserta berasal dari pemangku kepentingan kebencanaan dari 27 kabupaten/kota, serta beberapa pegawai BPSDM Jabar.
Ada berbagai konsep gagasan yang disajikan para peserta. Berbagai konsep ide yang muncul dari para peserta pun mendapat apresiasi dari Emil sebagai pemikiran yang sangat baik. Seperti konsep Jabar Tangguh Bencana 2040. Konsep ini menggunakan pendekatan ide, natural, sosial, budaya, ekonomi, dan politik dengan dukungan teknologi.
Sementara konsep lain yakni menekankan pendekatan sinergi program dengan aturan yang logis. Artinya, pembangunan konsep penanganan kebencanaan harus berbasis ilmiah atau kajian.
Ada pula konsep penanganan bencana berbasis pada regulasi atau aturan yang menjadi kebijakan pemerintah. Konsep ini mengharuskan adanya penguatan kelembagaan, di mana kolaborasi antara pemerintah dengan akademisi, serta dunia pariwisata terintegrasi dengan baik. Konsep ini berbasis aplikasi yang menyajikan data center seputar kebencanaan hingga peringatan kebencanaan yang mudah diakses oleh masyarakat.
Baca juga: Simulasi kebencanaan hendaknya masuk kurikulum sekolah
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: